Pak Awang/Mas Maryanto, Kalau baca Senopati Pamungkas-nya Arswendo, salah mengerti tentang pranatamangsa ini juga bisa berakibat hasil jurus-jurus 12 nujum bintang yang ada di kitab Bumi nggak akan efektif...:-).
salam, ----- Original Message ---- From: Awang Harun Satyana <[EMAIL PROTECTED]> To: iagi-net@iagi.or.id; Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) <[EMAIL PROTECTED]>; iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, January 2, 2007 7:54:36 PM Subject: RE: [iagi-net-l] RE: [HAGI-Network] [iagi-net-l] JAWAH - SALAM Calendar - ALON Mas Maryanto, Saya sedikit koreksi ya ulasan ”Pranatamangsa”-nya (penanggalan pertanian Jawa). Setiap wilayah (di Jawa Tengah dan Yogyakarta dalam hal ini) punya kondisi kosmografis, kosmologis dan meteorologis pranatamangsa masing2 (dengan variasi yang kecil antar daerah). Untuk daerah Surakarta dan sekitarnya misalnya, mongso/mangsa/musim ”Katiga” (musim kering) terbagi atas tiga bulan : kasa, karo, katelu dengan total panjang musim selama 88 hari. Bulan ke-1 (kasa) mulai pada tanggal Masehi 22 Juni, bulan ke-2 (karo) mulai pada tanggal 2 Agustus, bulan ke-3 (katelu) mulai pada tanggal 25 Agustus. Maka, Mas Maryanto, bulan ke-3 di Pranatamangsa itu bukan bulan Maret, tetapi bulan Agustus-September (25 Agustus-17 September). Kalau di langit malam mulau muncul rasi bintang ”lumbung” (crux) dan sumur mengering serta angin berdebu, maka mongso katelu telah datang. Secara meteorologis, musim Katiga ini memang musim kemarau dengan 72 % sinar Matahari diterima (insolusi) –paling banyak dibandingkan mangsa2 lain, kelembaban udara 60,1 % -paling kering dibandingkan mangsa2 lain, dan curah hujan hanya 32-67 mm setiap mangsanya (kasa-katelu) –paling sedikit dibandingkan mangsa2 lainnya. Pranatamangsa ini mempunyai efek sosiokultural yang akan dipatuhi oleh para petani sebab pelanggaran terhadapnya akan menyebabkan musibah. Dari berbagai pengalaman salah tindak atau pelanggaran terhadap tata mangsa, dikumpulkanlah bermacam-macam pantangan dalam buku primbon. Ini pun kemudian menjadi pedoman baru untuk menjamin selamatnya usaha atau tindakan orang. Hanya, dalam perkembangannya pedoman tersebut dicampur-aduk dengan berbagai perhitungan mistik yang tak masuk akal. Beberapa pantangan yang logis misalnya, pantang berpindah rumah pada mangsa katelu karena bisa mengakibatkan musibah kena rampok atau kebakaran. Ini logis sebab mangsa katelu (September) adalah mangsa yang panas dan kering serta angin kencang –mudah menimbulkan kebakaran, juga kekurangan pangan akibat sedikit air sehingga perampokan sering terjadi. Lain halnya dengan mangsa Katiga, adalah mangsa ”Rendheng” (total 95 hari, 22 Desember – 25 Maret) yaitu mangsa banyak air dan mangsa pertamanya yaitu ”kapitu” (22 Desember-2 Februari) - Januari adalah musim puncak hujan. Para petani di Jawa menyebut bulan ini ”jan ana warih” (benar-benar ada air). Bila Bimasakti jelas terlihat di langit, itulah awal Rendheng. Mas Maryanto, awal musim hujan pun tentu ada dalam pranatamangsa, yaitu yang dikenal dengan Mangsa Labuh (mangsa kapat, kalima, kanem) yang total lama mangsanya 95 hari (18 September – 21 Desember). Akhir musim penghujan pun ada, yaitu yang dikenal dengan nama Mangsa Mareng (mangsa kasapuluh, desta, sadha) yang total lama mangsanya 86 hari (26 Maret – 21 Juni). Diurut terhadap kalender Masehi, maka urutan pranatamangsa adalah sbb. : (1) Rendheng (22 Desember-25 Maret), (2) Mareng (26 Maret-21 Juni), (3) Katiga (22 Juni-17 September), (4) Labuh (18 September-21 Desember). Setiap mangsa punya karakter kosmografis, meteorologis, dan sosiokultural masing-masing. Seperti kata Pak Nathan Daldjoeni (alm) (ahli geografi sosial Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, penulis produktif buku2 dan artikel2 geografi, yang pernah meneliti masalah pranatamangsa dalam Proyek Javanologi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta, 1983 : ”Penanggalan pertanian Jawa Pranatamangsa : peranan bioklimatologi dan fungsi sosiokulturalnya”), Pranatamangsa adalah siklus yang kelihatannya cukup ruwet, tetapi kalau ditelaah dengan baik kita akan menemukan latar belakang kosmografis dan simetri yang mengagumkan. Apalagi, jika tabel-tabel yang berisikan data mengenai bulan, zodiak, deklinasi matahari, bintang pedoman, angin, kelembaban udara serta pengaruhnya atas kehidupan makhluk dipelajari, kita akan menemukan pula kausalitas yang menarik di belakang itu semua. Urang Sunda pun mengenal pranatamangsanya, yang sama dengan pranatamangsa Jawa Tengah. Usum Ngijih = mangsa Rendheng (”usum hujan, ngecrek saban poe” – musim hujan, ngecrek –bunyi hujan, setiap hari). Usum Dangdangrat = mangsa Mareng (”hujan jeung halodo kakapeungan” – hujan dan kemarau sekali-sekali”). Usum Katiga = Usum Halodo = mangsa Katiga) (halodo = kemarau). Usum Mamareng = mangsa Labuh (”usum mimiti rek ngijih”- musim mulai akan hujan). Musim-musim ini berhubungan dengan keadaan sosiokultural masyarakat. Usum paceklik (kurang pangan) berhubungan dengan usum halodo. Usum pagebug (”usum loba nu gering parna, loba nu maot” – musim banyak yang sakit parah, banyak yang meninggal) berhubungan dengan usum dangdangrat dan mamareng, yaitu musim pancaroba dengan cuaca yang tidak jelas. Salam, awang Maryanto wrote : > Budaya Jawa kenal 12 musim, di sebut "Mongso", dengan umur yang > bervariasi dari 27 hari hinga 44 hari disebut ke : 1, 2, 3, ..., 12. > Yang paling di kenal, adalah masa mulai kemaru (tidak terkenal yang > mulai hujan), yakni ke 3, Tiga, "tigo", "telu", adalah bulan Maret, > yang langsung lazimkan masa kemarau adalah Mongso Ketigo (Tak > ke-sekawan, ke gangsal, dst). -----Original Message----- From: Maryanto (Maryant) [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Fri 12/29/2006 3:22 PM To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id Cc: Subject: [iagi-net-l] RE: [HAGI-Network] [iagi-net-l] JAWAH - SALAM Calendar - ALON __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com