mungkin tak secara institusi Pak Shofi, masukan individu saja..Pak Ahmad
Sodik yang ketua Serikat pekerja Pertamina bukan Pak Sodik yang lulusan
Geologi?.


On 2/1/07, Shofiyuddin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Ada yang bisa memberikan klarifikasi?
Kalo benar menjadi menarik karena tidak ada institusi yang berkaitan
dengan
geologi terlibat dalam pembuatan surat ini.

Shofi



=========================================
SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN RI
Blok Natuna, Kemandirian, dan Ketegasan Pemerintah
Kepada Yth.
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden Republik Indonesia

Sebagaimana Bapak Presiden maklum, beberapa waktu terakhir ini terlihat
pada

pemberitaan sebagian besar media massa nasional maupun daerah, bahwa ada
tendensi kuat dari masyarakat untuk meminta Pemerintah menghentikan
(terminasi) kontrak bagi hasil
(KBH) ExxonMobil dalam mengelola Blok Natuna D-Alpha (selanjutnya disebut
sebagai
Blok Natuna saja). Disimpulkan bahwa pengelolaan Blok Natuna oleh
ExxonMobil ternyata
sama sekali tidak memberikan manfaat bagi negara. Disamping itu, sejak
kontrak tersebut
ditandatangani pada tanggal 8 Januari 1985 ternyata Exxon juga tidak
melakukan kegiatan
pengembangan lapangan sebagaimana diwajibkan di dalam KBH nya.

Para pengamat industri migas nasional juga menyatakan bahwa isi KBH Blok
Natuna
sangat merugikan negara karena menetapkan porsi bagi hasil sebesar 100%
untuk Exxon
dan 0% untuk Pemerintah. Berdasarkan kontrak ini, ExxonMobil berhak untuk
mengambil
seluruh produksi migas yang dihasilkan oleh Blok Natuna. Sementara,
Pemerintah hanya
memperoleh pemasukan dari pajak yang dibayarkan ExxonMobil. Suatu bentuk
kontrak yang
sangat tidak adil dan dapat dianggap sebagai bentuk pelecehan atas hak-hak
negara, selain hal
tersebut menunjukkan mentalitas yang umumnya dimiliki penjajah.

Bapak Presiden yang kami hormati,
Secara yuridis, kontrak ExxonMobil di Blok Natuna pun telah berakhir
secara otomatis
sejak 9 Januari 2005 karena ExxonMobil tidak melakukan kegiatan
pengembangan lapangan
untuk memastikan kelayakan komersial dari blok tersebut. Dengan demikian,
berdasarkan
ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas (UU Migas) dan
peraturan
pelaksanaannya, maka wilayah kerja Blok Natuna tersebut menjadi milik
negara untuk dapat
dimanfaatkan berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku.
Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan UU Migas menyatakan bahwa
kontraktor wajib
mengembalikan seluruh Wilayah Kerja kepada Menteri melalui Badan
Pelaksana, setelah
jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. Wilayah Kerja yang dikembalikan
oleh Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap kemudian menjadi wilayah terbuka untuk dapat
ditawarkan
kepada pihak nasional termasuk Pertamina atau kontraktor nasional lain.

Bapak Presiden yang kami hormati,
Dari hasil konsultasi kami dengan para pakar geologi nasional didapat
bahwa Blok Natuna
mengandung sumber kekayaan alam nasional khususnya gas yang sangat besar.
Diperkirakan
di daerah tersebut terdapat sekitar 46 triliun kaki kubik dan
disebut-sebut sebagai salah satu
yang terbesar di dunia. Sesuai dengan komitmen Bapak Presiden kepada
rakyat Indonesia,
maka seharusnya Blok Natuna tersebut dikelola sebaik-baiknya oleh
pengusaha nasional,
secara amanah, dan mengutamakan kemandirian bangsa, dalam rangka
memberikan manfaat
bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33
UUD 1945.
Kemandirian dalam pengelolaan migas merupakan salah satu aspek penting
dalam

pelaksanaan ketentuan Pasal 33 UUD 1945.
Perlu kami sampaikan bahwa Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional
(Aspermigas) telah menyatakan sikap bahwa mereka mampu untuk mengelola
Blok Natuna.
Disamping itu, kami juga telah berkoordinasi dengan Pertamina dan
menyimpulkan bahwa
Pertamina pun siap untuk mengembangkan Blok Natuna. Kami memandang akan
lebih baik
jika Pemerintah memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional untuk
mengembangkan
Blok Natuna dibandingkan diberikan kepada pihak asing.

Bapak Presiden yang kami hormati,
Secara ekonomi pengelolaan Blok Natuna oleh pengusaha nasional memiliki
nilai
strategis bagi pemberdayaan bangsa. Produk gas yang dihasilkan dapat
diserap oleh pasar
dalam negeri dalam rangka menjaga ketahanan energi nasional yang dapat
diserap oleh
berbagai industri di beberapa sektor seperti transportasi,
ketenagalistrikan, dan lain-lain.
Disamping itu, jika Blok Natuna diberikan kepada pihak nasional, maka
Pemerintah pun
dapat mengubah struktur bagi hasil yang lebih memberikan keuntungan kepada
negara
sebagaimana tujuan diadakannya UU Migas. Sehingga amanah Pasal 33 UUD 1945
di atas
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Bapak Presiden yang kami hormati,
Terus terang kami mempertanyakan beberapa statement pejabat Pemerintah
bahwa KBH
Blok Natuna akan dinegosiasi ulang oleh Pemerintah dan Exxon. Karena
secara hukum, kami
tidak mendapati satu pun Pasal di dalam UU Migas yang memungkinkan
Pemerintah untuk
melakukan negosiasi ulang kontrak yang sudah putus berdasarkan ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan UU Migas, apabila Pemerintah
berencana
untuk menetapkan kebijakan pengelolaan minyak dan gas bumi, maka
berdasarkan ketentuan
yang berlaku, Pemerintah harus melakukannya secara cermat, adil dan
transparan dengan
memberikan keberpihakan kepada kepentingan nasional khususnya pengusaha
nasional
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Dengan demikian, secara yuridis hampir tidak dimungkinkan untuk menetapkan
kebijakan
pengelolaan minyak dan gas bumi pada Blok Natuna berupa pemberian
kesempatan untuk
menegosiasi ulang kontrak Exxon. Kami khawatir, jika Pemerintah melakukan
hal tersebut,
maka pada hakikatnya Pemerintah telah melakukan perbuatan melanggar UU
Migas.
Akibatnya, akan banyak pihak-pihak yang melakukan gugatan terhadap
Pemerintah sehingga
dikhawatirkan popularitas Bapak dimata pelaku usaha industri migas
nasional pun akan
menurun.

Bapak Presiden yang kami hormati,
Kami juga memahami keraguan Pemerintah untuk memutus KBH Exxon, mengingat
adanya potensi untuk diperkarakan di arbitrase internasional. Namun perlu
kami sampaikan
bahwa tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk ragu-ragu dalam memutus KBH
Exxon. Hasil
penelaahan yuridis dari para ahli migas nasional menyimpulkan bahwa telah
cukup alasan
untuk memutus KBH Exxon. Hal itupun sudah ditegaskan oleh Kepala BP Migas,
Dr.
Kardaya Warnika, bahwa masa kontrak ExxonMobil di lapangan Natuna telah
habis karena
sampai akhir masanya Exxon tidak juga memberikan rencana kerja dan
anggaran (Work
Program and Budgeting). Hal itu ditegaskan kembali oleh Dirjen Migas
Departemen ESDM
RI Dr. Ir. Luluk Sumiarso, MSc., pada seminar berjudul "Mengapa Blok
Natuna Tidak Kita
Kelola Sendiri?" yang kami selenggarakan pada 11 Januari 2006 lalu, bahwa
pada 8
September 2006 Kepala BP Migas telah menyampaikan surat kepada Menteri
ESDM untuk
melakukan terminasi kontrak ExxonMobil di Blok Natuna dan Menteri ESDM
menyetujui
usulan BP Migas tersebut (terkait seminar yang kami adakan, kami turut
melampirkan
beberapa makalah pembicara yang tampil bersama surat ini).

Apabila dikemudian hari pihak Exxon akan melakukan gugatan terhadap
Pemerintah
Indonesia, maka kami menyatakan bahwa kami siap membantu Pemerintah untuk
menghadapi
gugatan Exxon di arbitrase internasional. Negara Indonesia mempunyai
banyak ahli yang siap
untuk membantu tegaknya kedaulatan bangsa dan negara ini.

Bapak Presiden yang kami hormati,
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, bersama ini kami meminta, dengan
dasar pemikiran
akan kewajiban kami sebagai warga negara Indonesia untuk membantu
Pemerintah menjaga
dan menegakkan kedaulatan bangsa sesuai amanah konstitusi demi kemajuan
perekonomian
dan pengusaha nasional, agar Pemerintah memutus KBH Exxon pada Blok
Natuna.
Selanjutnya, jika cadangan gas di wilayah eks Exxon tersebut ingin
dikembangkan, maka
kami memberikan usulan agar:
a. Diberikan prioritas kepada Pertamina apabila Pertamina mengajukan
permohonan
pengelolaan atas wilayah tersebut dan jika 100% saham Pertamina masih
dimiliki oleh
Pemerintah (sesuai dengan PP No.35/2004 Pasal 5 Ayat 4). Dengan memberikan
kesempatan
kepada Pertamina, Pemerintah dapat menunjukkan komitmennya untuk
memberdayakan
negara dalam pengelolaan SDA sebagaimana diamanatkan konstitusi Pasal 33
UUD 1945.
Pemberdayaan Pertamina, juga pernah dijanjikan Bapak Presiden sendiri pada
2 Maret 2006
lalu di Yangoon, Myanmar, agar Pertamina dapat menyumbang pendapatan lebih
besar bagi
negara. Salah satu bentuk komitmen terhadap pemberdayaan Pertamina
tersebut, dapat Bapak
Presiden lakukan dengan meninjau kembali Inpres No.12/1975 yang selama ini
membuat
Pertamina tidak dapat mandiri dan berkembang.
b. Ditenderkan ulang namun dengan memberikan keberpihakan kepada pengusaha
nasional termasuk perusahaan konsorsium antara Pertamina, Badan Usaha
Milik Daerah dan
pengusaha nasional lainnya.

Demikian surat ini kami sampaikan kepada Bapak Presiden sebagai wujud
kepedulian
kami terhadap program Pemerintah dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia
yang kita
cintai. Besar harapan kami agar kiranya Bapak Presiden memperhatikan
masukan ini dengan
sungguh-sungguh demi kemandirian bangsa, kesejahteraan rakyat, dan
kedaulatan negara
yang harus menjadi pedoman utama bagi Pemerintah dalam bersikap dan
menentukan
kebijakan, baik dalam kasus Blok Natuna yang kini dihadapi, maupun dalam
kebijakan
pengelolaan sumber daya alam di tanah air secara menyeluruh.
Jakarta, 18 Januari 2007
a.n.
Komite Nasional Penyelamat
Industri Strategis – Natuna
(KNPIS - Natuna)
(Marwan Batubara/Anggota DPD RI)

Hormat Kami,
Komite Nasional Penyelamat Industri Strategis - Natuna (KNPIS - Natuna)
1. Ir. Marwan Batubara, MSc. Koordinator
2. Dr. Laode Ida Wakil Ketua DPD RI
3. Drs. Nursyamsa Hadist Anggota DPD RI
4. Ir. Idris Zaini, MM., MBA Anggota DPD RI
5. Hj. Aida N. Ismeth, SE, MBA Anggota DPD RI
6. Ir. H. Abdul Aziz Qahar Mudzakkar Anggota DPD RI
7. Ir. Tjatur Sapto Edi Anggota DPR RI
8. Ir. Wahyudin Munawir Anggota DPR RI
9. Alvin Lie Anggota DPR RI
10. Ir. Ami Taher Anggota DPR RI
11. Rama Pratama, SE Anggota DPR RI
12. Tamsil Linrung Anggota DPR RI
13. Agus Purnomo, SIP Anggota DPR RI
14. Zuber Safawi, SHI Anggota DPR RI
15. Dr. Fuad Bawazier Ketua Partai HANURA
16. Ir. Bagus Satrianto PNBK
17. Ir. Effendi Siradjuddin Ketua Aspermigas
18. Dr. Ryad Areshman Chairil The Center for Ind. Energy and Resources Law
19. Dirgo Purbo PASKAL
20. Drs. Revrisond Baswir, MBA Ka. Pusat Studi Ek Kerakyatan UGM
21. Dr. Fadhil Hasan Direktur INDEF
22. Dr. Hendri Saparini Managing Director ECONIT
23. Dr. Warsito Ketua Masy. Ilmuwan dan Teknolog Indonesia
24. Ichsanudin Noorsy, MBA Lembaga Studi Kebijakan Publik
25. Ismed Hasan Putro Ketua Perhimpunan Jurnalis Indonesia
26. Andi Bakhtiar Linrung Sekjen Masyarakat Profesional Madani
27. Kusfiardi Koordinator Koalisi Anti Utang
28. Siti Maimunah Jaringan Advokasi Tambang
29. Aryananda TRAFFIC
30. Ir. Chandra Wijaya ILUNI UI
31. Fabby Tumiwa WGPSR
32. Adhie Massardi Mantan Juru Bicara Presiden RI
33. Abdullah Sodik Ketua Serikat Pekerja Pertamina
34. Dr. Hasan Saman Forum Tenaga Kerja Pertamina
35. Ir. Daryoko Ketua Serikat Pekerja PLN
36. Ir. Raswari, MM. Persatuan Insinyur Profesional Indonesia
37. Hamzah Amdan , SE Ketua Himpunan Cendekiawan Putra Natuna
38. Drs. M.B. Malik, MM. Forum Intelektual dan Profesional SBY-JK
39. Fauzan Al Anshory Majelis Mujahidin Indonesia
40. Ismail Yusanto Hizbut Tahrir Indonesia
41. Ilham Wijaya HMI MPO
42. Dwi Ariyanto Presiden KM ITB
43. Fathul Bahri Ketua BEM UI
44. Dian Heri Presiden BEM UNAIR
45. Akmal Dicky Presiden BEM UNJ
46. Bambang Harianto Presiden BEM UNS
47. Taufik Amrullah Ketua Umum KAMMI
48. Agung Budiono Presiden BEM UGM
49. Detak Yan Pratama Presiden BEM ITS
50. Erik Wahyudiono Presiden BEM IPB

Tembusan :
1. Ketua MPR RI
2. Ketua DPR RI
3. Ketua DPD RI
4. Ketua-Ketua Komisi DPR RI
5. Ketua-Ketua Fraksi DPR RI
6. Wakil Presiden RI
7. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi RI
8. Menteri Negara BUMN
9. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI
10. Menteri Dalam Negeri RI
11. Menteri Pertahanan RI
12. Panglima TNI
13. Gubernur Kepulauan Riau
14. Direktur Utama Pertamina




--
OK TAUFIK

Kirim email ke