Mas Udin, Di publikasi UGM (1994), "Geologi Daerah Pegunungan Selatan : Suatu Kontribusi" yang dipresentasikan pada pertemuan ilmiah ulang tahun ke-10 stasiun lapangan Bayat, terdapat lampiran peta geologi gabungan antara lembar Surakarta dan lembar Yogyakarta (dengan modifikasi tahun 1994). Di dalam peta gabungan itu ada penampang geologi yang memotong Yogya Low dan Wonosari High.
Dari penampang, jelas tergambar bahwa Yogya Low didasari oleh satuan batuan Tomk (tersier oligo-miosen kebobutak), mengindikasi bahwa batuan dasar-nya OAF. Di atasnya, langsung terdapat endapan Resen setebal sekitar 100 meter satuan batuan Qvm (quarter volcanic Merapi). Potongan Kali Gadjahwong di utara Kotagede mungkin akan menunjukkan hal ini. Sedangkan, Sentolo (Tmps) hanya tersebar di sebelah barat Bantul. Juga sesar Opak memang tidak simpel bahwa ia memotong Yogya Low dan Wonosari High, sebab OAF pun terlibat dalam pemotongan sesar tersebut, di timur Opak masih terdapat Formasi Semilir dan Nglanggran yang terlibat dalam penyesaran. Barangkali Mas Udin bisa klarifikasi lebih jauh, mana yang benar antara perbedaan interpretasi di publikasi MacDonald et al (1984) dan UGM (1994) tentang batuan dasar Yogya Low itu, Sentolo atau Kebobutak ? Salam, awang -----Original Message----- From: Salahuddin Husein [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, March 02, 2007 1:02 C++ To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Kapan pembentukan sesar Opak ? Mas Vicky, Penelitian MacDonald dkk (1984) dengan menggunakan metode geolistrik dan pemboran geoteknik yang mampu mencapai kedalaman 150 m menunjukkan batuan dasar Yogyakarta Low adalah batugamping berlapis dan batupasir napalan Formasi Sentolo (Miosen Akhir - Pliosen). Sehingga, tampaknya andaikata ada rongga dibawah endapan Merapi, tentunya bukan dari F. Sentolo tersebut. Mungkin dari formasi dibawahnya. Dilihat dari tatanan stratigrafi regional, dibawah F. Sentolo adalah F. Jonggrangan (ekuivalen F. Wonosari untuk mandala Kulonprogo High). Hingga saat ini belum diketahui apakah F. Jonggrangan berada dibawah Yogyakarta Low, yang bisa dituding sebagai sumber bunyi "glung" tersebut. Sebab tentunya untuk mencapai kedalaman menembus ketebalan F. Sentolo dibawah Yogyakarta Low diperlukan pemboran hingga lebih dari 250 m (diperkirakan dari ketebalan aluvium Merapi + ketebalan F. Sentolo). Jawaban untuk pencarian jawaban sumber bunyi misterius tersebut tentunya bisa dilakukan dengan melihat kembali data-data geofisika yang pernah dikumpulkan di Yogyakarta Low. Perubahan sistem hidrogeologi akibat gempabumi 27 Mei tengah dilakukan oleh Tim T. Geologi UGM. Namun karena fokusnya adalah untuk meneliti fenomena likuifaksi, maka sasarannya hanyalah sistem hidrogeologi yang dangkal saja. Hasil sementara menunjukkan adanya keteraturan pola likuifaksi yang dikontrol oleh sebaran patahan mikro dan variasi jenis litologi akuifer airtanah dangkal. udin On 3/1/07, Rovicky Dwi Putrohari <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Terimakasih Pak Awang, > Mengapa saya menanyakan apakah ada reef Wonosari dibawah Jogja adalah > menyangkut kekhawatiran sinkhole yang ada di guatemala. Di Guatemala > ini batuan dasarnya batugamping dimana mekanismenya ditakutkan > masyarakat apalagi didukung adanya isse "Glung" di Jogja. Banyak yg > khawatir adanya kemungkinan sinkhole ini ada disekitar Opak. > > Saya berpikir, seandainya di Jogja Low tidak ada karbonat maka > kemungkinan adanya rongga disekitar Patahan Opak sangat kecil. Apalagi > kalau genesanya seperti dugaan Pak Awang, bahwa batugamping wonosari > hanya akan tumbuh pada daerah tinggian (wonosari High di timur dan > Sentalo High dibarat). > > Sebenernya gejala lain menjelang terjadinya amblesan terekam dalam > issue yg beredar didaerah ini, misalnya swara gemuruh ("Glung"), namun > fenomena ini yg sulit dibuktikan karena swaranya tidak pernah ada yg > terrekam dengan tape (audio recorder).. Juga adanya perubahan > hydrology (air yg muncrat atau aliran yg hilang masuk ke tanah. Hanya > saja kedua gejala ini bisa jadi gejala-gejala yg menjadi attribute > pasca gempa, yang bukan hanya monopoli pre sinkhole. > > Salut kepada T Geologi UPN membantu menenangkan masyarakat serta > berusaha menjawab dengan melakukan pengeboran, namun tidak menjumpai > rongga pada kedalaman dibawah 40 meter. > Saya tidak tau apa yg mendasari Geol UPN sehingga memilih titik lokasi > pengeboran disitu. Kalau memang gejala Glung ini adalah fenomena > ilmiah, tentunya bisa direkam terlebih dahulu dengan alat geophone > atau penelitian bawah permukaan lainnya. Kegagalan menemukan lubang > ini, tentusaja tidak bisa dipakai sebagai kesimpulan tidak ada rongga. > > Yang menarik adalah fenomena sinkhole sering didahului adanya > perubahan sistem hydrologi. Nah apakah sudah ada yg meneliti perubahan > hydrologi ini ? Walaupun mungkin perubahan hydrologi ini bisa saja > karena fenomena pasca gempa, bukan fenomena sinkhole juga ... duh > sulit !. > > rdp > > ---------------------------------------------------------------------------- Hot News!!! CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI & the 36th IAGI Annual Convention and Exhibition, Patra Bali, 19 - 22 November 2007 ---------------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi ---------------------------------------------------------------------