Rekans
   
  Saya (mulai) prihatin dengan kenyataan yang dipaparkan Andang mengenai 
'macet'nya alat2 fundamental organisasi IAGI  sejak 15 bulan terakhir ini (MGI, 
Berita IAGI, turba ke PengDa..). Saya secara pribadi tahu pengurusan sekarang 
terdiri dari orang2 pintar dalam bidangnya maupun organisasi, punya visi yang 
tajam, luas jaringannya dan jago skill negosiasinya 
(birokrat-universitas-independen-swasta-bahkan internasional) dan mempunyai 
komitmen kuat dan tulus (paling tidak waktu awal2 terpilihnya?) untuk 
mempertahankan dan bahkan meningkatkan peranan dan kegunaan IAGI kedalam maupun 
keluar.  Sebenarnya kepengurusan sekarang ini menurut saya sudah sangat 
di'manja' dengan berita/situasi kompemporer baru2 ini dan kondisi sekarang di 
tanah air (Lusi, gempa, banjir, longsor dll). Artinya peluang/momentum yg 
diberikan secara gratis itu seharusnya dapat dimainkan dengan 'cantik' i.e. 
dikelola untuk lebih memunculkan diri ke permukaan keluar dan kedalam lebih 
percaya diri dan secara
 simultan ...ibarat 2 kali dayung 3-4 pulau terlampaui.
   
  Saya harap teman saya keliru bila dulu mengatakan: kepengurusan setelah era 
ADB akan mengalami kesulitan mempertahankan boro2 melebihi apa yang 
kepengurusan ADB telah lalukan. Saya tidak percaya itu (sampai saat ini paling 
tidak). Atau keadaan sebenarnya memang sudah 2 pulau tidak sengaja terlampaui, 
tapi dayung belum dipakai-pakai?! 
   
  Maaf bila ada yang kurang berkenan dgn kata2 saya ini. Semuanya untuk 
memotivasi pengurus bekerja lebih baik untuk kami anggota IAGI khususnya.
   
  Wassalam,
Sanggam Hutabarat
   
  --
Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
    P {   MARGIN-TOP: 0px; MARGIN-BOTTOM: 0px  }        "Perseteruan" internal 
di komunitas IAGI (re: Surat Terbuka dari Prof RPK) tentang Lumpur Sidoardjo 
bukan sekedar karena "hal-biasa" yang disebut sebagai perbedaan "pendapat 
ilmiah" yang menyangkut hasil analisis tentang apakah penyebab-pemicu semburan 
tersebut adalah pemboran BJP-1 atau proses alam (gempa bumi) yang diluar kuasa 
pengetahuan manusia saat ini untuk memprediksi kejadian-nya dalam skala waktu 
manusia (bukan skala waktu geologi),.....  tetapi lebih ke masalah 
pengorganisasian pertemuan ilmiah, kematangan bersikap, "wisdom", dan etika 
ilmiah dalam hal-hal berikut:
   
  1. Menyimpulkan permasalahan kontroversial saintifik yang punya implikasi 
hukum-politik-bisnis semata-mata dari suatu acara diskusi yang minim interaksi 
yang digelar dengan stempel "workshop" tetapi pada kenyataannya adalah 
"seminar" atau lebih parahnya menurut sebagian peserta adalah "sosialisasi 
pendapat sepihak" bisa dikatakan sebagai jauh dari etika - sistimatika 
pengambilan kesimpulan ilmiah. Untuk menyimpulkan basis ilmiah yang punya 
implikasi sepenting itu diperlukan "workshop" yang benar-benar "workshop", 
dimana setiap konsep diuji sampai tuntas dalam session-session tersendiri, yang 
dalam hal ini mungkin dibutuhkan lebih dari 2 hari untuk melaksanakannya.
   
  2. Mekanisme penyelenggaraan workshop tidak secara seimbang menampilkan 
presentasi dan diskusi tentang berbagai konsep-pendapat, tetapi lebih cenderung 
ke salah satu konsep, padahal para ahli berbagi konsep lain juga hadir di acara 
tersebut - tetapi tidak diberi kesempatan presentasi dan diskusi secara 
proporsional seperti yang lainnya.
   
  3. Pemahaman yang parsial tentang sub-sub-disiplin, kompetensi, dan profesi 
yang terkait dengan geosains dalam industri migas, sehingga proses 
analisis-sintesis permasalahan menjadi tidak optimal, seperti misalnya: tidak 
didiskusikannya secara rinci (spt topik2 sub-disiplin lainnya) tentang masalah 
data teknis real-time-chart / geolograph selama pemboran dan implikasinya pada 
kondisi geologi lubang bor dimana masalah tersebut sebenarnya adalah kompetensi 
dari para ahli wellsite-operation geology,... dan lebih parahnya, tidak seperti 
data primer geologi bawah permukaan dan permukaan yang berlimpah dan accessible 
bagi kebanyakan ahli (seismik, trace sesar di permukaan, data satelit, 
data-sampel lumpur dsb), tipe data pemboran yang tersedia (dan dipresentasikan) 
adalah data sekunder (bahkan tersier) berasal dari daily drilling report, final 
well report, dsb,.... genuine geolograph dan real-time-chart data tidak pernah 
bisa diakses (dan diperiksa dan didiskusikan) oleh para
 ahli.
   
  4. Dari 18 pembicara yang tampil, hanya 4 pembicara yang dapat dianggap 
mempunyai kompetensi tentang masalah pemboran migas; dari 4 itupun hanya 2 yang 
mempunyai latar belakang geosains yang diasumsikan dapat mengekstrasi informasi 
geologi bawah permukaan dari data pemboran. Empat belas (14) pembicara lainnya 
kebanyakan mengandalkan data geologi-geofisika (yang punya dimensi lebih 
besar/regional dibanding dengan data pemboran) untuk membuat analisis dan 
sintesis tentang penyebab-pemicu semburan lumpur. Dengan demikian trend 
"workshop" lebih berat pada pembahasan geologi regional, tektonik, dimensi 
waktu yang besar, dan kurang menyentuh analisis rinci dan dimensi waktu yang 
lebih instant/pendek, termasuk kurang disentuhnya kemungkinan-kemungkinan 
pemicuan semburan oleh kejadian-kejadian selama pemboran.
   
   "Silaturahmi" sebagai jawaban dari "perseteruan" - seperti diusulkan oleh 
banyak email - mustinya dimaknai dan diimplementasikan sebagai sesuatu yang 
lebih mendasar dan ber-dimensi organisasi. Seperti kita lihat dalam dalam 15 
bulan terakhir kepengurusan baru PP-IAGI, organisasi kita ini hampir bisa 
dikatakan sebagai tidak pernah bersilaturahmi dengan ribuan anggotanya melalui 
"Berita IAGI" maupun "Majalah Geologi Indonesia", karena memang tidak satupun 
media komunikasi tersebut terbit secara rutin (Berita IAGI hanya sekali terbit 
menjelang PIT Nov 2006 dan MGI tidak terbit sama sekali). Harap diingat bahwa 
hanya 500-600-an jumlah anggota milis IAGI-Net, yang mungkin hanya separohnya 
merupakan anggota resmi IAGI, sehingga kalau ada yang mengatakan bahwa PP-IAGI 
sudah berkomunikasi dengan anggotanya lewat IAGI-net, itu adalah pernyataan 
yang sangat tidak berdasar. Ribuan anggota IAGI yang tersebar di 12 PengDa dan 
di luar negeri, tentunya dengan berbagai macam keahlian
 (termasuk ahli pemboran - ahli wellsite operation geology yang mustinya 
mengambil peranan lebih dalam "workshop" IAGI yang lalu), perlu untuk disapa, 
disilaturahmi, dan dikunjungi.
   
  Selain itu, "Silaturahmi" hendaknya dilakukan juga dengan membuat sebanyak 
mungkin kegiatan berkumpul baik secara ilmiah maupun untuk tujuan 
kekerabatan-sosial, baik di Pusat, maupun di PengDa-PengDa. Dengan makin banyak 
menyelenggarakan event-event organisasi maka interaksi silaturahmi (ilmiah 
maupun sosial) akan terus menerus terjalin, sehingga perbedaan-perbedaan 
pendapat (ilmiah maupun sosial) punya kesempatan lebih luas, mendalam, dan 
terfokus untuk dipecahkan..... bukan hanya dengan event dadakan yang kesannya 
reaktif terhadap permasalahan sesaat (walalupun actual) saja.
   
  Mudah-mudahan sumbangan pemikiran ini dapat diambil manfaatnya oleh siapapun 
yang ada di komunitas geosains di Indonesia, khususnya anggota dan pengurus 
IAGI kita tercinta ini.
   
  Salam
  Prihatin
   
   
  Andang Bachtiar
  Mantan Ketua Umum IAGI 2000-2005


 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

Reply via email to