Saya sangat setuju dengan pendapat bapak kita (Bp. RPK) yang terakhir ini.
Perdebatan mengenai penyebab terjadinya semburan lumpur, saya kira masih
butuh waktu panjang untuk diperoleh kesepakatan-kesepakatan dan semua pihak
tidak perlu memaksakan kesepakatan kelompoknya adalah yang paling benar.
Yang demikian itu pada akhirnya kan hanya menimbulkan peseteruan dan
perpecahan.

Setiap bencana (jenis apapun) tentu akan menghasilkan orang-orang miskin
baru. Tapi yang kita heran, setiap bencana ternyata juga meghasilkan
orang-orang kaya baru. Moga-moga teman-teman IAGI dan teman-teman geosains
pada umumnya serta pakar dari disiplin ilmu apapun di negeri tercinta ini
tidak memanfaatkan musibah untuk mendulang rupiah. Amien.

Pardan
Dinas ESDM Prop. Jatim.

On 3/8/07, R.P. Koesoemadinata <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

 Maaf, saya tidak bermaksud kasar seperti tercantum di bawah ini.
Saya kira alangkah bijaksananya kalau rumusan akhir dari Workshop ini
menyatakan:
..."Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai penyebab dari semburan
lumpur panas Sidoarjo ini, namun mengingat bahwa gejala ini telah berkembang
menjadi gunungapi lumpur yang dahsyat sehingga di luar kendali manusia, maka
seyogianya  gejala ini dinyatakan sebagai (murni) bencana alam"
Saya kira pernyataan ini  adalah cukup bijaksana dan elegant yang mungkin
dapat dterima oleh fihak2 yang berseteru.
Wasalam
RPK


----- Original Message -----
*From:* R.P. Koesoemadinata <[EMAIL PROTECTED]>
*To:* iagi-net@iagi.or.id
 *Sent:* Thursday, March 08, 2007 8:57 PM
*Subject:* Re: [iagi-net-l] Silaturahmi ===> Re: [iagi-net-l] Ahli Geologi
Saling Berseteru


Saya kira workshop ini hanya bertujuan untuk menghimpun pendapat bahwa
Lusi ini adalah murni bencana alam dan tidak ada hubungan dengan pemboran.
Jadi hanya untuk membebaskan tanggung jawab yang melakukan pemboran.
Namanya juga International Geological Workshop.
RPK

----- Original Message -----
*From:* Untung M <[EMAIL PROTECTED]>
*To:* iagi-net@iagi.or.id
*Sent:* Thursday, March 08, 2007 4:17 PM
*Subject:* Re: [iagi-net-l] Silaturahmi ===> Re: [iagi-net-l] Ahli Geologi
Saling Berseteru


Assalaam'ulaikum wr.wb.,
Saya senang sekali membaca pendapat geosaintis tentang LUSI di milis ini.
Banyak kandungan ilmiah dalam pendapat itu. Akan tetapi saya duga sepertinya
hanya adu intektualitas saja.  Bukan itu yang kita kehendaki. Rakyat maunya
real work. Jadi "Just do it" jangan hanya NATO. No action talk only. Oleh
karena itu bersilahturrahmi dengan mengadakan "Technical Workshop" Undang
seluruh geosaintis yang dianggap bisa memberi kontribusi yang berarti dari
segala bidang  termasuk orang-orang sosial. Ini bukan sekedar seminar.
Selesai seminar hilang tak ada bekas. Hasil technical workshop ini harus
dipakai sebagai pedoman kerja. Hasil ini sudah melalui penggodokan yang
betul-betul matang. Tentunya disetujui oleh setiap peserta technical
workshop. Demikan saran saya. Semoga dapat dilaksanakan. Ta' ada masalah di
dunia ini yang tidak dapat dpecahkan.
Wassalaam'ulaikum wr.wb.,
M. Untung

----- Original Message -----
*From:* Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]>
*To:* iagi-net@iagi.or.id
*Sent:* Wednesday, March 07, 2007 9:39 PM
*Subject:* [iagi-net-l] Silaturahmi ===> Re: [iagi-net-l] Ahli Geologi
Saling Berseteru


"Perseteruan" internal di komunitas IAGI (re: Surat Terbuka dari Prof RPK)
tentang Lumpur Sidoardjo bukan sekedar karena "hal-biasa" yang disebut
sebagai perbedaan "pendapat ilmiah" yang menyangkut hasil analisis tentang
apakah penyebab-pemicu semburan tersebut adalah pemboran BJP-1 atau proses
alam (gempa bumi) yang diluar kuasa pengetahuan manusia saat ini untuk
memprediksi kejadian-nya dalam skala waktu manusia (bukan skala waktu
geologi),.....  tetapi lebih ke masalah pengorganisasian pertemuan ilmiah,
kematangan bersikap, "wisdom", dan etika ilmiah dalam hal-hal berikut:

1. Menyimpulkan permasalahan kontroversial saintifik yang punya implikasi
hukum-politik-bisnis semata-mata dari suatu acara diskusi yang minim
interaksi yang digelar dengan stempel "workshop" tetapi pada kenyataannya
adalah "seminar" atau lebih parahnya menurut sebagian peserta adalah
"sosialisasi pendapat sepihak" bisa dikatakan sebagai jauh dari etika -
sistimatika pengambilan kesimpulan ilmiah. Untuk menyimpulkan basis ilmiah
yang punya implikasi sepenting itu diperlukan "workshop" yang benar-benar
"workshop", dimana setiap konsep diuji sampai tuntas dalam session-session
tersendiri, yang dalam hal ini mungkin dibutuhkan lebih dari 2 hari untuk
melaksanakannya.

2. Mekanisme penyelenggaraan workshop tidak secara seimbang menampilkan
presentasi dan diskusi tentang berbagai konsep-pendapat, tetapi lebih
cenderung ke salah satu konsep, padahal para ahli berbagi konsep lain juga
hadir di acara tersebut - tetapi tidak diberi kesempatan presentasi dan
diskusi secara proporsional seperti yang lainnya.

3. Pemahaman yang parsial tentang sub-sub-disiplin, kompetensi, dan
profesi yang terkait dengan geosains dalam industri migas, sehingga proses
analisis-sintesis permasalahan menjadi tidak optimal, seperti misalnya:
tidak didiskusikannya secara rinci (spt topik2 sub-disiplin lainnya) tentang
masalah data teknis real-time-chart / geolograph selama pemboran dan
implikasinya pada kondisi geologi lubang bor dimana masalah tersebut
sebenarnya adalah kompetensi dari para ahli wellsite-operation geology,...
dan lebih parahnya, tidak seperti data primer geologi bawah permukaan dan
permukaan yang berlimpah dan accessible bagi kebanyakan ahli (seismik, trace
sesar di permukaan, data satelit, data-sampel lumpur dsb), tipe data
pemboran yang tersedia (dan dipresentasikan) adalah data sekunder (bahkan
tersier) berasal dari daily drilling report, final well report, dsb,....
genuine geolograph dan real-time-chart data tidak pernah bisa diakses (dan
diperiksa dan didiskusikan) oleh para ahli.

4. Dari 18 pembicara yang tampil, hanya 4 pembicara yang dapat dianggap
mempunyai kompetensi tentang masalah pemboran migas; dari 4 itupun hanya 2
yang mempunyai latar belakang geosains yang diasumsikan dapat mengekstrasi
informasi geologi bawah permukaan dari data pemboran. Empat belas (14)
pembicara lainnya kebanyakan mengandalkan data geologi-geofisika (yang punya
dimensi lebih besar/regional dibanding dengan data pemboran) untuk membuat
analisis dan sintesis tentang penyebab-pemicu semburan lumpur. Dengan
demikian trend "workshop" lebih berat pada pembahasan geologi regional,
tektonik, dimensi waktu yang besar, dan kurang menyentuh analisis rinci
dan dimensi waktu yang lebih instant/pendek, termasuk kurang disentuhnya
kemungkinan-kemungkinan pemicuan semburan oleh kejadian-kejadian selama
pemboran.

 "Silaturahmi" sebagai jawaban dari "perseteruan" - seperti diusulkan oleh
banyak email - mustinya dimaknai dan diimplementasikan sebagai sesuatu yang
lebih mendasar dan ber-dimensi organisasi. Seperti kita lihat dalam dalam 15
bulan terakhir kepengurusan baru PP-IAGI, organisasi kita ini hampir
bisa dikatakan sebagai tidak pernah bersilaturahmi dengan ribuan anggotanya
melalui "Berita IAGI" maupun "Majalah Geologi Indonesia", karena memang
tidak satupun media komunikasi tersebut terbit secara rutin (Berita IAGI
hanya sekali terbit menjelang PIT Nov 2006 dan MGI tidak terbit sama
sekali). Harap diingat bahwa hanya 500-600-an jumlah anggota milis IAGI-Net,
yang mungkin hanya separohnya merupakan anggota resmi IAGI, sehingga kalau
ada yang mengatakan bahwa PP-IAGI sudah berkomunikasi dengan anggotanya
lewat IAGI-net, itu adalah pernyataan yang sangat tidak berdasar. Ribuan
anggota IAGI yang tersebar di 12 PengDa dan di luar negeri, tentunya dengan
berbagai macam keahlian (termasuk ahli pemboran - ahli wellsite operation
geology yang mustinya mengambil peranan lebih dalam "workshop" IAGI yang
lalu), perlu untuk disapa, disilaturahmi, dan dikunjungi.

Selain itu, "Silaturahmi" hendaknya dilakukan juga dengan membuat sebanyak
mungkin kegiatan berkumpul baik secara ilmiah maupun untuk tujuan
kekerabatan-sosial, baik di Pusat, maupun di PengDa-PengDa. Dengan makin
banyak menyelenggarakan event-event organisasi maka interaksi silaturahmi
(ilmiah maupun sosial) akan terus menerus terjalin, sehingga
perbedaan-perbedaan pendapat (ilmiah maupun sosial) punya kesempatan lebih
luas, mendalam, dan terfokus untuk dipecahkan..... bukan hanya dengan event
dadakan yang kesannya reaktif terhadap permasalahan sesaat (walalupun
actual) saja.

Mudah-mudahan sumbangan pemikiran ini dapat diambil manfaatnya oleh
siapapun yang ada di komunitas geosains di Indonesia, khususnya anggota dan
pengurus IAGI kita tercinta ini.

Salam
Prihatin


Andang Bachtiar
Mantan Ketua Umum IAGI 2000-2005


Kirim email ke