> Sdr Sunu
Sebenarnya seorang profesional tidak perlu ragu dan takut untuk memberikan "service" kepada-nya. Pada posisi jaryawan perusahaan tentunya kepada perusahaan-nya, dalam posisi konsultan tentu kepada perushaan yang menjadi langganan-nya. Apapun rekomendasi yang diberikan tentunya mempunyai keterbatasan yaitu data yang dimilki profesional , kemampuan profesional itu sendiri berdasarkan latar belakang pendidikan dan pengalaman. Nah Sdr Sunu , IAGI sebagai orgaisasi profesi telah memberikan rambu rambu agar seorang profesional (dalam hal ini ahli kebumian) tidak melakukan kesalahan profesi. Hal ini dilakukan dengan menerbitkan Kode Etik Anggota IAGI, coba Anda baca ada didalam buku hijau AD/ART IAGI. Sebagai contoh saya ambil : a. Lingkungan Hidup. Kode Etik No. 2 b , yang berbunyi : " Selalu bekerja dalam standar-standar teknologi yang tidak akan mengganggu kondisi lingkungan hidup , keselamatan dan kesehatan" b. Harus membatasi diri mengerjakan pekerjaan dalam kemampuan profesional yang dimiliki-nya., dapat dilihat pada Kode Etik Nomor lima. a yang berbunyi : " Tidak akan melakukan suatu oekerjaan ataupun tugas yang bukan merupakan keahliannya, yang akan mengakibatkan atau patut mengira bahwa saran /hasil kerjanya akan mengaki- batkan kerugian kepada klien , perusahaaan ataupun instansi tempat dia bekerja". Kode Etik IAGI , walaupun bukan produk hukum formal , akan tetap bermanfaat dalam menyelesaikan kasus kasus keprofesian dimasa mendatang. Sebagai Anggota IAGI seyogyanya dapat memahami dan mendalami apa yang dimuat dalam AD/ART serta Kode Etik. Seingat saya AD - IAGI BELUM pernah didaftarkan ke Dep Hukam agar mempunyai kekuatan hukum , mungkin juga sekalian dengan KLode Etik-nya agar juga lebih mengikat. Nah kitu pak SEKJEN. Si Abah (Mantan Ketum 1995 - 2000) __________________________________________________________________ Saya ingin memberi komentar mengenai tulisan sdr Sunu ini. Menurut saya > seorang ahli geologi tidak dapat dituntut karena salah interpretasi, > kalau dia sudah menggunakan semua data yang dikuasainya. Karena itu > dalam setiap interpretasi yang diambil adalah "most likely case", bukan > yang optimis dan bukan yang pesimis. > Penentuan design casing bukan oleh geologist melainkan oleh Drilling > Engineer. Pemerintah juga tidak mengatur hal ini. Seingat saya kalau > di Central Sumatra Basin CPI menetapkan maximum open hole adalah 4000 > ft. Entah dari mana datangnya angka ini, tapi sudah merupakan "rule of > thumb", tidak ada Engineer yang berani melanggarnya. Saya bisa > mengerti, tiap perusahaan mempunyai factor keamanan yang berbeda, karena > ini menyangkut biaya juga. > Mugkin sekarang saatnya IAGI menggalakkan Program Sertifikasi. Hal-hal > yang penting harus ditetapkan oleh seorang Geologist yang bersertifikat > IAGI. Di Sertifikatnya kelihatan Cekungan atau Kawasan Geologi yang > dikuasainya dareha mana. Dengan program Sertifikasi IAGI, juga bisa > menetapkan "Residence Expert" untuk suatu daerah atau suatu cekungan. > Sudah saatnya IAGI mempunyai "Residence Expert" untuk Cekungan Jawa > Barat, Jawa Timur, Mahakam Delta, Sumatra Tengah, Sumatra Selatan, dll. > Kita tunggu masukan dari teman-teman lain. > Sofyadi Roezin. > > > -----Original Message----- > From: Sunu Hadi Praptono [mailto:[EMAIL PROTECTED] > Sent: Friday, March 09, 2007 11:54 AM > To: iagi-net@iagi.or.id > Subject: [iagi-net-l] Lindungi profesi geologi > > Salam sejahtera, > > Kita ngomong langsung ke eksplorasi minyak saja lah. > > Sebagian (besar) dari kita (geologist) yang bekerja di pertambangan dan > migas banyak berurusan dengan prospect generation, bagaimana meng-assess > suatu prospek hingga dapat mengundang investor untuk ngebor, atau > ditambang. Banyak resiko-resiko yang harus diperhitungkan supaya > kerugian bisa sekecil mungkin, atau keuntungan bisa diraih semaksimal > mungkin. Aktivitas prospek generation adalah aktivitas sangat-sangat > kreatif dan menuntut ketenangan batin agar bisa sebaik mungkin > produknya. > > Juga para ahli lain, seperti ahli pemboran dan services yang terkait, > semua bersiap-siap dengan ilmu yang ada agar aktivitas eksplorasi dapt > mencapai targetnya dengan sukses besar. > > Selain itu ada aktivitas lain, yaitu evaluasi hasil eksplorasi, > contohnya hasil pemboran, apakah itu dry holes atau discoveries. Apa > yang serba indah sebelum suatu prospect dibor menjadi kelihatan > "belangnya" semua setelah target-target itu ditembus. Dalam kasus dry > holes semua orang merasa jagoan dan mentertawakan para terdakwa yang > mengusulkan prospek itu. Karena memang semuanya jadi serba mudah karena > data sudah ada tersedia semua, ketahuan mana yang mustinya begini atau > begitu, tetapi tidak dilakukan, sehingga hasilnya meleset dari harapan. > Dalam pekerjaan evaluasi semua orang nampak pinter, dan ketahuan semua > "kesalahan" yang mustinya tidak dilakukan. ("kalo aku jadi dia aku akan > lakukan begini, bukan begitu. Ah kok tolol sekali sih dia", semacam itu > lah komentarnya. > > Cobalah tengok dampak accident BJP dalam kegiatan MIGAS kita. Betapa > orang sekarang ngeri menandatangani drilling proposal, geofisisist dan > geologist jadi tidak nyaman bekerja (bikin peta dll.) karena dihantui > konsekuensi-konsekuensi hukum yang sama sekali tidak terbayangkan > sebelumnya. Salah bikin prediksi kedalaman bisa masuk penjara. Well site > geologist salah deskripsi, bisa masuk penjara. Padahal dia kuliah dan > ditambah pengalaman bertahun-tahun belajar mendeskripsi untuk keperluan > eksplorasi migas, bukan shale layer ini bakal jadi mud volcano atau > tidak. Belum lagi mud logging engineer, dan semua services yang lain. > > Siapa yang sangka akan berakibat sedahsyat itu ? Padahal, sebelumnya > akibat yang terjadi paling banter drill pipe kejepit, kalaupun blow out > juga paling beberapa hari. Pertanyaan paling penting lagi, kalo menilik > dimensinya, apa iya sih itu semua keluar dari lubang sekian inches dan > berbulan-bulan pula, jauh lebih besar dari volume reservoir yang > dipetakan, dengan produktivitas yang fenomenal pula. Andang mengatakan > ada hal-hal dalam aktivitas drilling yang salah, saya mau tanya apakah > Anda bermaksud menuduh bahwa si orang itu sengaja bikin gunung lumpur > dengan langkah yang dia/mereka tempuh ? Saya yakin para profesional yang > bekerja di rig mengambil keputusan-2 berdasarkan ilmunya sebagai > tindaknya terbaik agar mencapai hasil pemboran yang baik. Nggak pasang > casing juga ada perhitungannya yang bisa dipertanggungjawabkan, plus > pertimbangan-pertimbangan teknis historis dari pemboran di sumur ybs. > Tapi, bahwa tidak pasang casing adalah melanggar hukum, hukum yang mana? > Apa ada SOP bahwa sekian feet harus pasang casing ? Berapa banyak sumur > yang tidak dipasang casing di Indonesia ini ? > > Namun, terlepas dari semua kontroversi yang muncul, secara umum yang > jelas dalam hal melindungi profesi memang kita kalah langkah dengan > mereka di negara maju. Dalam setiap software, setiap perkerjaan > services, log, processing, interpretasi dan lain-lain mereka selalu > mencantumkan disclaimer, yang menyatakan lepas tanggung jawab dari > akibat-akibat hasil pekerjaannya. Tujuannya melindungi para professional > yang terlibat dari tuntutan hukum, atas dampak tak diinginkan yang tidak > teramalkan sebelumnya. > > Karena disclaimer ini tidak lazim dalam culture eksplorasi di Indonesia, > posisi kaum profesi geologi jadi terjepit, dihadapkan dengan resiko yang > sangat besar, yang sangat tidak sebanding dengan gaji yang diterima. > Menurut saya itulah yang sekarang dalam kasus semacam ini menjadi tugas > pokok IAGI sebagai organisasi profesi: melindungi keselamatan profesi > anggotanya. Kalau itu belum tercantum dalam AD ART ya harus segera > dicantumkan. > > Terima kasih atas perhatiannya. > > SHP. > >