Pak Kabul, proses penyusunan UU PB ini dilakukan sejak 2005. Sebagai lembaga sepertinya tidak terlibat, tetapi beberapa anggota (Pak Amin ITS misalnya) terlibat dalam diskusi-diskusi penyusunan UU ini. Saya juga terlibat dalam proses ini dalam kapasitas saya sebagai staf ahli DPR RI untuk penyusunan RUU ini.
Salam ET Pada tanggal 31/03/07, Kabul Ahmad <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
Tanya: Apakah IAGI turut serta dalam penyusunan RUU ini ? -- Wassalam, KA *DPR Setujui RUU Penangulangan Bencana * Jakarta, 29 Maret 2007 15:30 Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar di Gedung DPR/MPR Senayan Jakarta, Kamis siang, sepakat menyetujui RUU Penaggulagan Bencana (PB) untuk disahkan menjadi undang-undang. Sekelompok pekerja sosial memberi sambutan tersendiri ketika DPR menyetujui RUU ini. Masyarakat Penangulagan Bencana Indonesia (MPBI) membagi-bagikan bunga mawar di luar ruang sidang kepada anggota DPR. Koordinator Aksi MPBI Lia Anggraini menyambut baik lahirnya RUU PB. Mereka pun bertekad akan menyosialisasikan RUU tersebut kepada masyarakat. RUU PB ini, kata Lia, memberi dasar yang formal untuk tindakan penanggulangan bencana dan memberikan dukungan resmi untuk rencana, penataan kelembagaan, tindakan kesiapan serta tindakan tanggap darurat dan lain-lain. Nantinya, UU tentang PB membagi tanggung jawab secara hukum dan ini membantu memastikan bahwa tanggung jawab akan dilaksanakan secara benar. Indonesia membutuhkan ketentuan UU ini karena adanya sebaran permukiman penduduk yang masih bersifat horizontal dan bersinggungan langsung dengan wilayah rentan sehingga terjadi dinamika geologi destruktif. Dengan kata lain, masyarakat hidup bersama berbagi bencana seperti tsunami, letusan gunung api, tanah longsor dan banjir. Indonesia juga memiliki daerah yang secara tektonik sangat labil dan termasuk salah satu pingiran benua yang sangat aktif di muka bumi. Indonesia pun memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, bahkan lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di AS. Gempa tersebut sebagian berpusat di dasar Samudra Hindia dan berpotensi menimbulkan tsunami. Iklim panas dan hujan makin lama makin tidak konsisten karena adanya perubahan suhu udara, gas rumah kaca, kebakaran hutan, polusi udara dan lainnya. Hal ini berdampak pada iklim panas dan penghujan yang sangat ekstrim. *[TMA, Ant*
-- ET Paripurno Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta