Pak Agus,

Wah bravo juga dari saya....Tapi bagaimana untuk yang udah terlanjur tue
seperti anak kuliahan dan msy yah? (hmmm...susah yah?) coz kayanya koran
doan gak mempan yah??? Banyak kawan2 saya malah bingung abis baca
Koran...:-) lempeng lah tektonik lah patahan lah (mungkin justru itu
harus mulai dari anak2)..

 

Kalau untuk Jakarta, Geologi Trisakti sudah buat kalo gak salah 2 kali,
melakukan kunjungan ke SMA2 untuk penyuluhan geologi (sekaligus promote
geologi sih. :-)...)..Kalau ada niatan seperti ini dari IAGI di jakarta,
saya mau lah bantu2 turun ke jalan... 

 

 

Best Regards,

 

Geovani C Kaeng

Halliburton -Jkt

 

________________________________

From: Agus Hendratno [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: May 30, 2007 10:38 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Berita - Ancaman Eksistensial Jawa-Sumatera -
Proses pembelajaran sedang berjalan

 

Untuk pak Supardan, film audio visual tentang bencana, saya ada.
Kebetulan merupakan hasil liputan 6 Potret SCTV, yang copyright
diberikan ke saya. 1. Membahas tentang Berkah dan Bencana Merapi
(Narasumber : Eko Teguh Paripurno, Geologist/ IAGI/UPN/ Kappla); 2
Bumiku patah, cerita tentang gempa jogja, tsunami Aceh, dan kearifan
lokal (Narasumber : GBPH Puger/ Budayawan; Salahudin Husein dan Agus
Hendratno / Geologist/IAGI/UGM); 3 DAPS /Disaster Awareness in Primary
Schols, yaitu Video simulasi evakuasi saat terjadi gempabumi dari
GTZ-Seqip. Sekarang, saya sedang menyiapkan dengan NGO dari German nama
NGO-nya ASB untuk membuat model pembelajaran untuk resiko bencana alam
(gempa, tsunami, longsor, erupsi volkanik) bagi murid-murid SD se-DIY,
dan seabrek kegiatan NGO di Jogja untuk PRB / pengurangan resiko
bencana. 

Karenanya, kemarin 27 Mei 2007, Bapenas - UNDP - Bapeda DIY mencetus
bahwa DIY sebagai Center of Execellence for Disaster Management; dan
state ini didukung oleh semua NGO internasional, nasional, lokal;
masyarakat, Bapenas, pers, akademisi (termasuk geologist di belakangnya,
yang saat dideklarasikan : hadir 3 geologist : Eko Teguh Paripurno, Agus
Hendratno, Arif Rianto).

Oleh karena itu, ada usulan jika bicara mengenai proses pembelajaran
penanggulangan bencana, penanganan bencana, pengurangan resiko bencana,
pendidikan kebencanaan untuk publik dan riset bencana, maka JOGJA bisa
jadi referensi nasional. Sekarang syarat-syarat apa yang diperlukan
untuk menjadi Pusat Unggulan dalam Managemen Bencana, pihak Bapenas dan
UNDP sedang memproses itu. Dibelakang UNDP ini ada 2 geologist yang
terlibat yaitu : Mas Eko Teguh Paripurno / UPN dan Agus Hendratno / UGM.
Dan juga didukung oleh MPBI / Masyarakat Penanggulangan Bencana
INdonesia untuk menjadi JOGJA PEKA, TANGGAP, dan TANGGUH terhadap
BENCANA. Ide-nya apik, tinggal implementasinya yang membutuhkan banyak
energi.

Jadi, proses belajar kebencanaan kepada masyarakat saat ini SEDANG
BERLANGSUNG, tidak begitu saja seperti membalikkan telapak tangan. Dan
sadar bahwa semua ini tergantung dengan media, bahasa, mekanisme
penyampiannnya. Depdiknas sudah paham masalah SUPLEMEN dalam Kurikulum
dikdasmen untuk memasukan Muatan Lokal Kebencanaan. Nah, prinsipnya IAGI
dan geosaintis...khususnya sudah bergerak dan tidak perlu khawatir....

 

salam, agus hendratno

Anggota Tim Kerja Pengurangan Resiko Bencana UNDP

Supardan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

        Mas Rovicky dan teman-teman,

         

        Mumpung mas Vicky lagi menyampaikan masalah geohazard, saya
ingin minta bantuan temen-teman semua. Barusan saya ditanya bos di
kantor, apakah saya punya materi sosialisasi yang lengkap mengenai
gempabumi dan tsunami. Saya jawab kalau yang lengkap sekali, saya tidak
punya. Kemudian beliau bicara terus, dan dari situ saya simpulkan bahwa
yang dihendaki adalah materi sosialisasi yang berbentuk audio-visual,
dilengkapi dengan contoh-contoh kasus nyata seperti gempa/ tsunami Aceh,
gempa Jogja dan gempa/ tsunami Pangandaran.  

         

        Barangkali di antara teman-teman ada yang memiliki bahan
tersebut, atau memiliki informasi dimana saya dapat memperoleh bahan
tersebut, dengan rendah hati kami mohon bantuannya. 

         

        Wass.

         

        Pardan - ESDM Jatim.          
        
         

        On 5/28/07, Dwiyatno Rumlan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


        Bung Vicky, 

        Dalam hal ini, menurut saya, yang terpenting adalah niat dari
pada penulisnya. Kalau penulisnya memang berniat baik, yakni untuk
memperingatkan dan mengedukasi masyarakat akan adanya potensi bencana,
meskipun kemungkinanya sangat kecil, tentunya niatan baik dan tulus
tersebut akan keluar sebagai tulisan yang mengedukasi-menyenjukan, bukan
tulisan yang 'medeni-menakutkan'. Orang akan mudah menerimanya dengan
kearifan. 

         

        Nah golongan penulis kedua, adalah yang menuliskan potensi
bencana dari sudut geoscience tapi niatnya bikin
sensasi-menakutnakuti-bottom linenya menyebabkan keresahan orang banyak,
instabilitas negara. Pokoknya tulisanya dibuat se-bombastis mungkin gitu
lah. 

         

        Misalnya nih, karena didorong oleh plate india-australia, maka
pulau jawa akan menabrak pulau kalimantan. Lho ... hebat orak ?! Karena
niatnya memang cuma bikin sensasi (biasanya kalau yang berbau sensasi
ini, bottom line adalah keuntungan financial, urusan ekonomomoni juga),
tidak ditambahkan informasi kapan hal itu bisa terjadi dan prasyarat apa
saja yang diperlukan untuk bisa terjadinya hal itu. 

         

        Jadi ya, tergantung niatan kita-kita juga, mau membuat
geoscience ini sebagai cara untuk popularitas, hingga sampai dipanggil
Thukul dalam acara Empat-Mata misalnya, atau menggunakan geoscience ini
untuk "memanyu-hayuning-bawono"-untuk kehidupan bersama yang lebih
baik-untuk memaslahatan bersama ...... monggo saja...... 

         

        Lebih kurangnya minta maaf .........

        Salam

         

                ----- Original Message ----- 

                From: Rovicky Dwi Putrohari <mailto:[EMAIL PROTECTED]>  

                To: iagi-net@iagi.or.id ; Forum Himpunan Ahli Geofisika
Indonesia <mailto:[EMAIL PROTECTED]>  

                

                Sent: Monday, May 28, 2007 5:34 PM

                Subject: [TAG] [iagi-net-l] Berita - Ancaman
Eksistensial Jawa-Sumatera - Bagaimana dengan geoscientist ?

                
                 

                Seorang netter memposting dalam komen di Blog sangat
menunjukkan kekhawatiran akan bencana (lihat dibawah).
                
                Tidak bisa dipungkiri bahwa kesadaran masyarakat
Indonesia akan bencana sangat meningkat pasca tsunami dan gejala-gejala
alam yang lain. Ini merupakan momentum pas untuk mengajarkan "ilmu
geologi" ke masyarakat awam. Perhatian masyarakat awam saat ini sangat
besar. Berita di koran Kompas (terlampir) dan juga Pikiran rakyat pekan
lalu, menunjukkan bagaimana media pun menjadikan issue kebencanaan ini
sebagai issue penting. Apalagi tulisannya dihiasi dengan penulis dari
Tokyo, Australia, Amerika ... pasti soal bencana ini akan diutamakan
untuk dimuat di media. 
                
                Berita kebencanaan selalu saja terdengar "njelgurr !"
ketika muncul dimedia saat ini dan selalu dilalap habis oleh pembaca.
Ada dua dampak yaitu ketakutan dan kewaspadaan. Keduanya memang
"thrilling" dan meningkatkan adrenalin.
                
                Saya ngga tahu bagaimana semestinya menjadi geoscientis
menjelaskan fenomena ini ke masyarakat awam? Pembelajaran adanya
fakta-fakta alam memang mencerahkan namun tak dipungkiri kadang-kadang
"menakutkan".  
                
                Yth, Pak Koesoema dan Pak Untung sebagai sesepuh IAGI
dan HAGI mungkin punya pendapat bagaimana semestinya seorang
geoscientist menjelaskan fenomena alam ini, dengan memberikan pencerahan
dan seminim mungkin memebrikan rasa takut (trauma). 
                Bagaimana pula pendapat Kang ADB, Pak Awang, juga pak
ketum IAGI-HAGI ?
                
                RDP
                "Hanya bisa mendongeng"
                
                ===
                bagai mana dengan berita di kompas ini
        
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/26/humaniora/3555770.htm
                
                Sabtu, 26 Mei 2007
                
                Patahan Sunda
                Ancaman Eksistensial Jawa-Sumatera
                
                
                Mu'man Nuryana
                
                Gempa bumi hebat yang mengguncang Pulau Sumatera dan
Jawa dalam tiga tahun terakhir ini adalah sebuah bukti bahwa Patahan
Sunda (Sunda Trench)-salah satu seksi dari Ring of Fire di belahan barat
Pacific rim-telah memperlihatkan aktivitas seismik paling berbahaya. 
                
                Aktivitasnya bisa saja terus berlanjut karena terkait
dengan pergerakan lempeng-lempeng permukaan bumi. Tetapi, bagi penduduk
yang menghuni kedua pulau tersebut dapat menjadi sebuah ancaman serius
terhadap keberlangsungan hidupnya. 
                
                Magnitude gempa bumi di Sumatera dan Jawa bisa saja
melampaui apa yang pernah dialami selama ini, sementara tidak ada orang
yang mampu memprediksi kapan dan bagaimana hal itu terjadi. Dengan
asumsi bahwa penduduk tetap tinggal di situ, maka maksimum yang dapat
mereka lakukan adalah mengurangi risiko bencana. 
                
                Tetapi, sebagaimana yang kita alami sekarang,
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana di Aceh, Nias, Yogyakarta,
Pangandaran, dan Padang yang telah menyedot sumber daya demikian besar,
hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. 
                
                Pemerintah Indonesia terpaksa menangguhkan berbagai
prioritas pembangunan nasional untuk mendahulukan rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca-bencana. Penanggulangan bencana dengan pendekatan
pencegahan juga tidak gampang karena perlu koordinasi, integrasi, dan
sinergi serta pengerahan sumber daya yang luar biasa besar. 
                
                Ongkos penanggulangan bencana alam bisa jauh lebih mahal
dibandingkan dengan pemindahan penduduk secara massal dari daerah rawan
bencana ke wilayah yang relatif lebih aman.
                
                Muasal semua gempa
                
                Patahan Sunda membentang mulai dari Teluk Bengali,
bersambung ke Pulau Andaman dan Nikobar, Sumatera, Jawa, Bali, Lombok
dan seterusnya, berakhir di Tanimbar. Patahan Sunda adalah patahan
vulkanik yang membentuk Kepulauan Sunda Besar dan Sunda Kecil. 
                
                Patahan ini termasuk ke dalam tipe convergent boundary,
di mana dua buah lempeng permukaan bumi-Eurasian Plate dan
Indian-Australian Plate-dalam proses bertumbukan (subduction). Di atas
Sunda Plate inilah terhampar pulau-pulau besar dan kecil, laksana mutu
manikam di khatulistiwa yang dikenal dengan Kepulauan Nusantara, sebuah
kompleks kepulauan terbesar di dunia. 
                
                Patahan Sunda adalah sebuah contoh klasik dari patahan
vulkanik. Deformasi tektonik sepanjang zone subduksi Patahan Sunda
inilah yang menimbulkan gempa bumi di Samudra Hindia tanggal 26 Desember
2004. Begitu pula peristiwa gempa bumi di Nias (28 Maret 2005), di
Yogyakarta (27 Mei 2006), di Pangandaran (17 Juli 2006), dan di Padang
(6 Maret 2007). Semua disebabkan oleh aktivitas Patahan Sunda. 
                
                Masih banyak lagi peristiwa gempa bumi dengan magnitude
lebih rendah yang tidak menimbulkan korban manusia dan kerugian harta
benda, sehingga kurang mendapat perhatian masyarakat. Padahal, ini semua
merupakan tanda-tanda alam yang memberikan peringatan kepada manusia
untuk berpikir. 
                
                Fenomena yang sama muncul pada April tahun 1815 dengan
sebuah ledakan cataclysmic volcano Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, yang
merupakan sebuah letusan paling kuat yang tercatat dalam sejarah. Debu
vulkanik Tambora sampai menutupi langit berbulan-bulan lamanya sehingga
menurunkan temperatur bumi sampai 3 derajat Celsius. 
                
                Meskipun telah setahun pasca-letusan Tambora pada waktu
itu, hampir semua lapisan hemisphere di belahan utara mengalami
temperatur lebih dingin selama bulan-bulan musim panas. Masyarakat di
sebagian Benua Eropa dan Amerika Utara mengenal tahun 1816 itu sebagai
"the year without a summer", akibat tertutupnya permukaan bumi oleh awan
debu dari vulkanik Tambora. 
                
                Ancaman eksistensial
                
                Motivasi tulisan ini sekadar mengingatkan bahwa
aktivitas seismik Patahan Sunda adalah sebuah ancaman paling realistis
dan serius dewasa ini bagi keberlanjutan bangsa Indonesia, terutama bagi
mereka yang tinggal di Pulau Sumatera dan Jawa. 
                
                Di lepas pantai barat Pulau Sumatera dan lepas pantai
selatan Pulau Jawa, terbentang Patahan Sunda yang menakutkan, seperti
dilukiskan dalam konsep mitologi Jawa Kuno; yang menyebut Laut Hindia
sebagai "Laut Kidul" yang penuh misteri karena memiliki palung laut
paling dalam di dunia (7,725 meter) setelah Patahan Diamantina di Lautan
Hindia (8,047 m). 
                
                Subduksi atau benturan antara Eurasian Plate dan
India-Australian Plate itu dikenal dengan Patahan Sunda dengan aktivitas
seismik yang semakin intensif akhir-akhir ini. Apakah fenomena alam ini
perlu dihiraukan atau biarkan saja berlalu bagai air mengalir di sungai?
Jawabannya bergantung pada kita sendiri. Kalau gempa bumi di Pulau
Sumatera dan Jawa dinilai sebagai peristiwa alam biasa, maka kita cukup
menjalaninya saja sebagai sebuah realitas dalam kehidupan sehari-hari. 
                
                Akan tetapi, kalau kita berpikir untuk kepentingan
eksistensi bangsa Indonesia dalam kerangka jangka panjang, maka bencana
alam akhir-akhir ini dapat menjadi sebuah informasi penting bagi kajian
lebih lanjut. Dengan begitu didapatkan sebuah landasan berpikir ilmiah
untuk mendukung sebuah kebijakan nasional berupa migrasi penduduk untuk
kepentingan eksistensi sebuah bangsa Indonesia dalam kerangka jangka
panjang. 
                
                Migrasi besar-besaran
                
                Cukup beralasan bila mulai berpikir tentang konsep
migrasi penduduk dalam skala besar dalam konteks jangka panjang bagi
mereka yang tinggal di Pulau Sumatera dan Jawa ke pulau lain yang
relatif lebih aman. Di dalam Nusantara sendiri, Indonesia memiliki Pulau
Kalimantan dan Pulau Sulawesi yang relatif aman bagi permukiman
penduduk. 
                
                Bahkan, kalau perlu memikirkan bagaimana agar bisa
mengembangkan permukiman penduduk di daerah baru di Benua Australia
bagian utara karena lebih mudah terjangkau dan lebih aman. Benua yang
demikian luas itu belum mampu dimanfaatkan secara optimal oleh
penduduknya untuk permukiman dalam skala besar. 
                
                Benua itu pada hakikatnya adalah tanah milik bangsa
Aborigin yang serumpun dengan bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Hanya
karena konsep kolonialisasi yang diterapkan oleh pemerintah kolonial
sehingga muncul batas-batas antarnegara, di mana penduduk serumpun sudah
tidak bisa lagi saling bersilaturahmi dan berbagi tanah bagi kehidupan
bersama. 
                
                Bangsa-bangsa Eropa (Inggris, Portugis, Spanyol,
Perancis, Belanda, Irlandia) bisa mengembangkan permukiman dalam skala
massal (koloni) di luar wilayah negara mereka, yakni Amerika Utara,
Kanada, Asia (Canton, Hongkong, Macao), Australia, dan Afrika (Afrika
Selatan), dan Pulau Timor. Kenapa bangsa-bangsa Asia Tenggara tidak
boleh melakukan hal yang sama dengan motivasi yang lebih mulia, yakni
kemanusiaan? Kalau dahulu bangsa Eropa melakukan ekspansi karena alasan
ekonomi dengan menguasai sumber daya alam, tetapi kita dapat melakukan
hal yang sama atas dasar keselamatan dan eksistensi manusia. 
                
                Kerja sama internasional dapat membuka ruang bagi kita
untuk memperoleh hak hidup lebih layak dan aman. Apa artinya warga dunia
menyebut dirinya sebagai "komunitas global" kalau dalam situasi
kesulitan seperti yang kita hadapi mereka tidak mampu memberikan solusi
yang lebih adil.... 
                
                Mu'man Nuryana Peneliti Tamu di Hosei School of Policy
Sciences, Universitas Hosei, Tokyo
                
                -- 
                http://rovicky.wordpress.com/ 

         

 

  

________________________________

Get the Yahoo! toolbar and be alerted to new email
<http://us.rd.yahoo.com/evt=48225/*http:/new.toolbar.yahoo.com/toolbar/f
eatures/mail/index.php> wherever you're surfing. 

----------------------------------------------------------------------
This e-mail, including any attached files, may contain confidential and 
privileged information for the sole use of the intended recipient.  Any review, 
use, distribution, or disclosure by others is strictly prohibited.  If you are 
not the intended recipient (or authorized to receive information for the 
intended recipient), please contact the sender by reply e-mail and delete all 
copies of this message.

Kirim email ke