Pak Leo,
ini saya coba posting lagi, yang dulu pernah diposting di iagi-net bulan mei
2005.
Semoga membantu.
Salam,
Teguh.


Kisah tentang minyak di Malaysia (dulu Malaya) dimulai di Miri, daerah

perkampungan kecil nelayan, yang terletak di dekat lepas pantai Sarawak, di

bagian barat pulau Kalimantan. Adanya minyak diketahui dari hasil

rembesan-rembesan minyak yang sampai ke permukaan tanah, dan digunakan oleh

penduduk sebagai obat sakit tulang maupun otot, dan juga untuk penerangan.

Dimungkinkan karena adanya keperluan yang meningkat dan juga perdagangan di

akhir abad ke 19, kemudian banyak sumur digali di dekat rembesan-rembesan

minyak tersebut untuk keperluan yang lebih komersial.

Pada tahun 1882, Claude Champion de Crespigny, seorang Resident yang

berkedudukan di Baram, mencatat temuannya tentang penduduk daerah tersebut

yang menemukan sumur minyak. Paling tidak ada 18 sumur minyak dangkal yang

sedang mengalirkan minyaknya saat itu. Temuannya itu dilaporkan kepada

Rajah Charles Brooke, 'The Second White Rajah of Sarawak'. Raja berkulit

putih yang kedua, keponakan dari James Brooke, 'The First Rajah of

Sarawak', seorang petualang Inggris yang karena keberanian dan

kepiawaiannya dapat menjadi seorang penguasa di daerah Sarawak, dan

bergelar Rajah of Sarawak di tahun 1841.

Baru pada tahun 1909 konsensi pengelolaan minyak dikeluarkan oleh Rajah

Sarawak dan diberikan kepada Anglo-Saxon Oil Company, perusahaan

cikal-bakal Royal Dutch/Shell group. Kemudian Josef Theodor Erb mengadakan

pemetaan permukaan, dan menyimpulkan bahwa minyak akan terakumulasi di

puncak suatu antiklin yang berada di puncak bukit yang bernama Canada

(Canada Hill) di Miri.

Penduduk setempat terheran-heran dengan pendapat bahwa minyak akan terdapat

diatas bukit, dan berdasar kepercayaan mereka, adalah tabu mendirikan

menara pemboran diatas bukit. Menurut pengalaman mereka dari jaman nenek

mojang dahulu bahwa akumulasi minyak akan terdapat di daerah rawa-rawa

dibawah bukit, bukannya diatas bukit.

Rencana pemboran tetap diteruskan, dan sumur mulai ditajak pada tanggal 10

Agustus 1910, dengan menggunakan apa yang disebut sebagai 'old cable tool'.

Pemboran dengan cara seperti itu sangat lambat, tapi pada akhirnya, tanggal

22 Desember 1910, pada kedalaman 138 meter, mereka menjumpai minyak. Lebih

dari empat bulan sejak dimulainya pemboran !!! Sumur tersebut, 'Miri-1

well', berproduksi sebanyak 88 BOPD, dan kejayaan produksi minyak dan gas

Malaya (sekarang Malaysia) telah dimulai.

Batuan reservoirnya berumur 'Miocene Tengah' dari suatu formasi yang

kemudian dinamakan sebagai 'Miri Formation atau 'Lower Cycle V'

(terminology Shell). Reservoirnya diendapkan di lingkungan 'littoral to

inner neritic shallow marine environment'. Di tahun 1929, 500 sumur minyak

telah di-bor sehingga mencapai puncak produksi sebanyak 15,000 barrel

minyak per-hari. Di akhir tahun 1971, produksi lapangan minyak Miri tinggal

90% air dengan 675 barrel minyak per-hari. Lapangan minyak Miri telah

ditutup pada 20 Oktober 1972, setelah lebih dari 60 tahun diproduksi,

dengan total produksi sebanyak 80 juta barrel minyak. Monument untuk

mengenang penemuan minyak tersebut telah didirikan di lokasi sumur Miri-1

atau nama lainnya adalah 'The Grand Old Lady'.



On 6/21/07, Leonard Lisapaly <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Kalo boleh dapat info lebih lengkap : Kapan sejarah eksplorasi Indonesia
dimulai, dan kapan sejarah eksplorasi Malaysia dimulai?

Thanks,
LL

-----Original Message-----
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, June 21, 2007 8:04 AM
To: [EMAIL PROTECTED]; iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan
Ahli
Geofisika Indonesia
Subject: [iagi-net-l] Re: [Oil&Gas] Raport merah lima tahunan migas di
Indonesi

Maaf Mas Zein, kalau saya malah membuat bingung :)
Tapi menurut seorang guru, bingung itu tanda-tanda orang berpikir :)

On 6/21/07, Zein Wijaya <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>    Terus terang jadi agak bingung nich untuk memahami isi tulisan Pak
Rovicky (mohon pencerahannya krn saya agak tulalit ), di satu sisi Pak
Rovicky mengatakan UU Migas menyebabkan menurunnya investasi, di satu sisi
banyak opini dalam mailing list bahwa investor asing hanya mengeruk hasil
bumi Ind untuk dibawa ke luar negeri, di sisi lain, pemerintah dan kita
semua
berteriak bahwa produksi migas kita semakin menurun dan tidak ada kenaikan
yg
signifikan dalam reserve...
>

Mas Zein,
Konteks investor ini bisa diartikan investor asing dan juga investor
lokal (dalam negeri). Dalam hal ini tentunya materi duwitnya yang
diutamakan. Sedangkan "pengelolaa" juga bisa orang asing (bule) atau
orang Indonesia, jelas disini manusianya.

Konteks Cepu adalah konteks pengelola, duwitnya bisa saja Pertamina
meminjam bank asing maupun bank lkal sebagai sumber duwit
modalnya/investasi.

Dalam kaitannya dengan UU-MIGAS yang "dituduh" sebagai pemicu
menurunnya investasi tentunnya investasi secara keseluruhan dalam
pembelanjaan untuk kebutuhan investasi didunia migas. Investasi bisa
dari asing maupun dari luar. Kalau dikaitkan dengan jumlah sumur,
sepertinya tidak terlalu signifikan, karena jumlah sumur tidak merosot
tajam. Justru penemuannya yang meorost tajam (volumetrik).

Nah ketika bebicara lebih baik dikelola sendiri itu bisa saja
diartikan atau diasumsikan kemampuan teknis manusia Indonesia dalam
mengelola industri ini. Tetapi kalau kita kembalikan ke konteks
tulisan saya sebelumnya ternyata ada raport merah dalam
explorasi-produksi dalam periode limatahun terkahir ini.

Sebenernya ada yang aneh kalau kita memasukkan faktor investasi dan
pengelolaan ini. Kalau sumur2 yang dibor itu masuk "cost recovery"
apakah dimasukkan dalam kkelompok investasi dari asing atau investasi
lokal ? Uang yang dipakai untuk mengebor eksplorasi termasuk capital
yang akan dikembalikan pada tahun yang sama kan ? (cmiiw).

Dalam satu sisi saya bisa melihat bahwa sepertinya investasi
menggunakan dana sendiri tetapi dikelola oleh pihak asing. Jadi
duwiknya duwik kita tetapi dikontrol oleh prang lain. Looh piye iki ?

>    Pertanyaan saya : kenapa pemerintah enggak memberikan saja kesempatan
kepada pertamina untuk melakukan explorasi migas di seluruh blok di
Indonesia.
>    BPMIgas tidak perlu membuka tender blok blok kepada investor asing,
berikan aja tender blok kepada pertamina dan perusahaan minyak
nasional....khan kita udah punya kemampuan mengelola sendiri lapangan
migas...Man power kita cukup handal menaikkan cadangan minyak di negara
lain....tarik aja semua GGE Indo yg ada di luar negeri dengan bayaran yg
sama
dengan expat....
>    Ini untuk membuktikan theori dan wacana yg selama ini berkembang,
bahwa
negara kita sudah punya kemampuan untuk mengelola sendiri kekayaan
alamnya...tidak perlu bantuan asing...

Pertanyaan anda cukup bagus nih, sayangnya saya ngga punya data
lengkap khusus Pertamina, jadi saya tidak dapat melakukan assesment
khusus Ptm.
Nah kalau saja mas zein berkenan coba saja membuktikan kemampuan
Pertamina dalam pengelolaannya. Berapa jumlah migas yang dihasilkan
oleh Pertamina selama ini baik sisi produksi maupun rate discovery
(volumetric maupun numbers of wells).
Sepintas menurutku, Pertamina memilki kemampuan dalam E&P, tetapi
duwiknya Pertamina ini "mungkin" masih dikelola dep Keu. Jadi ya
seperti yang banyak dikeluhkan kawan-kawan Pertamina kepalanya lepas
buntutnya dipegang :)

Mengapa Pemerintah tidak membesarkan pertamina ? Wah ini beyond my
knowledge, dan diskusinya nanti melebar ke politik, aku ndak ngerti
soal politik dan kepentingan yg ada disitu. Namun secara tehnis Saya
yakin Pertamina mampu.
Pertanyaan selanjutnya, sberapa mampu ? Apakah" seluruh Indonesia ?
atau sebagian saja itu perlu penelitian lebih lanjut, tentu saja.

>    Karena selama ini wacana yg berkembang : Kalo pihak asing udah
menemukan
cadangan minyak besar, biasanya akan timbul opini, kenapa sich harus
dikelola
pihak asing , enggak dikelola sendiri oleh kita..
>

Dikelola sendiri atau dimodali sendiri ?
Modal sendiri milik orang Indonesia mungkin cukup banyak, hanya saja,
investor lokal masih jarang yang terekspose dalam dunia migas. Namun
saat ini sudah mulai investor2 lokal yg mencoba berkiprah dalam
industri padat modal dan berisiko.
Dikelola sendiri, ya tentusaja perlu GGE tambahan juga, kan ?

>    Mohon pencerahannya karena saya bingung dengan situasi yg
ada...bagusnya
solusinya  gimana dong untuk menaikkan produksi migas Indonesia :
>    - menarik investor terutama investor asing sebanyak banyaknya (tapi
banyak opini yg bilang kita tidak perlu investor asing krn mereka hanya
mengeruk kekayaan alam kita)
>    - menarik pulang GGE kita yg bertebaran di luar negeri untuk sama
sama
meningkatkan produksi migas
>    - atau ???

Yang saya tahu permasalahan kompleks seperti ini tidak mungkin bin
impossible untuk diseleseikan dalam tiga atau empat kali seminar.
Hanya satu demi satu yang bisa dilakukan. Dan setiap opini (termasuk
tulisan saya) hanyalah menyetuh satu sisi kecil saja, yaitu soal
"braindrain". Sangat jelas bisa terlihat bahwa ada hubungan
korelasional (temporal) antara braindrain dengan volume discovery.
Tetapi juga ada kemungkinan penjelasan lain karena ternyata sumur
eksplorasi yang dibor di daerah yg sudah berproduksi, yang
konsekuensinya hanya berpotensi (prospect sizes-nya) kecil.

Menarik atau menolak investor ?
Seperti yang saya tulis sebelumnya hal ini akan sangat panjang. Namun
satu yang terpenting seharusnya mana yang terbaik buat negara (rakyat
dan pemerintah nya). Juga tentusaja harus dimengerti bahwa hal ini
tidak bisa digeneralisasikan untuk segala aspek.

Menarik GGE dari LN ? Aku bilang sih jauh lebih sulit ketimbang
menahan yang akan keluar. Tetapi disisi lain, yang masih berada
didalam setelah dinaikkannilai belinya" supaya setara dengan
rekan-rekan yg hengkang kok ya tidak menunjukkan perforemance dalam
volumetric discovery maupun produksi ?

Saya memang mendengar ada usaha PTM menarik GGE ini tetapi sepertinya
masih belum sepenuhnya berhasil.

>    Mohon pencerahannya

Maaf kalau masih butek :)

rdp
--
http://rovicky.wordpress.com/


----------------------------------------------------------------------------
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to
[EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------


----------------------------------------------------------------------------
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to
[EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------


Kirim email ke