Ada banyak yang tidak cocok utkgaji lokal dari database yang saya miliki. Ada buah simalakama ketika berbicara gaji ekspat. Bagi saya gaji beraapun ngga masalah, asalkan disesuaikan dengan perolehan perusahaan. Atau asalkan perforemance si pegawai entah asing maupun lokal sesuai yang diharapkan.
Satu sisi yang harus diperhatikan adalah employement status. Ada yang bergaji sehari 1000-1500 US$/hari tetapi karena statusnya kontrak bukan permanen. Dan kontranyapun hanya 3-6 buan saja. Ini sakjane ya wajar saja. Juga harus diingat bahwa angka 1000-1500 US$/day ini seringkali dirancukan antara angka yg diterima si pegawai dengan angka billing perusahaan. Biasanya perusahaan memotong 30-60% untuk biaya admin perusahaan (bodyshop/supplier). Sehingga angka yg diterima si pegawai tidak sebesar itu. Disisi yang lain ... yang sering terlupa Bukan gaji ekspat ketinggian tapi gaji lokal yang kekecilan ... wupst !! btw, enak untuk dibaca-baca ... hef e nais dei ! RDP "harusnya lebih bangga menggaji gede ketimbang menggaji kecil demi keuntungan usaha" =========================================================== PENGHASILAN EKSPATRIAT TERLALU TINGGI, Pemerintah Atur Gaji Sektor ESDM ------------------------------ *Saturday, 30 June 2007 01:49:00* *JAKARTA, Investor Daily * Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini mengkaji standar gaji tenaga kerja di setiap kontraktor kerja sama (KKS). Sebab, terjadi ketimpangan yang sangat menyolok antara gaji tenaga kerja nasional dan ekspatriat. Sebagai contoh, untuk level direktur utama, gaji tertinggi yang dinikmati ekspatriat mencapai Rp 295 juta, sedangkan dirut lokal hanya Rp 130,5 juta. Untuk level direksi, gaji tertinggi kespatriat sebesar Rp 245,8 juta, sedangkan lokal Rp 104,4 juta. "Kami tengah menyusun semacam standar atau patokan ketenagakerjaan di sektor migas, baik mengenai umur maupun gaji," ujar Direktur Jenderal Migas Departemen ESDM Luluk Sumiarso kepada *Investor Daily * di Jakarta, baru-baru ini. Untuk hal ini, Departemen ESDM berkoordinasi dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans). Menurut dia, gaji tenaga ekspatriat cenderung lebih tinggi karena umumnya mereka membawa keluarganya ketika datang ke Indonesia sehingga perusahaan harus menanggung tunjangan keluarga. Selain itu, ekspatriat memiliki kompetensi yang dibutuhkan, sementara tenaga kerja nasional belum mempunyai keahlian seperti itu. Namun, adanya kesenjangan tersebut menyebabkan banyak tenaga kerja nasional 'lari' ke luar negeri atau ke perusahaan asing yang memiliki standar gaji lebih tinggi. Luluk mengatakan, gaji menjadi salah satu variabel untuk penghitungan biaya produksi yang harus ditagihkan ke pemerintah. "Karena itu, ya jangan asal menerima begitu saja apa yang diusulkan KKS. Kalau masih wajar tidak apa-apa, tapi kalau besarnya gaji kelewatan, pihak yang berwenang (BP Migas) harus bisa menolak," jelasnya. Secara terpisah, Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Kardaya Warnika mengatakan, pihaknya telah meminta para KKS agar tidak terlalu royal memberikan gaji atau fasilitas kepada ekspatriat. Saat ini, gajinya terlalu besar sehingga menimbulkan kesenjangan dengan tenaga kerja nasional. Kardaya juga merasa miris ketika mengetahui pengeluaran seorang ekspatriat di salah satu KKS mencapai 50% dari pengeluaran seluruh pekerja. Untuk menekan *cost recovery *, kata dia, pihaknya meminta KKS agar lebih mengakomodasi tenaga kerja nasional. Menurut Kardaya, peraturan resmi pemerintah tentang sistem ketenagakerjaan di KKS belum ada, namun BP Migas telah membuat aturan tersendiri. Dalam aturan itu, posisi yang sudah bisa diisi oleh tenaga kerja nasional tidak boleh diisi oleh tenaga ekspatriat. "Kami juga mewajibkan KKKS setiap tahun harus mengurangi ekspatriatnya hingga 50%," katanya. * Bertambah * Menurut BP Migas, jumlah tenaga kerja KKS (termasuk PT Pertamina EP) pada 2006 adalah 26.637 orang, yakni 24.568 orang tenaga kerja nasional dan 1.069tenaga ekspatriat. Pada 2005, jumlah tenaga kerja mencapai 25.266 orang, yakni 24.252 tenaga kerja nasional dan 1.014 ekspatriat. Penambahan jumlah tenaga ekspatriat sepanjang 2004-2006 umumnya terjadi pada KKS yang belum berproduksi (tahap eksplorasi) karena adanya kontrak wilayah baru. Kardaya mengatakan, program pengembangan tenaga kerja nasional harus menjadi komitmen semua KKS. Agar program berjalan efektif, telah diluncurkan *career development monitoring * (CDM). Tujuannya, menilai kesungguhan KKS dalam mengutamakan penggunaan dan pengembangan tenaga kerja nasional. Dalam konteks itu, ada evaluasi program suksesi tenaga ekspatriat dengan tenaga kerja nasional serta program internasionalisasi tenaga kerja nasional. Sepanjang 2004-2006, kata Kardaya, jumlah tenaga kerja nasional yang berhasil distandarkan dengan sistem internasional meningkat signifikan. Pada 2004 hanya 25 orang, namun pada 2005 menjadi 47 orang dan pada 2006 menjadi 52 orang. Suksesi dari tenaga ekspatriat ke tenaga kerja nasional juga meningkat, secara berturut-turut adalah 18, 39, dan 44 orang. Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Ari Hernanto Soemarno mengatakan, jumlah tenaga ekspatriat yang dipekerjakan perseroan tidak lebih dari 1% dari total 18.700 pekerja. Ari mengakui, tenaga ekspatriat tetap diperlukan, sebab tidak semua kompetensi pekerjaan eksplorasi dan produksi migas bisa dipenuhi tenaga kerja nasional. Juru bicara ExxonMobil Oil Indonesia (EMOI) Deva Rahman mengatakan, sebanyak 95% dari 1.600 tenaga kerja EMOI adalah nasional. Deva mengakui, gaji ekspatriat di EMOI jauh lebih tinggi dari tenaga kerja nasional. Sebab, mereka membawa seluruh keluarganya, sehingga tunjangan yang harus diberikan juga jauh lebih besar. "Tapi, sebaliknya, kalau ada tenaga kerja nasional yang kita kirim ke luar Indonesia juga diperlakukan serupa," paparnya. Berdasarkan penelusuran *Investor Daily *, karyawan biasa di Cevron dengan masa kerja di bawah 30 tahun mendapat gaji Rp 10,3 juta per bulan, Total E&P Rp 5,4-13,3 juta, ConocoPhilips Rp 6,1-10,2 juta, dan Pertamina Rp 3,8-8,1 juta. Biasanya, terdapat perbedaan gaji yang signifikan antara *field officer *dan *nonfield officer *. Total misalnya, akan membayar *field engineer *-nya di angka Rp 12 juta, yang kerjanya berpanas-panas di *rig * dua minggu *on *dan dua minggu *off *. Sementara itu, untuk *nonfield * jatuh iangka Rp 4-5 juta. * Lebih Tinggi * Sumber *Investor Daily * yang menjadi *partner * di sebuah perusahaan *headhunter * mengatakan, pekerja ekspatriat yang bekerja di perusahaan migas asing yang beroperasi di Indonesia mendapatkan gaji 30-50% lebih besar dari pekerja lokal asal Indonesia. Dia mengatakan, eksekutif level direktur utama ekspatriat yang bekerja di perusahaan Blok Badak di Kalimantan Timur seperti Total, Vico, Eni bergaji mencapai kisaran EURO 180-300.000 per tahun, atau sekitar Rp 2,124-3,540 miliar per tahun atau Rp 177-295 juta per ulan, dengan asumsi kurs EURO 1 sama dengan Rp 11.8000. Sementara itu, untuk level direktur ekspatriat bergaji EURO 150.000-250.000per tahun, atau sekitar Rp 1,770-2,950 miliar per tahun atau Rp 147,5-245,833 juta/bulan. Ekspatriat yang bekerja di perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia pada level general manager/manager gajinya US$ 6.000-12.000/bulan atau sekitar Rp 52,200-104,400 juta/ bulan. Sedangkan posisi komisaris umumnya diduduki orang lokal. Menurut dia, gaji ekspatriat lebih 50% tinggi dari gaji tersebut lagi, jika bekerja di kantor pusatnya atau di wilayah kawasan tertentu ( *region area *), misalnya Asia Pasifik. "Gaji ekspatriat yang bekerja di negaranya atau region area bisa mencapai lebih EURO 300.000 per tahun," katanya. Itu belum termasuk tambahan fasilitas lain seperti keanggotaan *club * ekslusif agar bisa bergaul, pengawal, kendaraan, fasilitas perumahan, asuransi, dan fasilitas umum lainnya. Sebagai perbandingan, gaji pekerja lokal di perusahaan asing migas yang beroperasi di Indonesia untuk level komisaris Rp 40-120 juta per bulan, dirut US$ 15.000/bulan atau sekitar Rp 130,5 juta/ bulan, direktur lebih rendah 20-40% dari dirut atau US$ 9.000-12.000/bulan atau sekitar Rp 104,4 juta/bulan, GM/manager dikurangi 30-50% atau US$ 5.000-7.000/bulan atau Rp 43,5-60,9 juta/nulan, *fresh graduate * untuk S1 geologist Rp 2-3 juta/bulan, dan berpengalaman Rp 5 juta/bulan. Dia mengatakan, pekerja lokal yang bekerja di perusahaan asing biasanya mendapatkan gaji standard dengan ukuran biaya hidup mencukupi atau lebih sedikit di Indonesia, plus mobil, dan perumahan, dan fasilitas tunjangan umum lainnya. Menurut sumber, walaupun gaji pekerja lokal di perusahaan asing masih lebih kecil 50% dari pekerja ekspatriat, itu sudah lebih baaik dibandingkan tahun 1970-an. Saat itu, gaji pekerja asal Indonesia hanya sekitar 10% dari pekerja ekspatriat yang bekerja di perusahaan asing migas yang bekerja di Indonesia. *(ari/lim/dr) * -- http://rovicky.wordpress.com/