Mungkin judulnya diubah saja :

Ingin hidup di surga ? ... JADILAH EXPATRIATE !

hef e nais dey
rdp

On 7/17/07, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Jadi ikutan nimbrung :
katanya  " Tangan Diatas Lebih Baik daripada Tangan yg di Bawah"
Nah , mungkin kita perlu mengusahakan untuk  mempunyai tangan
yang diatas. shg tdk nyadong terus..
ISM

> Maaf pak/bu, saya jadi geli juga baca uneg2 yg dirilis
> dibawah, dan berikut sedikit komen saya;
>
> Mungkin Orang Cina di Beijing juga nggerundel kepada saya,
> kok enak banget ya Rendra yang juga orang Indonesia (Asia),
> disamakan dg
> predikat expatriate, diberi gaji sama dengan western(bule)
> dapat
> fasilitas apartement, sport club, kemana mana diantar
> supir....uenak'e rek....(Data kasar: ada hampir 600 org
> geologi Indonesia bekerja di Seluruh Dunia, dari Malaysia
> sampai ke Ethiopia dan dari Kazaktan
> hingga ke New Zealand sana).
>
> Menurut saya pak, kalo kita mau senikmat  bule2 itu, kita
> harus berani meniru cara bule2 itu....Kita tdk perlu merasa
> jadi apriori dan
> sensitif tak beralasan seperti ini (celetuk anak muda
> sekarang "
> resek"); mengatakan diri seperti budak lah, bukan tuan
> dinegeri
> sendiri dll,  itu sia2, mubazir, malu ah...bayangkan apa
> komentar
> bule2 yg pandai berbahasa Indonesia.  Zaman sdh berubah pak,
> bisnis dan politik selalu seiring sejalan.
>
> Tengok saja "Sumatera" aja udah digadaikan ke Singapura oleh
> empat petinggi negeri ini demi uang/bisnis dan politik....
>
>
> Koreksi:
> Seorang foreign engineer di Jakarta misalnya, menurut
> standar
>> Bappenas, mendapatkan gaji sekitar US $5.000,00 per tahun.
>> (PERBULAN 'KALI) Sebaliknya orang Indonesia, dengan
>> kualifikasi sama hanya menerima sebesar $500,00 saja (
>> KAYAKNYA UNTUK FRESH GRADUATE DECH....)
>
> dan kalo si Bule itu digaji 5.000/bln, ya...masih lebih baik
> Geologist Indonesia  bekerja di Malaysia dg gaji
> 6000-8000/bln...(tanya pak
> sesepuh di Negeri Melayu itu)
> Udah segitu aja dulu ach...
>
> Wassalam,
> Rendra.A
>
>
>
> On 7/16/07, Ery Arifullah <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>> Saya juga prihatin dengan cerita dari mas Minarwan. Intinya
>> disini adalah masalah bayaran/gaji/uang. Saya yakin
>> seberapapun bayaran/gaji kita tidak akan menyelesaikan
>> masalah. Masalah yang jauh lebih penting adalah HARGA DIRI.
>> Kasarnya: kita jadi "budak" di negeri sendiri bukan "tuan"
>> di negeri sendiri kan?
>>
>> Saya berpendapat kalau memang kita merasa bangsa yang
>> "merdeka" kenapa kita tidak bertindak merdeka sesuai fungsi
>> kita masing-masing. Kalau kita memang "merdeka" kenapa kita
>> tidak melakukan bargaining2 politik dengan pemerintah?
>> kalau kita juga kalah bargainning kenapa tidak kita rubah
>> saja dulu "mindset" kita menjadi orang yang memang
>> benar-benar "merdeka".
>>
>> Sejak jaman Belanda pendidikan kita memang disetting
>> sebagai pemasok tenaga kerja/serdadu? murah dan bisa
>> diper"budak". Sebenarnya tujuan pendidikan menurut Ki Hajar
>> Dewantara adalah MEMERDEKAKAN fisik, mental, emosional
>> kita. Artinya kita memang harus benar-benar MERDEKA tidak
>> diperbudak oleh rasa takut, pekerjaan apalagi diperbudak
>> oleh uang. Coba lihat sekililing kita terlalu banyak
>> orang-orang  kita adalah "budak-budak" berpendidikan.
>> Daripada minta bayaran tinggi lebih baik dibayar dibawah
>> standar expatriat daripada  dipecat dari perusahaan
>> "mereka", iya nggak?. Mereka punya bargainning tinggi
>> karena perusahaan asing itu memang "punya" para kapitalis
>> itu. Mereka tahu benar kelemahan kita.
>>
>> Sebagai ikut sumbang pikiran: lebih baik terlebih dahulu
>> jadikan fisik, mental dan emosional kita MERDEKA secara
>> utuh. Jadilah pekerja-pekerja berpendidikan bukan
>> "budak-budak" berpendidikan. Saya kira perbedaannya jelas
>> sekali tanpa bisa kita sadari dan lihat langsung. Tapi
>> itulah kenyataannya.
>>
>> Salam,
>> Ery
>>
>>
>>
>> Nataniel Mangiwa <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>> Salam prihatin..
>> NM
>>
>> Sumber:
>> http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20070710204429>>
>> Oleh : Vima Tista Putriana
>>
>> 10-Jul-2007, 22:13:03 WIB - [www.kabarindonesia.com]
>>
>> KabarIndonesia Tiga setengah abad berada di bawah
>> penjajahan Belanda yang sangat tidak beradab telah membuat
>> bangsa Indonesia tumbuh
>> menjadi bangsa yang "rendah diri". Meskipun sudah lebih
>> dari 60
>> tahun merdeka, tetapi sindrom "mental bangsa terjajah" ini
>> tetap belum hilang. Masih saja merasa diri belum sejajar
>> dengan bangsa lain.
>>
>> Satu contoh sederhana keminderan ini terlihat dari
>> diskriminasi
>> tingkat gaji yang sangat tinggi antara expatriate dan anak
>> negeri sendiri. Para expatriate di Indonesia digaji 10 kali
>> lipat dari
>> orang Indonesia meskipun dengan tingkat pendidikan,
>> kemampuan,
>> tanggung jawab dan kinerja yang sama.
>>
>> Seorang foreign engineer di Jakarta misalnya, menurut
>> standar
>> Bappenas, mendapatkan gaji sekitar US $5.000,00 per tahun.
>> Sebaliknya orang Indonesia, dengan kualifikasi sama hanya
>> menerima sebesar $500,00 saja. Tidak jarang dalam suatu
>> proyek, meskipun
>> dengan kualifikasi pendidikan lebih tinggi semisal MSc atau
>> PHd, orang Indonesia digaji tetap lebih rendah dari
>> expatriate yang cuma BSc (Rahardjo,2006).
>>
>> Di samping gaji tinggi, biasanya expatrite juga mendapat
>> berbagai fasilitas berlimpah seperti berkantor di kawasan
>> segitiga mas
>> (Sudirman, Thamrin dan Kuningan), tempat tinggal di
>> apartemen mewah, keanggotan di club-club olah raga dan
>> hiburan elite dan lain-lain.
>>
>> Intinya mereka sangat dimanjakan, sehingga tidak salah
>> kalau
>> dikatakan Indonesia adalah syurga bagi para expatriate.
>> Sebenarnya tidak masalah jika expatriate digaji sedemikian
>> tinggi jika memang memiliki kemampuan unik yang tidak
>> dimiliki oleh orang Indonesia dan betul-betul dibutuhkan.
>> Tetapi jika kemampuan dan
>> kinerja sama, lalu digaji lebih tinggi hanya karena
>> statusnya bule, sungguh tidak logis menurut cara fakir
>> orang yang berjiwa "merdeka".
>>
>> Jika pemerintah atau perusahaan harus membayar mahal hanya
>> untuk status ke-bule-an saja, bukankah ini standar yang
>> sangat stupid. Ketika jasa seseorang dihargai cuma 1/10
>> dari koleganya, hanya
>> karena dia orang INDONESIA, berarti sungguh malang menjadi
>> orang Indonesia.
>>
>> Mirisnya lagi, yang mengeluarkan standar gaji yang sangat
>> diskriminatif ini adalah Bappenas-Pemerintah Indonesia
>> sendiri.
>> Berarti pemerintah Indonsia melecehkan rakyatnya sendiri,
>> menganggap bodoh bangsanya sendiri. Ini sungguh bertolak
>> belakang dari peran yang seharusnya dimainkan oleh
>> pemerintah.
>>
>> Bukankah pemerintah suatu negara seharusnya menyokong
>> rakyatnya, mendorong mereka supaya bisa maju, jika belum
>> mampu difasilitasi supaya mencapai kualifikasi sama dengan
>> expatriate. Singkatnya
>> memberi kesempatan seluas-luasnya kepada anak bangsa untuk
>> bisa
>> berkembang dan mengekspolasi potensinya.
>>
>> Kenyataan di lapangan menunjukkan tidak selalu yang bernama
>> bule lebih pintar dari orang Indonesia. Banyak diantara
>> mereka memiliki kemampuan biasa-biasa saja. Malah mungkin
>> di negaranya berada pada lapis ke-3 atau 4, tapi di
>> Indonesia mereka disanjung sedemikian rupa, mendapatkan
>> posisi yang sangat bagus dan hidup mewah.
>>
>> Keadaan ini tidak hanya berlaku di dunia bisnis, tetapi
>> juga pada proyek-proyek pemerintah. Suatu kali tim peneliti
>> dari UGM mendapat tugas membuat perencanaan daerah wisata
>> pulau Jemur, di Kabupaten Rokan Hulu Riau. Sebagai arsitek
>> dan perencana local, tim ini hanya mendapat dana sebesar
>> 500 juta rupiah untuk jangka waktu 6 (enam) bulan.
>> Sementara ada satu kabupaten lain yang lebih percaya pada
>> konsultan dari Singapura harus mengeluarkan anggaran
>> sebesar 3
>> milyar rupiah.
>>
>> Saat hasil penelitian dan perencanaan sama sama
>> dipresentasikan, ternyata perencanaan yang dibuat tim
>> peneliti UGM tidak kalah bagus dari konsultan Singapura
>> yang dibayar enam kali lipat lebih tinggi. Malahan
>> perencaanan UGM terlihat lebih menyentuh apa yang
>> dibutuhkan masyarakat karena mereka memadukan dengan metode
>> Partisipatory
>> Planning sehinga mereka tahu betul apa keinginan
>> masyarakat.
>>
>> Sebenarnya kita sendiri yang menempatkan para expatriate
>> pada posisi yang sangat tinggi, menyanjung mereka
>> sedemikian rupa, begitu
>> percaya dan yakin mereka lebih baik, dan lebih berkualitas.
>> Sebaliknya tidak memberi perlakuan sama kepada bangsa
>> sendiri.
>> Secara umum di seluruh dunia, expatriate memang digaji
>> lebih tinggi dari pekerja lokal, namun perbedaannya tidak
>> separah di Indonesia. Di Silicon Valley misalnya, gaji
>> seorang software engineer
>> (expatriate) dua kali pekerja lokal, termasuk jika
>> expatriate-nya orang Indonesia (Patriawan, 2006).
>>
>> Pemerintah Indonesia sepertinya tidak yakin dengan
>> kemampuan
>> sendiri. Inilah warisan mental Inlander (sindrom minder,
>> rasa rendah diri, dan inferior) dari Belanda (Yulianto,
>> 2007). Padahal fakta membuktikan banyak anak-anak Indonesia
>> yang brilliant malah
>> dimanfaatkan oleh orang luar negeri. Bukankah banyak
>> jebolan ITB yang menjadi enginer-nya perusahan-perusahan
>> minyak dunia di Houston misalnya, yang dikenal sebagai kota
>> minyak dunia. Itu membuktikan kalau kualifikasi anak
>> Indonesia, sama sekali tidak kalah dengan yang bernama
>> bule.
>>
>> Mereka adalah aset bangsa yang sangat berharga, dimana
>> potensi
>> mereka seharusnya dimaksimalkan untuk membangun bangsa.
>> Yang
>> terjadi malah mereka "disia-siakan", dan dimanfaatkan
>> negara lain. Bukankah lebih baik memanggil mereka pulang
>> dan memberi penghargaan yang sama sebagaimana layaknya
>> expatriate, ketimbang menggaji orang asing. Ibarat
>> memberikan sumbangan, lebih baik kepada saudara
>> sendiri dahulu baru kepada yang lebih jauh.
>>
>> Disamping perlunya memberikan kesempatan yang sama kepada
>> putra- putri dalan negeri sendiri, seharusnya pemerintah
>> sangat berhati- hati dalam pemakaian expatriate , terutama
>> untuk bidang perencanaan. Persoalannya bukan hanya sekedar
>> pembayaran yang jauh lebih tinggi, tetapi menyangkut aspek
>> lain yang lebih luas. Perlu digarisbawahi, pada
>> proyek-proyek pemerintah, masuknya para expatriate ke
>> Indonesia bukan karena sebuah rekruitment terbuka.
>>
>> Mereka adalah "AGEN-AGEN" yang dipekerjakan oleh pemerintah
>> dari negara mereka, lalu ditempatkan pada lembaga lembaga
>> strategis di Indonesia, khususnya dalam bidang-bidang
>> perencanaan.
>>
>> Sebagaimana diketahui, fondasi dari sebuah pembangunan baik
>> fisik maupun mental adalah pada aspek perencanaan. Ketika
>> para expatriate berada pada posisi perencanaan, maka dengn
>> mudah mereka menyuntikkan virus virus kapitalis didalamnya.
>> Mereka memang sengaja dihadirkan melalui proyek- proyek
>> besar yang didanai oleh negara-negara asing. Ini adalah
>> dampak negatif bagi bangsa Indonesia yang perlu
>> diwaspadai oleh pemerintah.
>>
>> Karena itu, perlu adanya perubahan paradigma yang
>> menganggap bangsa asing (bangsa berkulit putih) lebih baik
>> dari orang Indonesia.
>> Pemerintah juga sebaiknya segera melakukan pemetaan SDM
>> yang
>> dimiliki Indonesia, baik menyangkut kuantitas maupun
>> kualitas.
>> Dengan adanya statistik lengkap dan peta yang jelas tentang
>> penyebaran SDM Indonesia di berbagai disiplin ilmu, maka
>> akan
>> didapatkan gambaran jelas tentang kekuatan SDM Indonesia.
>>
>> Dengan kedua hal ini, diharapkan Bappenas-pemerintah- dapat
>> merevisi standarnya yang tidak rasional tersebut. dan
>> menggantinya dengan standar yang lebih mencerminkan jiwa
>> merdeka sebuah bangsa. Lebih jauh, pemerintah bisa
>> mendapatkan keyakinan bahwa sebenarnya
>> tersedia cukup SDM dengan jumlah dan kualifikasi yang
>> memadai,
>> sehingga tidak selalu harus bergantung pada expatriate.
>> Pada
>> akhirnya diharapkan ibu pertiwi dapat menjadi syurga bagi
>> anak
>> negeri sendiri.
>>
>> 
---------------------------------------------------------------------------->> Hot 
News!!!
>> CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to
>> [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd
>> HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention
>> and Exhibition,
>> Bali Convention Center, 13-16 November 2007
>> 
---------------------------------------------------------------------------->> To 
unsubscribe, send email to:
>> iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
>> To subscribe, send email to:
>> iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
>> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
>> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
>> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
>> No. Rek: 123 0085005314
>> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
>> Bank BCA KCP. Manara Mulia
>> No. Rekening: 255-1088580
>> A/n: Shinta Damayanti
>> IAGI-net Archive 1:
>> http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
>> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>> --------------------------------------------------------------------->>
>>
>>
>>
>> ________________________________
>> Don't be flakey. Get Yahoo! Mail for Mobile and
>> always stay connected to friends.
>>
>>
>
>
> --
> Rendra Amirin
> mobile: +62 811 806595
>
> ----------------------------------------------------------------------------> 
Hot News!!!
> CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to
> [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd
> HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention
> and Exhibition,
> Bali Convention Center, 13-16 November 2007
> ----------------------------------------------------------------------------> 
To unsubscribe, send email to:
> iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> To subscribe, send email to:
> iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> No. Rek: 123 0085005314
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> Bank BCA KCP. Manara Mulia
> No. Rekening: 255-1088580
> A/n: Shinta Damayanti
> IAGI-net Archive 1:
> http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net
> Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> ---------------------------------------------------------------------


___________________________________________________________
indomail - Your everyday mail - http://indomail.indo.net.id



----------------------------------------------------------------------------
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007
----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------




--
http://rovicky.wordpress.com/

----------------------------------------------------------------------------
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007
----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke