Dalam diskusi di Blog Dongeng-Geologi saya juga menerjemahkan yang
sama dengan Pak Awang. Tulisan pang Awang yang dulu ada disini
http://rovicky.wordpress.com/2007/03/20/bencana-lusi-di-jaman-majapahit-1297-caka/
Disitu sudah dilengkapi dengan gambar peta2nya oleh Pak Awang.

Karena saya yakin pemilihan sengkolo ini tidak sekedar untuk angka
tahun tetapi juga memiliki makna. Seperti ayat suci menggunakan
kata-kata yang bisa multiinterpretasi. Hanya saja seorang arkeolog yg
ikut berkomentar di Blog ini malah terheran dengan mode interpretasi
saya. Karena selama ini dalam mengartikan Suryasengkala,
condrosengkolo = sistem penanggalan (penahunan?).

Lesson learnt-nya adalah :
Bahwa dulu pernah terjadi juga, seperti yang aku tulis juga sebagai
daerah berpotensi terjadi bencana MV. Sehingga, harus berhati-hati
dalam melakukan uji tapak (site survey) di daerah Jawa Timur ini.
Jangan sampai potensi bencana yang ada terusik.
Ada kemungkinan bencana semburan ini berlangsung lama, dan berpotensi
merusak tatanan poleksosbud.

skalian ijin dimasukkan di Dongeng ya Pak Awang ...
sukur2 ada gambar tentang suryosengkolo ini ... Setahuku masing2
kata-kata ini ada gambar yg melambangkannya juga ... :)

RDP

On 8/16/07, Awang Harun Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Berikut adalah ulasan saya menyambung tulisan terdahulu tentang
> Sandhyakala ning Majapahit, meramu sejarah dan geologi.
>
>
>
> Sepeninggal Mahapatih Gajah Mada (1364 Masehi/M) dan Raja Hayam Wuruk
> (1389 M), kerajaan pemersatu Nusantara, Kerajaan Majapahit, pecah
> menjadi Kedaton Wetan dan Kedaton Kulon akibat sengketa keluarga yang
> saling berebut kekuasaan. Pertengkaran keluarga terjadi.
> Kelompok-kelompok pendukung dibentuk untuk saling menggalang kekuatan,
> bersengketa untuk merebut posisi2 kunci kekuasaan. Bau permusuhan dan
> saling curiga-mencurigai menebar di mana-mana di seluruh wilayah
> Majapahit, negeri tak terurus.
>
>
>
> Akhirnya, bisul ketegangan itu pecah,  perang antar keturunan Hayam
> Wuruk tak terhindarkan. Perseteruan antara Wikramawardhana (menantu
> Hayam Wuruk) dan Wirabbhumi (putra Hayam wuruk dari seorang selir)
> menyulut sebuah perang besar yang sangat merusak sendi-sendi Majapahit :
> Perang Paregreg (1401-1406 M).
>
>
>
> Apa hasil perang ? Majapahit kian melemah. Para pejabat kerajaan tak
> peduli lagi nasib negerinya. Alih-alih, mereka berlomba-lomba ber-aji
> mumpung. Korupsi merajalela, krisis multidimensi terjadi. Bertahun-tahun
> kondisi semacam itu terjadi dan dibiarkan terjadi. Lalu, beberapa dekade
> menjelang tahun 1500 M, Majapahit, kerajaan pemersatu Nusantara,  runtuh
> setelah berada di bumi Jawa Timur hampir 200 tahun. Babad Tanah Jawi
> mencatat tahun keruntuhan Majapahit itu dalam suryasengkala "Sirna Ilang
> Kertaning Bumi" yaitu 1400 caka atau 1478 M.
>
>
>
> Penelitian2 kesejarahan dan geologi yang pernah dilakukan di wilayah
> Majapahit, delta Brantas, menyimpulkan bahwa kemunduran Majapahit selain
> disebabkan perseteruan keluarga juga dapat dihubungkan dengan mundurnya
> fungsi delta Brantas yang didahului oleh rentetan bencana geomorfologis
> yang salah satunya pernah tercatat dalam Babad Pararaton : bencana 1296
> Caka (1374 M) "pagunung anyar" yang pernah saya tafsirkan sebagai erupsi
> gunung lumpur (argumennya pernah saya tulis di milis ini beberapa bulan
> yang lalu, silakan dicek). Bencana ini terjadi pada tahun-tahun terakhir
> pemerintahan Hayam Wuruk. Diduga bahwa bencana serupa terjadi beberapa
> kali pada periode setelah Hayam Wuruk tiada. Penelitian Nash, ahli
> geohidrologi Belanda, dipublikasi pada tahun 1932 (James Nash -1932 ,
> "Enige voorlopige opmerkingen omtrent de hydrogeologie der Brantas
> vlakte - Handelingen van 6de Ned. Indische Natuur Wetenschappelijke
> Congres") bisa menjadi acuan tentang bagaimana dinamiknya bumi di bawah
> Majapahit itu. Rentetan bencana terjadi, sementara negeri tak terurus
> karena pejabatnya sibuk berkorupsi, apalagi kalau tak runtuh.
>
>
>
> Yang ingin saya ulas kali ini adalah soal suryasengkala "Sirna Ilang
> Kertaning Bumi" yang dalam penafsiran saya bisa menunjukkan dan
> menguatkan cerita bencana seperti yang tercatat pada Babad Pararaton di
> atas.
>
>
>
> Menurut ahlinya (Suwito, 2006), sengkala berasal dari kata "saka kala"
> (tahun saka) yang diberi imbuhan - an kemudian menjadi sengkalan.
> Sengkalan didefinisikan sebagai angka tahun yang dilambangkan dengan
> kalimat, gambar, atau ornamen tertentu. Bangsa barat menyebutnya sebagai
> kronogram. Mengapa untuk menyebut angka tahun digunakan kalimat ? Sebab,
> para leluhur kita memaksudkannya agar para generasi penerus mudah
> mengingat peristiwa yang telah terjadi pada tahun yang dimaksud. Jadi,
> sengkalan punya dua maksud : angka tahun, dan peristiwa apa yang terjadi
> tahun itu. Saya pikir ini suatu cara yang sangat cerdas warisan leluhur.
> Karena tahun Caka/Syaka/Saka menggunakan garis edar Matahari sebagai
> refererensi, maka suka disebut surya sengkala. Kalau tahun Jawa atau
> tahun Hijriyah, maka suka disebut candrasengkala karena menggunakan
> garis edar Bulan sebagai referensi (candra = Bulan).
>
>
>
> Para leluhur sudah menyusun aturan2 sedemikian rupa untuk menjadi
> pedoman bagaimana membuat suryasengkala. Karena sengkalan menggunakan
> kalimat sebagai angka, maka kata-kata tertentu punya "watak bilangan"
> atau "watak kata-kata" masing2. Berikut adalah aturannya (diterjemahkan
> dari bahasa Kawi atau Jawa). Angka 1 : benda yang jumlahnya hanya satu,
> benda yang berbentuk bulat, manusia. Angka 2 : benda yang jumlahnya ada
> dua, misalnya tangan, mata, telinga. Angka 3 : api atau benda berapi.
> Angka 4 : air dan kata-kata yang artinya "membuat". Angka 5 : angin,
> raksasa, panah. Angka 6 : rasa, serangga, kata-kata  yang artinya
> "bergerak". Angka 7 : pendeta, gunung, kuda). Angka 8 : gajah, binatang
> melata, brahmana. Angka 9 : dewa, benda yang berlubang. Angka 0 :
> hilang, tinggi, langit, kata-kata yang artinya "tidak ada". Demikian
> pedoman singkat dari Suwito (2006). Aturan lainnya adalah bahwa
> sengkalan punya sandi, yaitu kata terakhir di kalimat sengkalan menjadi
> angka urutan pertama, sedangkan kata pertama di kalimat sengkalan
> menjadi angka urutan terakhir pada tahun sengkalan.
>
>
>
> Mari kita analisis "Sirna Ilang Kertaning Bumi". Bila dilihat watak
> kata-kata dan watak bilangannya, maka "sirna" = hilang = angka 0, "ilang
> = hilang" angka 0, "kertaning/kerta ning" = dibuat = pekerjaan membuat =
> angka 4, "bumi/bhumi" = bumi = angka 1. Analisis sengkalan ini harus
> didampingi buku2 kamus Jawa Kuno (Kawi) susunan Poerwadarminta,
> Wojowasito, atau Purwadi.  Suryasengkala "Sirna Ilang Kertaning Bumi" =
> 0041, ingat aturan sandi sengkalan, maka tahun yang dimaksud dengan
> "Sirna Ilang Kertaning Bumi" adalah 1400 Caka atau 1478 M. Sengkalan
> "Sirna Ilang Kertaning Bumi" dimaksudkan pengarang Babad tanah Jawi
> untuk menggambarkan runtuhnya/hilangnya Kerajaan Majapahit pada tahun
> 1400 Caka atau 1478 M.
>
>
>
> Ada yang menarik di sini : "Kertaning Bumi"  Kerta/Karta =
> dibuat/dijadikan. Misalnya : Jayakarta = dibuat jaya/berhasil,
> Yogyakarta = dibuat baik (seyogyanya = sebaiknya). Maka, "kertaning
> Bumi" terbuka untuk ditafsirkan "dibuat (oleh) Bumi" atau "dibuat (di)
> Bumi". Kata "ning" dalam bahasa Kawi bisa banyak punya arti sebagai kata
> depan atau kata pembuat kata kerja.
>
>
>
> Apakah "Sirna Ilang Kertaning Bumi" bisa ditafsirkan "Hilang Musnah
> Dibuat Bumi" ? "Dibuat Bumi", kita bisa menduganya : bencana dari Bumi.
> Kaitkan ke Babad Pararaton, bencana itu adalah Pagunung Anyar alias
> erupsi gununglumpur. Wallahualam Bisawab ! Hanya Tuhan yang Tahu, tetapi
> kronik sejarah macam Babad Tanah Jawi, Babad Pararaton, Kunci sandi
> Sengkalan, dan geologi Delta Brantas kini dan dulu cukup kuat menunjuk
> bahwa bencana alam adalah faktor penting yang harus ditelusuri dalam
> Sandhyakala ning Majapahit - Senja Kala di Majapahit.
>
>
>
> Salam Merah Putih (salam Gula Kelapa dalam terminologi Majapahit, gula
> merah = merah, kelapa=putih, lihat buku Moh. Yamin:  6000 Tahun Merah
> Putih) !
>
>
>
> awang
>
>


-- 
http://rovicky.wordpress.com/

----------------------------------------------------------------------------
Hot News!!!
EXTENDED ABSTRACT OR FULL PAPER SUBMISSION:
228 papers have been accepted to be presented;
send the extended-abstract or full paper
by 16 August 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007
The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and 
Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007
----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke