Menarik sekali ulasan Mas Awang, terutama berkurangnya kewajiban
mahasiswa melakukan tugas akhir.  Bahkan ketika saya bertemu dengan
beberapa rekan yang seangkatan (plus minuslah) mereka mengeluhkan fresh
graduate sekarang logika geologinya sangat minim, bahkan untuk deskripsi
batuanpun ada yang tidak bisa. 

Sekedar sharing, sewaktu IPA mengadakan kursus Core Analysis untuk
mahasiswa bulan lalu, malamnya diadakan malam sharing seperti biasa.
Saat itu ada Bang Sanggam dan Mas Ipul juga.  Ada seorang mahasiswa yang
menanyakan, "Apa yang harus saya kuasai kalau ingin diterima di oil
company?  Play apa yang sekarang sedang populer?". 

Jawaban saya saat itu adalah kalau mereka ketemu saya atau rekan2 saya
pas interview, mereka akan saya sodorkan batuan dan akan saya suruh
deskripsi dan cerita batuan tersebut kira2 diendapkan di energi seperti
apa.  Kemudian saya akan membuat sketsa outcrop, atau foto outcrop dan
akan saya suruh deskripsi dan saya lihat bagaimana urut2an cara mereka
berpikir.  Karena laboratorium geologist adalah muka bumi ini.  Bukan
komputer.  Bukan software.  Tapi cara mengambil data di lapangan dan
deskripsi batuan serta analisa geologinya.  

Dalam acara yang lain, Mas Andang Bachtiar juga sempat hadir dan juga
memberi pengarahan, kurang lebih bahwa kalau kita melihat wireline log,
kita harus otomatis bisa membayangkan batuannya seperti apa.  Kalau
tidak terbiasa melihat batuan, bagaimana bisa interpretasi data2 yang
ada?  

Sangat disayangkan kalau porsi ke lapangan semasa mahasiswa dikurangi.
Karena kesempatan untuk itu semakin kecil kalau sudah bekerja (kecuali
kerja di lapangan), musti rebut2an kalau mau ikutan fieldtrip!

Mudah2an membantu,

Parvita H. Siregar
Salamander Energy
Jakarta-Indonesia
 
 
Disclaimer:  This email (including any attachments to it) is
confidential and is sent for the personal attention of the intended
recipient only and may contain information that is privileded,
confidential or exempt from disclosure.  If you have received this email
in error, please advise us immediately and delete it.  You are notified
that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in
reliance on the contents of this information is strictly prohibited.

-----Original Message-----
From: Awang Harun Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, September 17, 2007 2:54 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Pemetaan Geologi Bersistem Wilayah Indonesia

Teman-teman seangkatan saya, yang lebih senior, dan yang lebih junior
daripada saya yang pernah mempunyai tugas sarjana muda dan sarjana
memetakan geologi suatu wilayah di Indonesia pasti akrab dengan istilah
pemetaan bersistem. Dulu saat saya masih kuliah di Geologi Unpad
(1983-1989), si mahasiswa saat kuliah akan melakukan pemetaan geologi
dua kali : saat sarjana muda 25 km2 (5 x 5 km), dan saat sarjana 100 km2
(10 x 10 km). Ini adalah saat-saat yang berat dalam segala hal (energi,
waktu, dana); tetapi manfaatnya pun luar biasa. Geologi harus berasal
dari lapangan. Problematika geologi berasal dari lapangan, dan mencari
pemecahan atas problematika itu pun ada di lapangan. 

 

Kini, setelah komputer mendominasi banyak analisis geologi, dan semakin
berkurangnya wilayah yang bisa dipetakan; tak semua mahasiswa geologi
wajib memetakan wilayah untuk tugas akhirnya. Dia yang tak mau ke
lapangan bisa memilih menganalisis problem geologi melalui data seismik,
log, dan lain-lain bukan data batuan; komputer PC dan workstation adalah
alat analisis utamanya, bukan buku lapangan, bukan palu, bukan kompas,
bukan loupe, bukan HCL N =10 %, bukan tali ukur,  bukan mikroskop, dan
bukan alat- lapangan lain yang berat dan kotor. Semoga yang menamakan
dirinya geologist, siapa pun itu, tetap mencintai batuan-batuan di
lapangan.

 

Pemetaan bersistem adalah program pemetaan geologi seluruh permukaan
wilayah Indonesia yang dilakukan oleh badan pemerintah sejak Belanda ada
di Indonesia, sampai ke zaman kemerdekaan. Maka, berarti yang
melakukannya adalah Dienst van het Mijnwezen saat zaman Belanda, lalu
pada masa kemerdekaan dilakukan oleh Direktorat Geologi, kemudian Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G). Yang pernah memetakan
Kuningan atau Banymas pasti mengenal nama Hetzel dan Kastowo, yang
pernah memetakan Sukabumi pasti mengenal nama Duyfjes dan Sukamto, yang
pernah memetakan Cianjur pasti mengenal nama Sujatmiko (alias Mang Okim
- gemologist sekarang), yang pernah jauh ke Kepala Burung pasti mengenal
Zwierzicky, dll.). 

 

Geologi wilayah Indonesia dipetakan puluhan tahun, sejak Belanda ada di
Indonesia, dan dinyatakan selesai seluruhnya pada tanggal 6 Oktober
1995. Hampir 90 % pekerjaan pemetaan bersistem diselesaikan pada masa
kemerdekaan.  Dalam era kemerdekaan itu, Pemerintah Indonesia pernah
bekerja sama dengan badan geologi Inggris untuk memetakan Kalimantan,
dan bekerja sama dengan badan geologi Australia untuk memetakan Papua.

 

Pemetaan bersistem membagi permukaan pulau2 Indonesia menjadi 239 lembar
peta. Di Jawa-Madura, pemetaan dilakukan pada skala 1 : 100.000, dengan
setiap lembar peta berukuran 55 x 55 km2; di luar Jawa pemetaan
bersistem geologi dilakukan pada skala 1 : 250.000 dengan setiap lembar
peta berukuran 165 x 110 km2. Jawa-Madura terdiri atas 58 peta,
sedangkan pulau2 di luar Jawa dipetakan oleh 181 lembar peta. Ini
statistik lengkapnya : Jawa-Madura : 58 peta, Sumatera : 45 peta,
Kalimantan : 43 peta, Sulawesi : 24 peta, Nusa Tenggara : 14 peta,
Maluku : 15 peta, Papua (Irian Jaya) : 40 peta. Bisa dibayangkan berapa
banyak nama formasi yang dipakai untuk pemetaan itu ? Pak Suudi Gafoer
(almarhum) dari seksi Sumatra P3G pernah menunjukkan saya buku sangat
tebal sekitar 10 cm  lexicon stratigrafi Sumatra yang memuat sekitar
1000 nama formasi di Sumatra beserta pemeriannya. Berapa banyak nama
formasi di seluruh Indonesia ? Bisa diselidiki lebih jauh.

 

Memetakan seluruh permukaan pulau2 di Indonesia seluas 1.9 juta km2 itu
tentu sangat banyak suka dukanya. Saya mendapatkan banyak cerita dari
ahli2 geologi pelaku pemetaan ini (kebetulan dulu P3G adalah tempat
bermain saya). Pemetaan-pemetaan ini dimulai dengan studi2 pustaka lalu
penafsiran foto udara dan citra satelit lainnya. Lalu, dimulailah ground
check pemetaan geologi dengan membuat lintasan2. Semua lintasan yang
telah ditentukan harus dilalui dengan berjalan kaki. Sepanjang lintasan
itu tentu banyak yang ditemui selain singkapan batuan. Seorang ahli
geologi harus berjiwa petualang saat di lapangan, mental dan fisiknya
harus kuat. Dia juga jelas harus punya insting geologi yang kuat,
analisis lapangan yang bagus, ini semua akan bergantung kepada jam
"jalan" si ahli geologi. Kesulitan medan dan binatang buas sudah
merupakan cerita sehari2.

 

Menarik, mengetahui statistik berikut ini. "Perjalanan jauh dimulai
dengan satu langkah",  begitulah memetakan geologi Indonesia selama
puluhan tahun itu akhirnya menghasilkan jarak lintasan jalan kaki sejauh
3.473.000 km (bayangkan, ini adalah sama dengan 86 kali mengelilingi
Bumi di equator); contoh batuan yang dikumpulkan sebanyak 300.000 buah
(sebagian bisa kita nikmati di museum geologi), dengan berat total
sampel 600 ton yang diambil dari puncak gunung, dasar sungai, tepi rawa,
maupun tengah hutan. Pekerjaan raksasa ini telah melibatkan 178 ahli
geologi, 120 surveyor, dan 75 prospektor. 

 

Medan yang sering keras, meskipun para pahlawan geologi ini selalu
berhati-hati, tak urung menelan nyawa 20 orang ahli
geologi/surveyor/prospektor. Bahkan ada, yang sampai sekarang tak pernah
ditemukan raganya alias ditelan rimba Indonesia.

 

Maka, saat kita tengah memegang selembar peta geologi bersistem dari
Direktorat Geologi/Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi/Pusat
Survei Geologi, hargailah bahwa selembar peta itu susah payah
membuatnya.

 

Hormat saya untuk para ahli geologi/surveyor/prospektor pelaku pemetaan
bersistem geologi Indonesia. Peta-peta geologi ini adalah karya yang
sangat penting untuk pekerjaan2 selanjutnya.

 

Salam,

awang

 

 

 

 


----------------------------------------------------------------------------
JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and 
Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007
----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI be 
liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or 
damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, 
arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI 
mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Reply via email to