> 
Agus

Narasi Anda bagus walaupun Jawa tenan (aku
turunan Jawa tapi suka agak sulit baca gaya orang Jawa.

Tapi bener bener apik tenan, teruta perumpaaan yang terakhir itu
lo, jadi kalau menurut  Anda dalannya ahrus mendukung Bimo , Samiaji
atawa Arjuna  ?

Si-Abah

____________________________________________________________________

   Hemat saya, masalah ini bukan semata-mata pada ranah
akademis, tetapi 
> sudah pada wilayah politik yang erat kaitannya
dengan kondisi psiko 
> sosial masyarakat kita yang masih
traumatik terhadap berbagai peristiwa 
> masa lalu di tanah air.

> 
> 
> 
> Dalam kaitannya dengan TAP MPR
yang masih tetap eksis tentang pelarangan 
> suatu ideologi, maka
sulit bagi kalangan yang menginginkan hadirnya 
> kembali ideologi
yang diusungnya,eksis kembali di NKRI. 
> 
> Dalam
kaitannya dengan trauma masyarakat, sulit pula bagi penyelenggara 
> negara mengabaikan potensi konflik yang lebih luas lagi lebih2 pada

> level global, ideologi komunis sudah merupakan noda hitam dalam

> peradaban manusia. 
> 
> Dalam kondisi ini,
sebenarnya ruang kajian ilmiah, masih dimungkinkan 
> pada
penjelasan TAP MPR, selanjutnya, yang menyebutkan bolehnya wacana 
> ini didiskusikan di lingkup terbatas, dalam hal ini lingkup
akademis. 
> Pada wacana globalpun, sensor negara, bahkan
regionalpun tetap ada. Coba 
> anda pakai lambang2 Nazi di Jerman,
misalnya. Atau coba anda 
> me'launching' 
> 
>
issue2 yang bersifat 'anti semit' pada tataran publik melalui media 
> barat misalnya., walaupun seakademis apapun, di negara super 
> demokratispun, sensor terhadap hal serupa tetap eksis. 
>

> 
> 
> Lagi pula, sasaran tembakpun tidak bisa
hanya diarahkan pada CIA saja. 
> Apa tidak mungkin (ini belum
banyak dibahas para penagamat politik - 
> mungkin tidak ada
tradisi seperti CIA misalnya bisa mebongkar file 
> rahasianya
setelah 30 tahun) KGB, agen rahasia Cina (apa namanya ya?), 
>
bahkan Mossad pun, misalnya tidak bermain di sini?. 
> 
>
Secara fisikpun fakta perebutan hegemoni ini terekam dalam sejarah. 
> Bagaimana pada jaman Orla, persenjataan ABRI lebih banyak berasal
dari 
> Blok Komunis (Sovyet dan RRC). Saya waktu kecil, masih SD,
hafal nama2 
> pesawat kebanggan AURI seperti MIG 17, 19, 21,
Tupolev (TU)-16 - dsb. 
> yang kala itu negara jiranpun sangat
ketinggalan dari kita. Wah, lucunya 
> nostalgia SD, sewaktu kita
latihan bahaya udara, di sekolah, murid2 
> harus bertiarap menuju
lubang persembunyian, yang bujurnya masih 
> nungging, langsung
digebuk Pak Guru.... 
> 
> 
> 
> Tentu
saja para pendukung, atau yang pro terhadap kebijakan 
>
penyelenggara negara ini, mengkhawatirkan dampak dari bahaya laten, yang

> walaupun dikatakan potensinya kecil, lebih2 melihat pada skala
global, 
> tapi trauma ini bukan pekerjaan mudah menghilangkannya.

> 
> 
> 
> Kalau kita berandai-andai,
dari pergumulan para dalang ini, jika 
> ternyata kaum 'Kurawa'
yang menang, apakah ada jaminan mereka tidak 
> melakukan 'Killing
Field' sebagaimana terjadi di negara jiran? 
> 
> 
> 
> Sejarah hendaknya memberi manfaat kepada kita bagaimana
memilih dalang 
> yang benar2 'Manteb' memelihara keseimbangan
'Jagat Loh Jinawi' yang 
> 'Tata Tentrem Karto Rahardjo', bukan
dalang yang membela Buto Ijo, Buto 
> Cakil , Dasamuka dsb. 
> 
> 
> 
> Kalau sekarang ini, hemat saya
dalangnya penyokong Lesmana Mandra 
> Kumara, yang kurang berani
berlaga, penuh keraguan bertindak, membiarkan 
> Buto Setamuka
merambah hutan Wanamerta, Gunung Rajabrana dan Pulau 
>
NusaKencana. 
> 
> 
> 
> Belajar sejarah
mudah, termasuk membanding-bandingkan versi sejarah, 
> yang sulit
adalah belajar dari sejarah. 
> 
> Manusia yang tidak
pernah mau belajar dari keledai, niscaya terantuk 
> batu untuk ke
tiga kalinya! 
> 
> 
> 
> Salam 
>

> 
> 
> Agus Sutoto 
> 
> 
> 
>
========================================================================

> ====================== 
> 
> KORAN TEMPO 
> 
> Rabu, 3 Oktober 2007 
> 
> 
>

> Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Yunan Yusuf
menyatakan 
> buku sejarah mengandung banyak muatan politik. 
> 
> Karena itu, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo
hingga kini 
> belum menandatangani draf penilaian. "Sampai
saat ini 
> 
> masih dipertimbangkan oleh Pak
Menteri'" kata Yunan kepada Tempo 
> kemarin. 
> 
> 
> 
> Seusai peringatan Hari Kesaktian Pancasila di
Monumen Pancasila Sakti 
> dua hari lalu, Bambang mengungkapkan
pemerintah akan 
> 
> segera mengeluarkan buku sejarah
baru menggantikan buku sejarah 
> sekolah menengah pertama dan
sekolah menengah atas yang 
> 
> telah ditarik dari
peredaran. 
> 
> 
> 
> Sebelumnya,
pemerintah menarik buku sejarah yang tidak mencantumkan kata 
>
"PKI" di belakang Gerakan 30 September. Penghilangan 
>

> kata itu dinilai sebagai penyembunyian fakta. 
> 
> 
> 
> Yunan mengungkapkan penilaian terhadap
sekitar 300 buku sejarah telah 
> dilakukan sejak November 2006
hingga Mei 2007. Dari 
> 
> jumlah itu, hanya 50 buku yang
lulus penilaian BSNP. Padahal untuk mata 
> pelajaran lain, buku
yang lulus penilaian mencapai 
> 
> sekitar 90 persen. 
> 
> 
> 
> Buku sejarah yang tak lulus
penilaian, antara lain, karena mengandung 
> muatan-muatan memecah
belah bangsa, dan dan isinya 
> 
> Membuat siswa tak bisa
membedakan peristiwa sejarah yang sesungguhnya 
> terjadi dengan
keterlibatan PKI di dalamnya. Selain itu, 
> 
> buku
sejarah yang gagal tak menyebutkan monumen lubang buaya, "Padahal 
> monumen-monumen lain disebut," kata Yunan. 
> 
> 
> 
> Dengan nada kesal ia juga menyebut buku
sejarah yang diproduksi penerbit 
> tertentu sepeti sengaja
membuat kepanjangan ABRI 
> 
> menjadi"Aku Bantai
Rakyat Indonesia". 
> 
> 
> 
> BSNP,
dia melanjutkan menilai buku sejarah berdasarkan empat domain 
>
penilaian,, yaitu kelayakan isi, bahasa, penyajian, 
> 
>
dan grafik."Jika semuanya lulus, buku layak cetak." 
>

> 
> 
> Dihubungi terpisah, ketua Ikatan Penerbit
Indonedsia Setia Dharma Madjid 
> mengungkapkan buku sejarah dari
penerbit teleh 
> 
> dinilai oleh BSNP. Jika penilaian
selesai, penerbit akan segera mencetak 
> buku sejarah baru sesuai
dengan ketentuan yang 
> 
> ditetapkan pemerintah. 
> 
> 
> 
>
========================================================================

> ==== 
> 
> -----Original Message----- 
> 
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
> Sent: Monday, October 01, 2007 8:39 AM 
> To:
iagi-net@iagi.or.id 
> Subject: Re: [iagi-net-l] OOT : Renungan 30
September 
> 
> 
> 
> Pahlawan dan
penjahat dapat "dibuat" dengan sebuah skenario penulisan 
> 
> sejarah. Kalau kita mengamati pergerakan dan aksi dalam
sebuah 
> 
> perperangan politik, jangan terlalu mudah
mengambil kesimpulan si A 
> 
> jahat lalu si B pahlawan,
dan si C hanya korban. 
> 
> 
> 
> Kalau
ingin tahu hal-hal seperti ini coba tengok filem DEPARTED. 
> 
> Disana anda akan mengerti suatu saat sesorang yang telah mati
dibunuh 
> 
> akan "terlihat berjasa" dan
seseorang terkesan jahat sebenarnya 
> 
> menyelamatkan
tetapi menjadi penjahat karena "kalah" dalam peperangan. 
> 
> 
> 
> Nuansa-nuansa penilaian penjahat -
pahlawan terlalu mudah muncul dalam 
> 
> sebuah uraian
sejarah selama ini. Sejarah yang baik bukan yang 
> 
>
menemukan penjahat atau pahlawan, sejarah yang baik adalah yang 
>

> menjelaskan apa yang terjadi. seadanya ! 
> 
>

> 
> Good history is not talking about right or wrong,
but just what happened 
> ! 
> 
> 
> 
> RDP 
> 
> 
> 
> On 10/1/07, Taufik
Manan <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
> 
>>
Forward tulisan dari Maruli Tobing, mengenai CIA dalam sejarah 
>
Indonesia , 
> 
>> yang dimuat dalam Kompas, 9/2/2001.
Saya ambil dari milis lainnya. 
> 
>> 
> 
>> Buat yang udah pernah baca, enggak ada salahnya baca lagi biar
inget. 
> Buat 
> 
>> yang belum baca, ya
sekarang saatnya baca tuk membuka wawasan. 
> 
>> 
> 
>> Selamat membaca dan semoga keprihatinan kita tidak
berlanjut lagi di 
> masa 
> 
>> depan. 
> 
>> 
> 
>> 
> 
>>

> 
>>
================================================================= 
> 
>> 
> 
>> Kompas, Jumat, 9 Februari
2001 
> 
>> 
> 
>> __________ 
> 
>> 
> 
>> 
> 
>>

> 
>> Perang Urat Saraf yang Mematikan 
> 
>> 
> 
>> 
> 
>> 
>

>> MENJELANG bulan Oktober 1965, mendung menyelimuti Jakarta.
Di 
> sana-sini 
> 
>> orang berbisik, mencari
tahu apa sesungguhnya yang sedang terjadi. 
> Tidak 
> 
>> satu pun bisa menjawabnya, karena memang tidak satu pun tahu
apa 
> 
>> sesungguhnya yang sedang terjadi. Hanya
firasat sosial yang bergetar 
> 
>> mengisyaratkan kita
akan memasuki tahap genting. 
> 
>> 
> 
>> 
> 
>> 
> 
>
======================deleted============= 
> 
> 
> 
> 
> 
> 

Kirim email ke