LIPs (large igneous provinces) seperti Deccan dan Siberian Traps adalah suatu 
anomali dan tak mungkin begitu saja terjadi apabila tak ada penyebabnya. 
Decompression melting within the earth adalah mantle dynamics, ini juga anomali 
dan tak mungkin tak ada penyebabnya sebab diferensiasi magma biasa tak akan 
menyebabkan decompression melting. Satu2nya penyebab yang mungkin adalah 
gangguan terhadap large-scale mantle tectonics (plume tectonics). Gangguan itu 
yang paling mungkin mesti datang dari luar Bumi. Benturan yang besar dari 
extraterrestrial body terhadap planet Bumi bisa mengganggu kesetimbangan 
fisika-kimia di mantel a.l.decompression melting itu.

  Break-up suatu supercontinent bisa banyak mekanismenya memang. Yang banyak 
dipakai adalah yang memenuhi Wilson cycle, yaitu : 
orogeny-collision-supercontinent formation-rifting. Rifting-nya sendiri bisa 
melalui lithospheric delamination. Kalau supercontinent sudah terbentuk, 
sirkulasi mantle upwelling ke atas akan terhalang kan, juga suture collision 
lama-lama akan menebal, dingin, berat, akhirnya drop off ke mantle. Ini akan 
mendorong mantle partial melting dan post orogenic pluton yang mendelaminasi 
diferensiasi di upper asthenosfer, dan akibat akhirnya rifting. Memakai 
antipode theory dalam break-up kontinen jelas menarik tetapi ibarat mencari 
jalan yang sulit, memutar dulu, mencari impact crater yang sezaman dengan 
break-up, lalu menentukan antipode-nya, lalu ke semacam decompression melting 
seperti di atas, sebagai pendorong post-orogenic plutons. Maksud saya, kalau di 
sekitar break-up kontinen ada impact crater yang besar, maka antipode theory 
sangat berharga
 diterapkan. Kalau tak ada apa2 tapi sudah maju dengan antipode theory memang 
menarik tetapi juga mencari jalan yang rumit dan sulit.
   
  Di utara India dan di utara Australia ada zone benturan saat ini yang masing2 
menghasilkan Indus Suture dan Mutis Suture. Suatu collision akan selalu 
didahului oleh convergent tectonics berupa subduction sebab massa2 benua/island 
arcs yang bebenturan itu dibawa oleh kerak samudera yang berjalan ala conveyor 
belt. Jadi di utara India dan Australia sebelum mereka sekarang mendekati atau 
membentur Tibet dan Timor-Tanimbar, ada subduction zone. Sebagian kerak 
samudera pembawanya memang masuk ke mantel di bawah Tibet dan Timor-Banda Arc 
(sinking oceanic slab) ; tetapi ada sebagian kerak samudera yang terjepit di 
zone benturan yang terjadi kemudian, itulah yang menjadi suture Indus dan Mutis 
berupa oceanic crust (ofiolit) sebagai bukti bahwa dulu ada fossil subduction 
di situ sebelum ditutup melalui continent-continent collision (India), dan 
continent-island arc collision (Australia).
   
  Collision Australia-Timor Tanimbar terjadi di Early Pliocene, saat itu PNG 
dan Papua sudah jauh maju ke utara di kontinen Australia, dan PNG serta Papua 
bukan di sektor yang berbenturan dengan Timor-Tanimbar; jadi saya pikir 
keberadaan PNG/Papua tak terkait dengan subduction dan collision di utara 
Australia.
   
  salam,
  awang
   
  
Vicky Amir <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  thx pak penjelasannya...saya jg ngecek di solid earth nya Fowler...dan 
juga paper dari Ivanov A.V (2006) yg menulis tentang origin siberian 
traps...exact time LIP occurences tepat pada waktu collision of both 
meteor...sangat menarik...dan di kedua tulisan anehnya tidak 
di'singgung' mengenai extraterestrial cause...hanya menggunakan 
decompression melting sebagai senjata utama...intinya proses tetap 
within the earth, tp apa sebabnya tidak dijelaskan....menarik!!

pertanyaan saya tersebut karena saya sedang menulis report tentang 
Gondwana break-up, dan saya pakai new insight (antipodal efek pak 
awang..maaf pak awang gak minta izin dulu) yang sudah sempat saya 
presentasikan juga...agak tercengang juga semua...karena fresh juga 
idenya...Storey pun mengubah papernya beberapa kali dari roll of 
subduction(1991), hingga self-destruction mechanism(2007)...tp tdk 
terpintas sama sekali extratersetrial cause dr mereka...saya pakai 
teori antipodal efek pak awang karena saya menganggap bahwa bumi 
termasuk bagian solar system, dan tidak terbantahkan pula ada interaksi 
didalamnya, baik matahari, planet, hingga meteor2 maupun komet2 diluar 
sana...bukti banyak benturan pun sudah banyak...bahkan dalam ilmu kita 
pun mempelajari metor rocks..crustal thickening hingga initial rifting 
magmas di gondwana pun tdk ada clever explanation dari storey mengenai 
rifting tersebut...jd saya back-up dengan delamination Anderson...

maaf pak awang ada pertanyaan lagi nih..
mengenai north subduction di utara India maupun Australia, apakah benar 
exist?dari paper storey tdk menyebutkan secara signifikan mengenai 
indikasi keberadaan north subduction selain sbduction di proto-Pacific 
margin..saya sampaikan saja di presentasi klo subduksi utara ini 
benar2ada maka indonesia tdk akan mempunyai papua nugini seperti 
sekarang ini...(all laugh) he2..mohon koreksinya pak awang jika saya 
salah dalam menginterpretasi hal tersebut...

Regards
Vicki R. Amir


----- Original Message ----
From: Awang Satyana 
To: vicki amir ; IAGI ; 
Geo Unpad ; Eksplorasi BPMIGAS 

Sent: Sunday, 4 November, 2007 12:17:33 PM
Subject: Re: biggest meteor impact on earth

Saya percaya dengan teori antipodal benturan meteorit/komet. Saya 
pernah menganalisis posisi antipodal beberapa benturan meteorit/komet 
besar dalam sejarah Bumi. Di bawah ini adalah satu di antaranya yang 
berhubungan dengan pertanyaan Sdr. Vicki Amir. Analisis ini pernah saya 
posting sekitar 4-5 tahun yang lalu; belum berubah. Mohon maaf buat 
yang pernah menerima ulasan ini; kebetulan saja ini ada rekan netter 
yang bertanya.

salam,
awang

Kepunahan Massa oleh Antipodal Deccan Traps-Chicxulub Impact Crater

Bukan hal baru yang saya tulis ini, tetapi mencoba memahaminya dengan 
mengingat plume tectonics dan melakukan revisi rekonstruksi 
paleo-tektonik, rasanya ada nafas baru dalam memandang problema lama. 
Maaf, agak panjang tulisannya tetapi semoga ada gunanya.

Menarik mengkaji ulang peristiwa katastrofik di ujung Kapur dan awal 
Tersier (65 Ma) atau K-T (K=Kreide/Cretaceous & T=Tersier) Boundary. 
Fakta paleontologi menunjukkan 75 % spesies fauna‚“tiba-tiba“ punah. 
Teori-teori dikemukakan. Perdebatan pasti terjadi. Tulisan ini 
menghimpun semua perdebatan yang ada, memberi interpretasi baru-mencoba 
mengulas kaitan keberadaan antipode, plume tectonics, dan kepunahan 
massa. Plume tectonics mungkin tidak main-main. Kait-mengkaitnya unik 
dengan awal dan akhir kehidupan.

Tidak banyak buku geologi, astronomi, natural history membahas masalah 
antipode secara detail. Padahal, di solar system antipode, yang 
memenuhi hukum aksi-reaksi Newton , benar2 terjadi di beberapa planet 
dan satelit. Misalnya, largest impact basin planet Mars Hellas Plenitia 
menyebabkan antipode Alba Patera, gunungapi Mars yang sekaligus 
merupakan gunungapi terbesar di Tata Surya. Atau, Caloris Basin , 
impact crater terbesar di sebuah sisi planet Merkurius menyebabkan 
antipode crater di sisi planet yang lain.

Beberapa buku dari Dixon et al (2001) : Atlas of Life on Earth – Barnes 
& Noble; Desonie (1996) : Cosmic Collisions – Henry Holt & Co.; Marshal 
(2000) : Space – Marshal Publishing; dan Luhr et al. (2003) : Earth – 
Dorling Kindersley Ltd. lumayan bagus memberikan beberapa keterangan 
tentang impact crater dan antipode-nya di Bumi pada saat K-T Boundary 
(Cretaceous-Tertiary Boundary) dan hubungannya dengan mass faunal 
extinction di 65 Ma itu – sebuah kepunahan massa paling terkenal di 
Bumi meskipun bukan yang paling besar.

Antipode adalah sebuah istilah umum/geografi/astronomi dari bahasa 
Latin dan Yunani untuk menunjukkan posisi sebuah tempat di sisi 
sebaliknya (180 deg.) dari sebuah bola planet relatif terhadap posisi 
acuan. Misalnya, sisi antipodal dari wilayah Indonesia adalah Columbia 
. Artinya, Columbia tepat di bawah Indonesia di sisi planet yang lain 
dan sebaliknya. Di sebuah globe, tariklah garis bujur dari tempat itu 
ke arah kutub, melaluinya dan teruskan sampai sejauh 180 deg, itulah 
antipodenya.

Kepunahan fauna secara masal (75 %) di Bumi di perbatasan Kapur-Tersier 
telah menjadi topik menarik sejak puluhan tahun. Banyak teori 
dikemukakan. Kalau dikumpul2kan, bisa digolongkan jadi tiga : (1) 
katastrofik karena benturan komet/meteor, (2) katastrofik karena 
volkanisme, dan (3) gradualis karena perubahan iklim akibat massa 
lautan yang menyurut. Mana yang benar ? Saya pikir, semuanya benar, 
tetapi ada yang paling dominan dan bisa jadi semuanya berkaitan.

Berkat penelitian oil companies di sekitar GOM (Gulf of Mexico) tahun 
1980an, maka ditemukanlah sebuah kawah sangat besar dengan diameter 180 
km di utara Tanjung Yucatan Mexico terkubur dalam sedimen setebal 2000 
meter. Disebutlah kawah itu Chicxulub. Data image gravity dan magnetik 
dari Luhr et al. (2003) sangat spektakular menunjukkan keberadaan kawah 
itu. Di sekelilingnya sampai ke Kuba, Haiti, San Luis, dan Dallas 
sekarang ditemukan impact wave deposits berupa boulder2 dan data 
petrografik menunjukkan ciri khas shocked quartz (coesite Shoemaker) 
pada deposit itu, suatu indikasi meteorite impact. Bahkan di Haiti 
ditemukan lapisan tektit – deposit hasil meteorite impact setebal ½ 
meter. Semua dating absolut menunjukkan umur 65 Ma untuk deposit2 ini. 
Dan, di banyak tempat di dunia ditemukanlah lapisan tipis kaya mineral 
iridium menyisip di antara lapisan2 K-T Boundary, juga lapisan hitam 
yang mengindikasi sisa jelaga kebakaran skala global. Tidak banyak 
sumber platina iridium di Bumi, sumbernya hanya banyak di meteorit. 
Bagaimana mengartikan semua ini ? Sebuah meteorit yang diyakini 
berdiameter 10 km telah menghantam Bumi pada 65 Ma di sekitar Teluk 
Meksiko sekarang, mengangakan kawah selebar 180 km, menyebabkan 
kebakaran global, dan akhirnya memunahkan 75 % spesies fauna saat itu 
yang sedang didominasi kaum dinosaurus. Penganut teori kepunahan K-T 
Boundary akibat meteorite-impact yang dipelopori ayah-anak Luis Alvarez 
& Walter Alvarez (Luis adalah ahli fisika dan Walter adalah geologist) 
mendapatkan buktinya dan inilah teori yang paling banyak dianut saat 
ini.

Di sisi planet yang lain, di anak benua India sekarang, terdapatlah 
sebuah plato yang seluruhnya disusun basalt seluas 500.000 km2 
(kira-kira hampir seluas Kalimantan di luar Sarawak-Sabah). Inilah 
Deccan Traps atau Deccan Plateau. Radiometric dating memberikan umur 
persis 65 Ma. Geologist berpikir, untuk menghasilkan flood basalt 
sebanyak itu (lebih dari 2 juta km3) tentu butuh waktu volkanisme yang 
lama. Sayangnya, radiometric dating menunjukkan bahwa volume sebanyak 
itu hanya dihasilkan dalam waktu satu juta tahun saja, sangat singkat 
dalam skala waktu geologi. Dalam hitungan volkanologi normal, tak 
mungkin sesingkat itu menghasilkan flood basalt seluas dan sebanyak 
itu. Maka para penganut teori kepunahan massa akibat katastrofik 
volkanisme mendapatkan kartu as-nya. Letusan volkanik di Deccan telah 
menyebabkan perubahan lingkungan global, hujan asam, volcanic winter 
akibat sun blocking (seperti 3 hari gelap saat erupsi Krakatau Agustus 
1883), dan efek2 domino lainnya yang akhirnya menyebabkan kepunahan 
massa.

Mana yang benar, meteorite impact 65 Ma atau Deccan flood basalt 
voluminous eruption 65 Ma yang menyebabkan global mass extinction ? 
Dua-duanya bisa benar dan bahkan saling berhubungan sebab-akibat. Maka, 
sebuah teori elegan tetapi sangat kontroversial diajukan : 
meteorite/comet collision di Chicxulub-Teluk Meksiko telah menyebabkan 
erupsi volkanik skala besar di Deccan-India dalam mekanisme antipodal 
effect. Dan kedua efek katastrofik ini telah mengubah lingkungan global 
yang menyebabkan kepunahan masal di K-T boundary.
Sebuah problem timbul. India bukan pada posisi antipodal Teluk Meksiko. 
Posisi antipodal Teluk Meksiko sekarang ada di tengah Lautan Hindia di 
BD Indonesia di sekitar Pulau Cocos. Atau, Deccan eruption akan 
memerlukan impact crater yang lain yang bukan dari Teluk Meksiko, 
tetapi di Lautan Pasifik pada tepi timur Lempeng Nazca di offshore 
barat Bolivia . Tidak ada tanda-tanda impact-crater di offshore Bolivia 
ini. Teori antipode punya problem…, begitu kata publikasi yang ada.

Benarkah punya problem ? Saya rasa tidak. Kembalikan saja ke posisi 
tektonik massa benua dan lautan pada sekitar 65 Ma. Antipodal position 
65 Ma mestinya tidak diplot pada globe 0 Ma, tetapi pada globe 65 Ma. 
Maka akan terlihat bahwa saat itu India belum di tempatnya sekarang dan 
belum membentur Eurasia dan membentuk suture Cimmerian. India 
micro-plate saat itu ada di tengah Lautan Hindia di selatan di antara 
Afrika dan Indonesia. Dan Teluk Meksiko pun belum pada bentuknya 
sekarang, North America masih terbelah dari Canada ke Teluk Meksiko 
oleh Cretaceous giant seaway. Antilles Arc belum ada dan South America 
belum menyambung ke North America melalui tanah genting Panama.

Komet/meteorit jatuh di proto-Teluk Meksiko dan menggoncangkan Bumi 
dengan gelombang kejut ke seluruh globe (shock-wave). Gelombang kejut 
ini telah mengganggu kesetimbangan fluida di mantel bahkan outer core 
Bumi. Maka mantle plume bergerak berupa pasangan head dan tail plume 
menjurus ke posisi antipodal impact crater Chicxulub saat itu yaitu ke 
wilayah Lautan Hindia di antara Afrika dan Indonesia . Head plume 
menyebabkan volkanisme flood basalt dengan akar panjang ke dalam mantel 
di ujung tailnya. Erupsi basalt besar-besaran membanjiri kawasan seluas 
500.000 km2 yang sekarang berupa Deccan Plateau di India, saat itu 
India microplate tengah terapung di atas kerak samudra Lautan Hindia 
bergerak ke utara. Massa flood basalt sebanyak itu dalam waktu 
sesingkat itu hanya bisa diterangkan dengan plume tectonics, bukan oleh 
normal volcanology. Meteorit impact dan volkanisme skala global pada 65 
Ma itu telah cukup mengubah lingkungan yang hostile untuk semua makhluk 
hidup. Sebuah implikasi akan muncul dari interpretasi ini. Kalau benar 
antipodal Chicxulub ada di sekitar Cocos Island, artinya India saat 65 
Ma ada di sekitar Cocos island sekarang, maka India sebelum retak harus 
bersatu dengan bagian barat Australia, bukan dengan bagian timur Afrika 
seperti kebanyakan rekonstruksi sekarang. Saya jadi ingat rekonstruksi 
Carey (1956), salah satu dari sedikit publikasi yang menaruh posisi 
paleotektonik India ke Australia dan bukan ke Afrika.

Lepas dari implikasi itu, Deccan Traps memang antipodal Chicxulub 
Crater. Problem yang ada timbul karena plotting antipodal position tak 
dilakukan pada globe 65 Ma. K-T Boundary Mass Extinction adalah kerja 
sama berdua antara extra-terrestrial astroblem di Chicxulub dan 
terrestrial volcanism di Deccan Traps.

Salam,
awang


vicki amir wrote:

Assalamualaikum wr.wb

Pak Awang , terimakasih atas penjelasan bapak dalam email 
sebelumnya...
saya sempat membaca mengenai email bapak di geounpad yang membahas 
mengenai biggest impact on earth yang terdapat di Wilkes, Antartica, 
hingga efek antipode yg ditimbulkannya (siberian traps flood 
basalt)...yang ingin saya tanyakan adalah, sebelum atau sesudah meteor 
itu membentur bumi apakah ada meteor2 yang lain lagi yg collide dan 
memberikan efek antipode yang signifikan sama dengan Wilkes meteor 
ini?bagaimana dengan origin dari deccan traps?

Wassalam
Regards
Vicki Rezky Amir

Copy addresses and emails from any email account to Yahoo! Mail - 
quick, easy and free. Do it now...


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com




 __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

Kirim email ke