Aspects of the Earth (Shaler, 1890)
   
  Saya menemukan buku tua berjudul seperti subyek di atas di sebuah toko 
buku-buku antik di Adelaide, South Australia minggu lalu. Tahun penerbitannya 
cukup tua, tahun 1890, 117 tahun yang lalu, setahun lebih tua dari buku paling 
tua yang saya miliki selama ini (Bible berbahasa Sunda, 1891). Penemuan ini, 
buat saya, sangat menggembirakan.
   
  Bersama buku tua geologi itu, saya juga menemukan buku berjudul “Physiography 
: an Introduction to the Study of Nature” oleh Thomas Huxley (1904), naturalist 
terkenal rekan Charles Darwin yang isinya banyak bercerita tentang geologi, dan 
buku klasik geologi terkenal Arthur Holmes “Principles of Physical Geology” 
(1944), ada juga buku terkenal “The Kon-Tiki Expedition” (Thor Heyerdahl, 1950 
– diterjemahkan dari bahasa aslinya dalam bahasa Norwegia “Kon-Tiki 
Ekspedisjonen” – 1948). 
   
  Kali ini saya ingin sedikit mengulas buku “Aspects of the Earth : A Popular 
Account of Some Familiar Geological Phenomena” (Shaler, 1890). Barangkali, 
menarik untuk membacanya mengikuti perkembangan pemahaman geologi akhir abad 
ke-19. Buku ini ditulis oleh N.S. Shaler, professor geologi Harvard University. 
Penerbit Buku adalah Smith,Elder, and Co., Waterloo Place, London. Tebal buku 
344 halaman,dihiasi dengan gambar2 dan foto2 pada masa itu. Kertas2 halamannya 
tebal seperti karton.
   
  Aspek-aspek yang dibahas dalam buku ini terbagi ke dalam  tujuh bab : The 
Stability of the Earth, Volcanoes, Caverns and Cavern Life, River and Valleys, 
The Instability of the Atmosphere, Forests of North America, dan The Origin and 
Nature of Soils.
   
  Bab “The Stability of the Earth” membahas :  kesalahan pandangan masa lalu 
tentang stabilitas Bumi, pertumbuhan benua dan penyebabnya, klasifikasi tentang 
gerakan-gerakan Bumi (swayings, pulsations, tremors), gerakan volkanik, sifat 
goncangan gempa, bagaimana pergerakan gempa melalui batuan, efek gempa kepada 
masyarakat, klasifikasi gempa berdasarkan energi perusaknya, metode bagaimana 
membuat bangunan agar aman dari gempa, dan gelombang laut akibat gempa (belum 
menyebutnya sebagai tsunami). 
   
  Bab “Volcanoes” membahas letusan-letusan gunungapi terkenal seperti Vesuvius, 
Etna, Tambora, dan Krakatau, produk-produk letusan gunungapi, dan perbandingan 
antara letusan gunungapi di Bumi dan di Bulan. 
   
  Bab “Caverns and Cavern Life” membahas klasifikasi gua dan metode 
pembentukannya, gua batugamping dan gua volkanik, kehidupan manusia primitif di 
gua, peninggalan2 fosil di gua, dan deposit mineral di gua.
   
  Bab “Rivers and Valleys” membahas bagaimana singkapan2 batuan di sungai 
membantu studi geologi, jenis2 sungai, erosi di sungai, endapan2 sungai, air 
terjun, penyebaran sungai terhadap formasi geologi, delta, deposit glacial, dan 
pembahasan sungai-sungai terkenal seperti Mississippi dan Amazon. 
   
  Bab “Instability of the Atmosphere” membahas semua unsur dan efek cuaca di 
daratan dan lautan seperti curah hujan, temperatur, angin, dll,  bencana2 cuaca 
seperti badai, angin topan dan bagaimana mengenal serta menghindarinya.
   
  Bab “Forests of North America” membahas tentang hutan2 di belahan Bumi 
sebelah utara secara umum, suksesi geologi tanamannya, evolusi kehidupan di 
dalamnya, varietas hutan di Amerika Utara dan perbandingannya dengan di Eropa, 
penanaman hutan kembali, padang rumput, kebakaran hutan, hujan asam di hutan, 
aspek penggundulan hutan, dan nilai ekonomi hutan.
   
  Bab “The Origin and Nature of Soils” membahas asal tanah oleh berbagai 
proses, klasifikasi tanah, efek2 proses Bumi dan udara terhadap tanah, 
kerusakan tanah, dan penggunaannya.
   
  Berikut sedikit isi buku tersebut, bisa dilihat bagaimana pemikiran yang 
berkembang pada zaman itu.
   
  Sebuah konsep yang menarik yang dikemukakan adalah bahwa diameter Bumi 
bergantung kepada jumlah panas yang dikandungnya. Panas ini secara tetap 
menghilang ke ruang angkasa dengan makin mendinginnya Bumi. Letusan volkanik 
pun menghilangkan panas Bumi. Maka, Bumi secara konstan semakin menciut 
ukurannya. Penghilangan panas dan penciutan ini semakin cepat menuju pusat 
Bumi, karenanya semakin ke pusat Bumi semakin tak ada kerak batuan yang keras. 
Penciutan Bumi juga menjadi penyebab mengapa kerak Bumi mengerut2 terdeformasi 
menjadi punggungan, kontinen, dan samudera. Perbedaan penciutan antara inti 
Bumi dan kulitnya menjadi penyebab deformasi ini.
   
  Bagaimana menerangkan asalnya gunungapi ? Deposit sedimen di dasar laut 
mengandung 5-25 % air terperangkap di antara butir2 batuannya. Suatu ketika 
lapisan sedimen ini terpendam sangat dalam  sekitar 20.000 kaki atau lebih 
sehingga terpapar kepada panas interior Bumi. Air yang terperangkap di dalamnya 
akan meningkat temperaturnya melebihi titik didihnya. Panas ini datang bukan 
dengan cara konduksi tetapi juga melalui intrusi magma seperti dike. Air 
mendidih ini ingin selalu berubah menjadi keadaan gas, bila menemukan garis 
lemah di sekitarnya maka tekanan uap ini akan membukanya kemudian energinya 
akan meletus membentuk gunungapi. Bila letusannya begitu besar, maka air panas 
bertekanan tinggi ini akan meleburkan batuan di sekitarnya kemudian akan 
menjadi produk letusan gunungapi sebagai lava.
   
  Bagaimana membangun gedung yang aman terhadap gempa ? Shaler (1890) mengutip 
buku terkenal tulisan Prof. John Milne, ahli gempa saat itu, berjudul 
“Earthquake and Other Earth Movements” (Milne, 1886 – International Science 
Series, Appleton and Co., New York). Ini nasihat Prof. Milne untuk membangun 
gedung di wilayah gempa : 
   
  -         Aturlah celah-celah di tembok sehingga stress horisontal yang 
diakibatkan gempa akan berkekuatan sama pada semua bagian dalam arah tegak 
lurus.
  -         Biarkan semua bagian gedung memiliki periode vibrasi yang sama.
  -         Hindari atap dan cerobong asap yang berat
  -         Gunakan semen yang baik untuk membuat dinding batu.
  -         Atap jangan terlalu curam, dan genteng2 pada puncaknya harus 
terikat dengan baik
  -         Ketahui dari mana arah goncangan utama sering datang dan dirikan 
tembok kosong sejajar dengan arah gaya itu.
  -         Semakin tinggi gedung akan semakin tergoncang, jadi ikatannya harus 
semakin kuat.
   
  Kita ikuti sekarang bagaimana Shaler membahas letusan2 volkanik di Indonesia 
yang disebut di situ masih sebagai The East Indies Archipelago atau the great 
Malayan Archipelago. Wilayah ini pada zaman itu terkenal sebagai ”rookery of 
volcanoes” (kumpulan gunungapi). ”We had there the greatest eruptions of which 
we have any historical record” tulis Shaler. 
   
  Tahun 1772 Papandayang (Papandayan maksudnya), gunungapi besar setinggi 9000 
kaki, meletus dengan hebatnya sehingga bagian atas kerucutnya setinggi 4000 
kaki  terlempar ke udara (!) dan hancur sebagai abu volkanik yang mengubur 40 
desa. 
   
  Tahun 1822 (1815 mestinya), Sumbowa (Sumbawa maksudnya), sebuah pulau kecil 
di timur Jawa meletus lebih hebat lagi, terdengar letusannya dari jarak 970 mil 
sampai Sumatra dan 720 mil sampai Ternate. Abu dan batuapungnya merusak semua 
bangunan sejauh 40 mil dari kawah  letusan. Letusan ini telah menyebabkan angin 
putting beliung karena atmospheric disturbance yang mencabut semua pohon di 
hutan dan mengubah lahan subur menjadi gurun. 12.000 orang di Tomboro (Tambora 
maksudnya) tewas dan hanya 26 orang yang selamat.
   
  Tahun 1822 juga Galongoon (Galunggung maksudnya) yang sebelumnya tak 
diketahui aktif meletus dengan dahsyat dan abu serta lumpur panasnya mengubur 
140 desa di sebuah sisi gunung menelan 4000 nyawa. Tak ada sisa2 kehidupan 
tertinggal akibatnya.
   
  Tahun 1883, Krakatau meletus dahsyat, dan paling dahsyat sampai saat ini 
(Krakatau meletus tujuh tahun sebelum buku ditulis). Krakatau adalah pulau 
kecil di tengah Sumatera dan Jawa. Setelah meletus hampir seluruh pulau ini 
hilang sampai ke bawah laut. Bagian letusan terjadi di dasar laut, bukan di 
pulau yang muncul di atas laut.  Letusan ini mengakibatkan gelombang setinggi 
50-60 kaki melanda pantai dan perkebunan di batas Sumatera dan Jawa membunuh 
lebih dari 30.000 orang. Gelombang ini terasa sebagai anomali pasang di 
Atlantik utara dan seluruh pantai Pasifik. Fenomena di atmosfer akibat letusan 
ini lebih dahsyat lagi daripada yang terjadi di laut. Gelombang kejutnya 
mengelilingi planet Bumi dua kali, abu2 halusnya menjadi bagian permanen 
atmosfer.
   
  Nah, itulah beberapa contoh konsep pemikiran dan deskripsi di dalam buku tua 
geologi ini.  Tentu masih banyak sekali hal2 yang lain. Buat saya, buku ini 
menarik sekali, terutama untuk menyelusuri bagaimana konsep pemikiran 
aspek-aspek geologi pada akhir 1800-an. Karena buku antik, harganya lumayan 
mahal, dijual seharga 50 A$ atau sekitar Rp 430.000.  Tetapi, relatif menjadi 
tak mahal sebab buku semacam ini tak selalu dengan sengaja dijumpai dalam 10 
tahun pun. Kondisi buku masih bagus, walau ada bekas2 air mengering di beberapa 
halamannya.
   
  Kalau ada buku2 asli James Hutton (1795 – Theory of the Earth) atau Charles 
Lyell (1830 – Principles of Geology ) atau Charles Darwin (1859 - The Origin of 
Species) akan menarik sekali bila dapat memilikinya. Di Royal Society di 
Inggris atau Edinburgh, buku2 itu mungkin masih ada. Walaupun buku  Darwin itu 
dibakar tak lama setelah terbit (karena dinilai menyesatkan), toh justru buku 
Darwin itu terus diterbitkan re-prints-nya (misalnya oleh penerbit Penguin) 
sampai sekarang bahkan telah diterjemahkan pula ke dalam bahasa Indonesia pada 
tahun 2003 (Yayasan Obor Indonesia). Semua pembela dan penyerang Darwin sama2 
bisa mengambil manfaat dari buku Darwin ini sebab Darwin mengemukakan baik 
bukti2 evolusi maupun kelemahan2 teori evolusi.
   
  salam,
  awang

       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

Kirim email ke