Kita sebut saja sebagai "eksplorasi" Cekungan Sibolga. Hingar-bingar press release BPPT tentang temuan potensi migas di lepas pantai sebelah barat Aceh, atau di sekitar Pulau Simeulue, yang diramaikan dengan berita-berita provokatif dan bombastis di media massa, diskusi di milis-milis, dan akhirnya luncheon talk yang digagas HAGI dan IAGI, sepi sudah.
Sebagai pengamat dan orang yang terlibat langsung baik dalam diskusi di milis-milis, narasumber untuk luncheon talk, narasumber untuk beberapa majalah (Tempo dan Globe Asia), serta mengawal dan mengusung issue ini ke Sekretariat Negara, Ditjen Migas, sampai Presiden; saya dapat mengemukakan beberapa hal di bawah ini. 1. BPPT tidak seharusnya mengeluarkan angka barrel saat press release pada struktur2 berpotensi perangkap hidrokarbon yang diindentifikasinya berdasarkan survey geomarin BPPT-BGR. Mengeluarkan angka barrel ini telah menjadi sumber kesalahpahaman para pekerja media. Volumetrik struktur2 itu mestinya cukup berakhir dengan m3 atau lebih cocok lagi acre ft seperti yang berlaku di dunia migas. Barrel adalah satuan fluida, sementara yang dibicarakan BPPT itu adalah satuan volume yng dipotong ruang pori. 2. BPPT tidak seharusnya membandingkan volume yang salah ini dengan lapangan2 minyak di Arab sebab itu berarti kesalahan dua kali dan fatal. Kesalahan pertama adalah menggunakan satuan barrel, kesalahan kedua adalah menggunakan satuan yang salah itu untuk perbandingan dengan volume lapangan2 di Arab. 3. Potensi migas Cekungan Sibolga tetap terbuka untuk dipelajari lebih jauh, sekalipun cekungan ini sudah dikerjakan dari 40 tahun yang lalu dan telah ada 24 sumur eksplorasi (saya mengoreksi presentasi saya di luncheon talk itu yang mengatakan 20 sumur) yang menembusnya dengan kedalaman bervariasi dari sekitar 6000-11.000 ft dan hanya enam sumur yang menemukan gas biogenik tidak ekonomis. Beberapa anomali mulai nampak dan perlu diklarifikasi, dikonfirmasi, bahkan dikejar. Sayang, saya tidak melihat HAGI ataupun IAGI mengeluarkan press release sebenarnya ke media massa seusai luncheon talk itu, BPPT pun tak melakukan koreksi. Tetapi, komentar saya yang bernada korektif telah dimuat di Majalah Tempo dan Globe Asia. Meskipun suatu kesalahan, mengoreksinya sebenarnya adalah bagian dari pendidikan kita semua. Jangan membiarkan kesalahan didiamkan. Issue ini tidak berhenti, yang sepi adalah hingar-bingar pemberitaannya. Butir no. 3 di atas menjadi awal kita melanjutkan "eksplorasi" Cekungan Sibolga/Cekungan Meulaboh/Cekungan Simeulue. Dalam rapat terbatas dengan Presiden SBY, seminggu setelah luncheon talk itu, Pak Presiden meminta agar sumberdaya nasional dikerahkan untuk mengklarifikasi dan menindaklanjuti "temuan" BPPT ini. Maka, kemarin, 10 Maret 2008, di dalam rapat di DitJen Migas dibentuklah tim yang tugas utamanya adalah melakukan klarifikasi atau konfirmasi potensi migas sebenarnya Cekungan Sibolga ini melalui studi. Sesuai arahan Pak Presiden, maka unsur2 tim ini merupakan institusi2 yang terlibat dalam migas dan survey geomarin, meliputi : BPPT, DitJen Migas, PusDatin, Lemigas, PPGL, BPMIGAS, juga didukung organisasi profesi (IAGI,HAGI, IATMI) dan Perguruan Tinggi. Tim ini rencananya akan dibentuk oleh SK Menteri. Rapat dihadiri juga oleh Pak Teuku Riefky dari Komisi VII DPR (asal dari Fraksi Partai Demokrat Aceh) yang tanggapannya positif dan siap memainkan peranannya di DPR sana. Data adalah hal yang utama. Dalam rapat kemarin, saya melihat bahwa semua data itu telah ada dan cukup lengkap dengan cakupan data yang diambil dari tahun 1968-2008. Keberadaan data saat ini tersebar di beberapa institusi (DitJen Migas, Pusdatin, BPPT). Payung hukum penggunaan data lintas institusi ini akan diatur. Tim sepakat untuk segera memulai studinya agar "hingar-bingar" tersebut menjadi jelas. Hasil studi akan menentukan bagaimana Pemerintah Indonesia mengelola kawasan ini. Demikian sekedar informasi awal barangkali rekan2 ingin tahu apa yang terjadi sebagai tindak lanjut "eksplorasi" Cekungan Sibolga. Salam, awang