wah wah saya belom tau kalo mbah maridjan punya cucu orang samosir hehe kalo menurut pakdhe-simbah yang dulu tinggal di deket gunung berapi biasanya ahli membaca tanda-tanda alam. salah satunya ya lewat binatang itu tadi, kalo ndak salah biasanya para penghuni lereng gunung seperti lutung, macan (kalo masih ada) rata-rata turun gunung, entah karena suhu di sekitarnya meningkat atau memang ada insting tertentu dari hewan buat membaca tanda-tanda alam. Kalo soal mbah maridjan, waduh agak gak ngerti juga tuh bang, tapi kalo masih inget dulu kita kuliah vulkanologi juga sempat mengitari rumah mbah maridjan di dekat Kalikuning, sambil belajar lahar, vulkanic ash, dan mungkin juga supaya dapat feel-nya mbah maridjan. Seperti beberapa diskusi yang lalu tentang pendidikan formal dan non formal, gedung 3 lantai di T.Gl UGM masih tetap perlu untuk belajar apapun yang sifatnya formal, tapi sesekali tidak ada salahnya mampir ke padepokan mbah maridjan, sowan, mendengarkan petuahnya tentang vulkanologi versi si mbah, dan belajar langsung dari alam.
/nuwun, senoaji bosman batubara <[EMAIL PROTECTED]> 04/08/2008 12:14 PM Please respond to <iagi-net@iagi.or.id> To iagi-net@iagi.or.id, Forum HAGI <[EMAIL PROTECTED]> cc Subject [iagi-net-l] FW: SAGE2009 - Southeast Asian Gateway Evolution Conference dan Mbah Marijan Pak Awang yang baik, buku Krakatoa Winchester itu emank keren banggets... Saya suka detil-detilnya. Juga perspektif yang dia bangun dalam melakukan pendekatan kepada semua fenomena sejarah. Semua data yang ada dimainkan. Bukan hanya data geologi an sich, tetapi juga lukisan, gajah yang mengamuk pada malam sirkus, dan seterusnya. geologist Oxford emank keren. Tetapi satu hal yang sangat menarik perhatian saya adalah tentang gajah sirkus di Batavia yang mengamuk sesaat sebelum Krakatoa meletus. Diceritakan oleh Winchester bahwa sesaat sebelum Krakatoa meletus, dalam rekonstruksi waktu penulisnya tentu saja, gajah yang tergabung dalam tim sirkus gelisah, mengamuk, dan memecahkan barang-barang. Ini fenomena pertama bahwa binatang ditengarai memiliki indra yang sensitif terhadap gejala alam seperti gunung api meletus. Hasil riset pakdhe Winchester ini berikutnya adalah fenomena di seputaran San Andreas Fault. Ternyata ada peningkatan laporan orang yang kehilangan binatang peliharaan sesaat sebelum terjadinya gempa yang dipicu oleh patahan itu. Lagi-lagi, hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa binatang memiliki indra yang sensitif terhadap fenomena alam (dan kali ini gempa bumi yang dipicu patahan). Kemudian yang ketiga, ini diluar buku Pakdhe Winchester, tetapi masih berkaitan dengan hubungan antara binatang dan kejadian alam tadi. Beberapa bulan yang lalu, saya menemukan sebuah tulisan singkat di KOMPAS (saya masih punya klipingnya), bahwa di daratan Cina sekarang sedang dikembangkan metode pendeteksian gempa bumi dengan menggunakan binatang sebagai detektornya. Binatang yang mereka gunakan adalah ular. Praduganya persis sama dengan logika Pakdhe Winchester itu, bahwa binatang (dalam kasus kolega kita di Cina daratan ini ular) memiliki indra yang sensitif terhadap fenomena alam seperti letusan gunungapi dan gempabumi. Dalam tulisan singkat itu diceritakan bahwa ular-ular akan keluar dari sarangnya di dalam tanah kalau terjadi perubahan entah apa di sana sesaat sebelum terjadinya gempabumi. Kelakuan ular itulah yang diamati dan dicatat oleh para ahli, dan tentu saja kelak akan diformulasikan, guna menyari hubungan antara perilaku ular dan gempabumi ini. Perihal-perihal itulah yang kadang selalu saja mengusik saya. Apa benar binatang memiliki sensor2 itu? Bagaimana rasionalisasi sains-nya? Dan untuk konteks Indonesia, saya curiga, jangan-jangan Mbah Marijan di Yogya juga memiliki ilmu itu. Peradaban kita yang pendek ini pernah punya sejarah manusia yang bisa berbicara dengan binatang lewat Nabi Sulaeman. Terserah percaya atau tidak, tetapi ada kitab yang menyeritakan itu. Jangan-jangan Mbah Marijan di Jogja bisa berkomunikasi dengan binatang, entah melalui kegiatan spritual seperti apa gitu. Dan dengan kemampuannya berkomunikasi dengan binatang itu Mbah Marijan kemudian mempelajari ilmu-ilmu binatang, dan endingnya, bisa memperkirakan dengan tepat bahwa Gunung Merapi tidak akan meletus. Sehingga dia tak mau dievakuasi pada saat banyak orang dievakuasi dan pada saat para geosaintis menyarankan evakuasi. Sekali lagi, sains (dalam hal ini vukanologi) mengaku salah di hadapan si Mbah. Dan kecurigaan saya ini lama-kelamaan berkembang menjadi semacam rasa percaya, mesti saya sendiri sampai sekarang belum bisa menjelaskannya. Tapi percaya bahwa si Mbah punya "ilmu lain" yang tak dimiliki oleh para vulkanolog. Dan saya, lagi-lagi semakin percaya, bahwa sejarah adalah milik para pemenang. Andaikata yang memenangkan kontestasi sejarah adalah kaumnya Mbah Marijan (untuk menggampangkan penyebutan sebut saja 'kaum tradisional', meski kita masih dapat diskusi soal ini), maka saya percaya bahwa di almamater saya, Teknik Geologi UGM, tidak akan diajarkan vulkanologi, tetapi akan diajarkan bagaimana caranya biar punya ilmu seperti Mbah Marijan. Kasarannya mungkin akan diajarkan bagaimana caranya memeroleh wangsit, nur, pulung, atau juga telobodro. Mungkin kampusnya tak akan seperti sekarang dengan gedung yang wah berlantai tiga, tetapi akan berupa padepokan dengan dengan suara air yang mengalir di sekelilingnya. Dan soal epistemologi, sistematisasi, dan seterusnya, saya juga masih yakin bahwa itu hanyalah masalah teknis. Artinya ilmu yang dimiliki oleh si Mbah pun bisa dibuat sillabusnya, dijadikan per (semacam) SKS, dan bahkan lebih canggih lagi: dirumuskan metode-metodenya. Wah... tambah mumet!!! pecas ndahe. Dan di sini saya diskusi, menyari pendapat dari para sepuh. Karena biasanya para sepuh punya ilmu yang khas. Seperti misalnya ketika Pak Awang menulis makalah Lusi yang sangat memikat dengan bahan-bahan antara lain dari dongeng-dongeng dan kitab-kitab kuno: korpus yang selama ini luput kita sentuh. Bagaimana Pak Awang? btw, Pak Awang punya "A Creck in the Edge of the World"? tabik, bosman batubara ----- Original Message ---- From: Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> To: [EMAIL PROTECTED]; Forum HAGI <[EMAIL PROTECTED]>; IAGI <iagi-net@iagi.or.id> Sent: Sunday, April 6, 2008 11:39:34 PM Subject: [iagi-net-l] Re: [Geo_unpad] Re: FW: SAGE2009 - Southeast Asian Gateway Evolution Conference Membaca “Krakatoa” Winchester (2003) sangat mengasyikkan, pengetahuan kita diperkaya oleh detail geologi dan detail sejarah Banten dan Batavia. Tulisan Winchester tentang geologi selalu detail, seperti dua buku lainnya tentang William Smith (The Map that Changed the World, 2001) dan tentang gempa San Francisco dan San Andreas Fault (A Crack in the Edge of the World, 2005). Semoga kelak muncul geologist Indonesia yang bisa bercerita seperti Simon Winchester, memperkenalkan geologi kepada masyarakat dalam kemasan cerita. Indonesia adalah dunia perbenturan, semuanya di sini berbentur, termasuk mineralisasinya. Ini telah diketahui sejak lama, disintesis pertama kali oleh Westerveld (1952) yang menulis “Phases of mountain building and mineral provinces in the East Indies” dan mempresentasikannya dalam suatu kongres geologi internasional di Inggris pada tahun 1948. Tahun 1974, Katili merevisi publikasi jalur mineralisasi Westerveld ini menggunakan teori tektonik lempeng, dan mempublikasikannya dalam tulisan “Geological environment of the Indonesian mineral deposits – a plate tectonic approach (Publikasi Teknik Direktorat Geologi-Seri Geologi Ekonomi no. 7). Bisa dibaca pada kedua publikasi penting di atas bahwa terjadi mineralisasi yang menyolok antara Indonesia Timur dan Indonesia Barat, batas keduanya lebih kurang pada Wallace Line. Westerveld memperkenalkan bahwa ada kaitan erat antara fase pelipatan, gaya tektonik, dan umur mineralisasi. Ia memperkenalkan empat jalur orogen. Orogen Malaya Yura Akhir yang menghubungkan lipatan2 di Sundaland dan Semenanjung Malaya dan membawa deposit kasiterit, emas dan bauksit. Orogen Sumatra Kapur melalui Sumatra, Jawa Tengah, dan Kalimantan Tenggara membawa besi piro-somatik dan deposit logam dasar emas-perak, laterit besi, dan plaser intan dan emas. Orogen Sunda Miosen Tengah yang melalui busur kepulauan dalam Sumatra dan Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi bagian barat membawa bijih manggan dan emas-perak epitermal. Orogen Maluku Kapur Akhir-Miosen tengah yang melalui busur kepulauan luar Sumatra-Timor-Banda-Sulawesi bagian timur yang membawa nikel-silikat, bijih besi laterit yang berasosiasi dengan peridotit. Katili menyimpulkan bahwa mineralisasi Tersier di Sulawesi, Halmahera, dan Irian Jaya lebih penting dibandingkan di Jawa, Sumatra dan Nusa Tenggara. Ini mungkin berhubungan dengan unsur-unsur kerak yang digenerasikan di pusat pemekaran Pasifik yang kelihatannya lebih kaya akan logam dibandingkan yang digenerasikan di Samudra Hndia, ini bisa dibuktikan dengan banyaknya nodul polimetalik di beberapa bagian Pasifik. Deposit nikel lateritik di Sulawesi, Gebe, Gag, dan Pegunungan Cycloops di Irian Jaya berasal dari batuan ultrabasa yang dihasilkan oleh subduksi dan collision yang berasal dari pusat pemekaran di Samudra Pasifik. Saya pernah mengeksplorasi deposit laterit nikel Cycloops, Jayapura ini, pemandangannya begitu menakjubkan – sebuah plato yang ke utara terbuka ke laut lepas Pasifik. Lingkungan geologi nikel lateritik di wilayah ini menunjuk kepada fakta bahwa lingkungannya berupa busur kepulauan samudra yang terbuka yang dicirikan oleh lapisan tipis sedimen pelagis yang terdeformasi kuat dan melibatkan bagian mantel. Area ini juga berhubungan dengan zone benturan Sulawesi dan Maluku, wilayah dengan kerak oseanik dan mantel tersesarsungkupkan di atas busur kepulauan. Kejadian tembaga porfiri di Sulawesi tengah dan utara dan Irian Jaya menunjukkan bahwa busur kepulauan volkano-plutonik asal Pasifik juga kaya akan mineralisasi tembaga. Langkanya deposit tembaga di Sumatra dan Jawa mungkin disebabkan beberapa faktor antara lain : tutupan volkanik Resen, penetrasi magma berbagai umur pada jalur-jalur orogen yang tumpang tindih, dan mungkin sedikitnya kandungan mineral logam pada kerak samudra Hindia yang menunjam di bawah kerak benua Asia yang tebal dan tua. Maka, perbedaan komposisi mantel di bawah pusat pemekaran Samudra Hindia dan Samudra Pasifik bertanggung jawab bagi perbedaan mineralisasi di Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Lingkungan geologi sistem palung-busur yang berbeda, perubahan temporal lokasi dan arah kemiringan zone Benioff juga bertanggung jawab bagi komplikasi dan keragaman geologi dan mineralisasi di dalam sistem palung-busur yang sama. Karena Indonesia Barat datang dari Asia dengan mineralisasi yang dipengaruhi kerak samudera Hindia dan benua Asia, dan Indonesia Timur datang dari Australia dengan mineralisasi yang dipengaruhi kerak samudera Pasifik, maka mineralisasi kedua wilayah ini berbeda, dan garis batas keduanya lebih kurang di jalur tempat Wallace menarik garis atas namanya. Salam, awang 83 awang bowo <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Daer all <!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--> Sungguh menarik apa yang diuraikan oleh senior2 di milist ini dari strtigraphy, konvergansi geology dan konvergensi meteorology,global climate, wallace line sampai dengan james hutton laws. Tidak dipungkiri, sumbangan via milist ini sangat membantu membuka wawasan kita, baik untuk akademisi, profesonal maupun mahasiswa. <!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--> Sekedar sharing, bahwasanya explanations mengenai hal diatas adalah saling berhubungan seperti benang merah yang saling terkait antara satu dengan yang lain. <!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--> Yang tidak terpikirkan oleh Wallace adalah bahwa mekanisme geologi kelak diketahui sebagai gerakan plate tektonik yang mengakibatkan burung2 dan binatang itu mengelompok, yang membuat kakaktua begitu dekat sehingga bisa dijerat oleh bajing, dan tapir begitu dekat sehingga bisa bertemu dengan platypus(binatang menyusui dari Australia)yang berkaki selaput, adalah sama persis dengan tabrakan yang memberikan reputasi besar pada Indonesia sebagai pusat kendali vulkanik dunia, dengan gunung berapinya yang paling berbahaya, KRAKATAU sebagai salah satu bagian klasiknya… Mungkin bisa jadi satu tambahan untuk bisa lebih dalam memahami apa yang disampaikan pak awang..“bagaimana geologi mengendalikan keanekaragaman hayati” <!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--> Adalah Seorang Alfred wegener 1915 dalam bukunya die versciebung der kontinente (pergeseran benua) telah melakukan serangkaian ekpedisi ke benua amerika dan afrika sampai greenland(sebuah pulau yg sangat rumit dan instruktif)untuk mencari pendukung tentang gagasan plate tektonik. Ia mendapatkan bukti bahwa pada deretan pegunungan yang ada, deposit2 batubara dan penemuan fosil dikedua benua yang dibatasi oleh samudra tersebut, wegener menyadari , rangkaian-rangkaian pegunungan dan jalur mineral yang bisa di ekploitasi, serta garis amonit, trilobite dan urat2 batuan graptolitic shale itu sendiri ditangkupkan, ternyata pas betul, seperti potongan 2 dari teka-teki jigsaw raksasa <!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--> Lebih lengkapnya, kita bisa membaca buku “KRAKATAU ketika dunia meledak 27/8/1883” ditulis oleh Simon Winchester (seorang Geologist lulusan oxford university) Buku ini sangat menarik, mungkin rekan2 sudah ada yang memilikinya..dalam bukunya, dia bercerita secara detail,lugas dan mudah dipahami mengenai kronologi geology secara general, dan spesifik berbicara tentang krakatau berdasarkan fakta. Dan mengetengahkan fenomena letusan krakatau yang begitu dahsyat berpengaruh secara fisik, mental, politik social dan kebudayaan yang menimpa bangsa Indonesia saat itu sampai sekarang… <!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--> Kembali ke topic, sekedar untuk bertukar informasi, ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan, mungkin pak awang maupun dosen atau senior2 lain bisa membantu kita ketahui bahwa Line Wallace notabene berhubungan dengan biogeografi, tapi apakah ada related issue ataupun teori yang bisa menjelaskan antara varietas mineral deposit dengan line wallace? Karena ketika saya melakukan ekplorasi di berbagai wilayah nusantara,ada perbedaan mineral deposit yg khas antara wilayah Indonesia bagian barat dan timur, salah satu contohnya (tolong koreksi klo ada yg kurang)endapan nickel tidak banyak ditemukan di sebelah barat line Wallace, sedangkan sebelah timur line Wallace banyak kita temukan cebakan2 nickel seperti di pulau halmahera,sulawesi (selatan, tenggara) dan irian bagian barat(daratan sorong) trimakasih salam awang98 Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Andi, Terima kasih atas perhatian dan informasinya. Minggu lalu saya menerimanya juga dari seorang teman yang sedang kuliah di Royal Holloway. Pasti akan merupakan pertemuan yang menarik. Saya minta izin Andi ya untuk meneruskan edaran ini ke milis2, siapa tahu ada rekan2 yang berminat. Saya ada beberapa paper dan penelitian belum dipublikasi yang mungkin berhubungan dengan tema seminar, semoga pada saatnya bisa saya ajukan untuk seminar tersebut. Di bawah ada sedikit ulasan tambahan tentang kontrol geologi kepada keanekaragaman hayati. Di Indonesia-lah tempat terbaik untuk mempelajari dan mengujinya. salam, awang Southeast Asian Gateway Evolution Conference Sebuah pertemuan yang akan menarik dan Indonesia akan merupakan wilayah fokus pembahasan. Tetapi, rupanya kemenarikan Indonesia ini lebih terlihat oleh ilmuwan-ilmuwan di luar Indonesia daripada para ilmuwan nasional. Ini terbukti dari penyelenggara pertemuan ini, yaitu University of London dan Natural History Museum (London). Semoga nanti banyak ilmuwan Indonesia yang hadir dan mempresentasikan hasil penelitiannya. Indonesia cukup mempunyai para spesialis yang berhubungan dengan tema pertemuan ini : “Southeast Asian Gateway Evolution” Seperti disebutkan di edarannya, pertemuan ini akan bersifat multidisiplin mendiskusikan sejarah geologi dan biologi wilayah sekitar Indonesia Timur, khususnya yang berhubungan dengan stratigrafi, tektonik, oseanografi, iklim, spesiasi (pembentukan spesies – dalam teori evolusi) dan biodiversitas (keanekaragaman hayati). Melihat temanya, kiranya masalah posisi Indonesia sebagai “gateway” (pintu gerbang) di antara dua benua dan dua samudera, yang berakibat kepada karakteristik geologi, oseanografi, iklim, dan biologi akan merupakan diskusi yang menarik. Indonesia memang wilayah penuh benturan atau pertemuan : pertemuan antar lempeng, pertemuan antar massa udara (lihat ulasan saya di milis ini pada awal Maret 2008 berjudul “Indonesia : konvergensi meteorologi”), pertemuan antar massa air laut dari dua samudera, pertemuan antar dua dunia fauna dan flora. Indonesian Gateway ini sudah lama dikenal para ilmuwan, mengemuka terutama ketika Alfred Russel Wallace, naturalis Inggris pengelana Indonesia (1854-1862), mengemukakan garis pembatas dua dunia fauna di Indonesia : Wallace Line (1863). Ulasan saya tentang garis biogeografi ini pernah dipublikasi di “Berita IAGI” edisi Juni 2005 : “Indonesia : Bagaimana Geologi Mengendalikan Keanekaragaman Hayati”. Barangkali sedikit dari kita yang masih menyimpan copy Berita IAGI, tetapi artikel tersebut pernah saya posting juga di milis ini pada beberapa saat yang lalu. Berikut ini adalah tambahan keterangan tentang arti geologi Wallace Line, mungkin berhubungan dengan tema pertemuan September 2009 itu. Wallace Line dipelajari dalam biologi saat membicarakan biogeografi, tetapi posisi garis ini seluruhnya bergantung kepada geologi dan dikendalikan oleh gerakan tektonik lempeng. Wallace menaruh garisnya pertama kali (1863) di Selat Lombok ke atas melalui Selat Makassar dan berbelok ke timur sepanjang Laut Sulawesi di bawah Filipina, 47 tahun kemudian (1910, dua tahun sebelum Wallace wafat) ia mengubah garisnya dari Selat Lombok berbelok ke timur sepanjang Laut Flores kemudian berbelok ke utara di sebelah kanan Buton, Kepulauan Sula, dan Laut Maluku lalu menuju Samudera Pasifik. Revisi garis ini lebih sesuai dengan sejarah tektonik lempeng di Indonesia. Benturan mikro-kontinen dari Australia/New Guinea terhadap Asia pada 15-5 Ma terjadi di garis Wallace 1910. Tulis Audley-Charles et al. (1981), “The collision brought two originally separate faunas and floras into direct contact, ultimately giving rise to the present-day distribution of plants and animals” Paling tidak, ada tiga peristiwa geologi yang bisa berkonsekuensi penting kepada biogeografi (Tomascik et al., 1997) : (1) longitudinal displacement, (2) land connections and sea barriers, dan (3) sea level history and speciation. Longitudinal Displacement. Perpindahan fauna terjadi berhubungan dengan perpindahan mikrokontinen yang memisahkan diri dari Gondwana bagian timur dan kini membentuk Asia Tenggara, atau melalui perpindahan sejumlah terrane yang sekarang menyusun bagian utara New Guinea (Pandolfi, 1993; Metcalfe, 1996; Hall, 2002; Satyana, 2003). Mikrokontinen2 penyusun Asia Tenggara berperan penting dalam biogeografi sebab mereka telah memindahkan fauna saat sejumlah mikrokontinen ini bergerak ke utara dan ke barat dari Australia dan New Guinea menuju Asia Tenggara. McKenna (1973) memperkenalkan istilah”Noah’s Arks” untuk fauna2 yang telah pindah secara pasif ini di atas lempeng2 geotektonik (bayangkan binatang2 yang ditampung bahtera Nabi Nuh pada Kitab Kejadian lalu bahtera itu mengembara terapung di atas air bah). Land Connections and Sea Barriers. Suatu penghalang daratan (land barriers) mempengaruhi biogeografi dalam dua cara. Pertama, penghalang ini menghentikan penyebaran marine taxa dan planktonic larvae. Kedua, penghalang ini mendorong terjadinya spesiasi (pembentukan spesies baru) melalui mekanisme isolasi populasi marine taxa (Pandolfi, 1993). Di lain pihak, jembatan daratan ini menjadi sarana untuk migrasi biota daratan (Audley-Charles, 1981). Misalnya, benturan mikrokontinen Banggai-Sula dengan Sulawesi pada Mio-Pliosen yang membentuk land connection yang sebelumnya tidak ada. Land connection ini telah menjadi sarana migrasi terrestrial biota, tetapi ia menjadi sea barrier yang memisahkan marine biota di utara dan selatan Banggai-Sula. Sea Level History and Speciation. Sebagian besar mikrokontinen penyusun Asia Tenggara (Tibet selatan, Burma, Thai-Malaya, Sumatra) tersingkap selama peristiwa rifting pada zaman Yura. Ketika muka laut naik secara global pada Kapur akhir, sebagian mikrokontinen ini tenggelam meskipun tidak cukup dalam, lalu tersingkap lagi ketika muka laut turun memasuki awal Tersier. Naik-turun muka laut ini berpengaruh kepada spesiasi. Pada saat tersingkap, sejumlah mikrokontinen ini dapat menjadi land connection sekaligus sea barrier. Pada saat tenggelam, laut saling berhubungan lagi membuka peluang migrasi marine-taxa. Naik turun muka laut ini seperti kita tahu masing-masing berhubungan dengan deglasiasi dan glasiasi. Sundaland dan Sahul-land menunjukkan contoh yang baik untuk hal ini. Selama susut laut kala Plistosen, ada land connection antara Asia dan Australia. Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Malaysia. Kalimantan dan Sulawesi pun di beberapa tempat bersatu melalui jembatan daratan. Persatuan daratan ini telah menjadi sarana migrasi fauna darat dan barier bagi fauna laut. Baik migrasi maupun barier akan menciptakan spesies baru, masing-masing melalui percampuran dan isolasi. Meskipun geologi mengontrol biogeografi, mengurai hubungan ini tidaklah sederhana (Hall, 1998). Kontrol itu sering tidak terlihat sebab tak langsung. Geologi dan tektonik mempengaruhi variabel-variabel muka laut, elevasi daratan, jenis tanah, angin dan gerakan air, juga iklim. Lalu, variabel-variabel ini berpengaruh kepada biogeografi. Pemahaman yang lebih baik antara geologi dan biogeografi diharapkan dapat diperoleh bila terjadi sinergi antara ahli-ahli dari kedua disiplin ilmu ini. Para ahli geologi bisa mengkontribusikan peta-peta detail tentang penyebaran daratan dan laut, paleo-topografi, garis pantai, batas paparan, informasi tentang umur dan litofasies, pengangkatan dan penenggelaman, peristiwa magmatik, rekonstruksi tektonik. Para ahli biogeografi dapat mengkontribusikan informasi tentang distribusi fosil-fosil tanaman untuk mengetahui paleo-temperatur dan lingkungan, flora dan fauna khas untuk setiap satuan geologi, kecepatan spesiasi dan penyebaran fauna, studi DNA untuk mengetahui skala waktu perkembangan biologi, atau simulasi matematika variabel-variabel biologi untuk menguji pola prediksi biogeografi terhadap pola sebenarnya. Adalah bukan hal yang mustahil bila geotektonik sampai mengontrol pola sejarah penyebaran jangkrik di suatu wilayah di New Guinea dan Pasifik Barat, paling tidak itu kesimpulan menurut Boer dan Duffels (1996) dalam makalah mereka,”Historical biogeography of the cicadas of Wallacea, New Guinea and the West Pacific : a geotectonic explanation” (dalam jurnal Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology 124, hal. 153-177). Demikian sedikit tentang kontrol geologi kepada biogeografi. Indonesia memiliki tempat-tempat terbaik untuk menyelidiki dan menguji hubungan geologi dan biogeografi. ”I believe the western part to be a separated portion of continental Asia, the eastern the fragmentary prolongation of a former Pacific continent.” (Alfred Russel Wallace dalam sebuah surat kepada Henry Bates, 1858; dalam van Oosterzee, 1997, Where Worlds Collide – the Wallace Line, Cornel University Press, hal. 21). salam, awang "Salahuddin, Andi" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Pak Awang ysh: Maaf sebelumnya via japri atau kalau bapak sudah pernah menerima email/info yang sama. Saya menerima email ini karena kebetulan termasuk dalam miling-list circularnya. Setelah membaca dan mem-browsing link yang ada di bawah, saya jadi teringat pak Awang yang sangat aktif dengan penelitian dan penulisan yang berhubungan dengan evolusi Indonesia/SE Asia baik dari sisi geologi, iklim, bahkan sejarah manusia yang mendiaminya. Mungkin bapak tertarik untuk berpartisipasi dalam konferensi ini? Mudah-mudahan bermanfaat. Wassalam, Andi -----Original Message----- From: SAGE2009 [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, March 11, 2008 7:57 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: SAGE2009 - Southeast Asian Gateway Evolution Conference SAGE2009 - Southeast Asian Gateway Evolution Conference 14-17 September 2009: Royal Holloway University of London In September 2009 we are holding an international meeting at Royal Holloway that will focus on the Indonesian Gateway, the current connection between the Pacific and Indian Oceans. The meeting is aimed to bring together Life and Earth Scientists to discuss the history, development and current state of the region. We shall run SAGE2009 meeting as two parallel scientific meetings, with several plenary sessions and keynote speakers who will be encouraged to explain their subject and give overviews that can be useful to all scientists who attend. We welcome contributions on all aspects of the geology, oceanography, climate, biology and development of this region, particularly those that cross discipline boundaries, and can explain the relevance of their work to other scientists including non-specialists in the field. Please download the 1st Circular at http://sage2009.rhul.ac.uk To register your interest in attending this meeting, please click on the following link http://sage2009.rhul.ac.uk/interest/express_interest_form.html or mail your name and contact details to SAGE2009 SE Asia Research Group Royal Holloway University of London Egham, Surrey TW200EX, UK --------------------------------- Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search. [Non-text portions of this message have been removed] --------------------------------- Get the name you always wanted with the new y7mail email address. __._,_.___ Messages in this topic (2) Reply (via web post) | Start a new topic Messages | Files | Photos | Links | Database | Polls | Members | Calendar Moderators: Budhi Setiawan '91 <[EMAIL PROTECTED]> Edi Suwandi Utoro '92 <[EMAIL PROTECTED]> Sandiaji '94 <[EMAIL PROTECTED]> Wanasherpa '97 <[EMAIL PROTECTED]> Satya '2000 <[EMAIL PROTECTED]> Andri'2004 <[EMAIL PROTECTED]> Change settings via the Web (Yahoo! ID required) Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe Recent Activity 6 New Members Visit Your Group Yahoo! Groups Latest product news Join Mod. Central stay connected. Y! Groups blog The place to go to stay informed on Groups news! John McEnroe on Yahoo! Groups Join him for the 10 Day Challenge. . __,_._,___ --------------------------------- You rock. That's why Blockbuster's offering you one month of Blockbuster Total Access, No Cost. ____________________________________________________________________________________ You rock. That's why Blockbuster's offering you one month of Blockbuster Total Access, No Cost. http://tc.deals.yahoo.com/tc/blockbuster/text5.com The information contained in this communication is intended solely for the use of the individual or entity to whom it is addressed and others authorized to receive it. It may contain confidential or legally privileged information. If you are not the intended recipient you are hereby notified that any disclosure, copying, distribution or taking any action in reliance on the contents of this information is strictly prohibited and may be unlawful. If you have received this communication in error, please notify us immediately by responding to this email and then delete it from your system. CNOOC is neither liable for the proper and complete transmission of the information contained in this communication nor for any delay in its receipt.