Pak Herman, Terima kasih atas ulasan Pak Herman. Memang dalam memahami siklus (kejadian berulang) kita membagi periode-periodenya ke dalam : (1) long term (milyar-juta tahun) ke dalamnya termasuk tectonic processes dan basin evolution, (2) short term (ratusan ribu-ribuan tahun) ke dalamnya termasuk siklus2 Milankovitch dan climatic phases, dan (3) historic term (seribu tahun - < 1 hari) ke dalamnya termasuk episodes (bulan-seribu tahun), dan events (1 bulan - < 1 hari). Dalam suatu wilayah pasti kita akan mendapatkan hasil tumpang tindih ketiga periode tersebut. Tetapi untuk endapan Holosen yang di mulai 0.01 Ma (10.000 tahun yang lalu) pasti kita hanya mendapatkan efek2 climatic changes, episodes, dan events. Untuk satu siklus terkecil Milankovitch pun kelihatannya belum terbentuk (siklus longitude of the perihelion 20.000 tahun). salam, awang
--- On Wed, 7/2/08, Herman Moechtar <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Herman Moechtar <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [Geo_unpad] Sangiran Cyclostratigraphy & Demise of Hominids (was : “Terbelah Segala Mata Air...") To: [EMAIL PROTECTED] Date: Wednesday, July 2, 2008, 3:22 PM Pak Awang, Betul dan saya setuju pada kutipan-kutipan dalam al Kitab sehubungan dengan keajaiban yang terjadi tersebut ada kaitannnya dan tersirat. Hanya saja, berat rasanya apabila segala sesuatu penafsiran ilmu pengetahuan khususnya kebumian kita kaitkan kepada kepercayaan. Hanya itu saja. Dan saya yakin apabila kita mengikuti ajaran agama, kita akan selalu diberi kemudahan.. Pengalam saya menunjukkan bahwa, semakin banyak ilmu pengetahuan yang kita miliki kita berikan pada orang lain ternyata pengetahuan kita akan bertambah dan diberi kemudahan (itu saya rasakan sekali.....) . Mengenai kubah Sangiran, abstraknya bagus dan dapat dipertanggungjawabk an. Tentunya semua itu ada dasarnya. Hanya saja pendekatan yang dilakukan agak berbeda. Namun demikian, dalam suatu penelitian metoda apapaun yang digunakan dengan pendekatan yang berbeda, tentu akan menghasilkan sesuatu yang saling mendukung. Hanya saja, kita harus pandai-pandai mengkorelasikannya. Tidak ada kesalahan dari suatu hasil penelitian masalah kebumian yang diperbuat, apabila dilakukan secara benar. Yang ada adalah kesalahan dari masing-masing individu yang tidak mau memahami orang tapi ingin dipahami orang. Betul yang dikatakan pak Awang, dalam ruang dan waktu apa kita menjabarkan hasil penenlitian itu. Pada prinsipnya saya mengunakan pemahaman bahwa suatu peristiwa bumi itu ada awal dan akhirnya yang memberikan dampak berubahnya lingkungan. Peristiwa tersebut saya bedakan mulai dari yang kecil yaitu 1 hari dan 1 tahun (ordo berapa ? saya masih belum mengetahuinya) karena menuju ke ordo 7 (siklus Precession) mungkin masih banyak siklu-siklus yang lain. Sedangkan siklus satu adalah berkaitan dengan Sekala Wilson hingga sekuen Exxon (sekuen-stratigrafi ). Menurut saya kejadian tersebut dapat dibedakan menjadi yang bersifat periodik dan episodik, dimana priodik itu diartikan sebagai kejadian yang terus menerus dengan sesatan yang tidak besar. Sedangkan episodik merupakan gabungan periodik yang dapat dibedakan. Dalam kurva sea-level Haq dkk., ilustrasi tersebut dapat dijelaskan secara baik meski perlu direvisi. Yang menarik buat saya adalah keteraturan dari peristiwa tersebut, dimana di dalam siklus yang terbesar terkandung siklus yang lebih kecil. Artinya, kita akan dapat membedakan ordo dari peristiwa bumi dengan mendekatan hirarki siklus yang memilki waktu dan terkait terhadap genetika dan prosesnya. Saya pernah bergabung dengan kelompok Geodinamik ITB (MT. Zen dkk.), dimana masing-masing memberi sumbangan pemikiran tentang arti geodinamika. . Pada kesempatan itu (1998 ?) saya memaparkan mengenai konsep saya: Periodik dan episodik proses dinamika perisitiwa bumi ditinjau dari aspek sedimentologi dan stratigrafi. Dan saya simpulkan bahwa perjalanan bumi itu ibarat mesin mobil yang dihidupkan. Apabila mesin distarter, maka api mulai bekerja, minyak akan naik dan sebagainya. Sebaliknya apabila bumi di starter (dalam hal ini poros bumi berpindah posisi mengelilingi matahari), maka tektonik, muka laut, iklim, erupsi dan magmatism akan bereaksi. KIra-kira itulah maksud saya.(Semuanya pernah saya lakukan penenlitiannya mulai dari Eosen sampai Pliosen di 3 cekungan daerah Spanyol) dan geologi Kuarter hampir di seluruh Indonesia. Hasilnya, tentu saja mendukung konsep tersebut. Pak Awang, Menurut saya paper Kubahnya bagus. Setidak-tidaknya saya lihat dari pendekatan yang bukan latarbelakang saya itu. Namun saya simpulkan sekala waktunya lebih panjang dari Milankovitch. Dan wajar kalau tektonik akan memberikan dampak yang besar ketika itu, dan saya sebut itu sebagai episodik yaitu berupa batas atau setara dengan gabungan sikus (composite cycles of Milankovitch) . Sebagai tambahan, cyclostratigraphy yang sudah menuju ke astrostratigraphy sangat berkembang pesat. Sayangnya, sekali sayang ahli geologi tidak memanfaatkannya apalagi di Indonesia belum ada yang mau mencobanya. --- On Wed, 7/2/08, Awang Satyana <awangsatyana@ yahoo.com> wrote: From: Awang Satyana <awangsatyana@ yahoo.com> Subject: [Geo_unpad] Sangiran Cyclostratigraphy & Demise of Hominids (was : “Terbelah Segala Mata Air...") To: [EMAIL PROTECTED] ps.com, "IAGI" <[EMAIL PROTECTED] or.id>, "Forum HAGI" <[EMAIL PROTECTED] id>, "Eksplorasi BPMIGAS" <eksplorasi_bpmigas@ yahoogroups. com> Date: Wednesday, July 2, 2008, 6:17 AM Pak Herman, Terima kasih atas e-mail dan ulasannya. Saya setuju bahwa hidup harus seimbang, konsep itu telah lama dikembangkan oleh orang-orang Timur, misalnya dalam konsep yin dan yang. Memang Kitab Suci bukan buku sains apalagi buku teks sains, sekalipun kita suka temukan di dalamnya tentang sains. Saya juga percaya bahwa apa pun bisa TUHAN lakukan tanpa mengikuti hukum-hukum alam. Dan IA tak akan terikat ruang dan waktu sebab ruang dan waktu pun adalah ciptaan-NYA. Tetapi, saya dalam beberapa kali kesempatan mempelajari fenomena bernuansa geologi yang tercatat dalam Kitab Suci, terkesan bahwa TUHAN sekalipun membuat mujizat ternyata IA tidak melanggar hukum-hukum alam yang telah ditetapkanNya. Saya ingin menafsirkan bahwa sebuah rangkaian Armageddon, Perang Zaman Akhir, telah dinubuatkan (dituliskan untuk terjadi) berkaitan dengan reaktivasi sesar mendatar besar di wilayah Palestina. Itu tertulis di dalam Zakharia 14 : 3-4 "Kemudian TUHAN akan maju berperang melawan bangsa-bangsa itu seperti Ia beperang pada hari pertempuran. Pada waktu itu kakiNya akan berjejak di bukit Zaitun yang terletak di depan Yerusalem di sebelah timur. Bukit Zaitun itu akan terbelah dua dari timur ke barat, sehingga terjadi suatu lembah yang sangat besar; setengah dari bukit itu akan bergeser ke utara dan setengah lagi ke selatan". Ini barangkali berindikasi metafora, tetapi saya mengganggapnya bukan metafora sebab sesar mendatar besar yang disebutkan di dalam Zakharia 14 tersebut adalah sebuah kenyataan geologi (lihat paragaraf di bawah). Dan, seperti yang pernah saya posting-kan dulu, kiamat di Sodom dan Gomora adalah berhubungan dengan gerakan sesar ini. Kalau kita mempelajari geologi wilayah Palestina (misalnya : Zak dan Freund, 1981 : Asymmetry and basin migration in the Dead Sea rift - Tectonophysics 80, p. 27-38; atau Manspeizer, 1983 : The Dead Sea Rift dalam Biddle dan Christie-Blick : Strike-Slip Deformation, Basin Formation, and Sedimentation - SEPM Spec. Publ. no. 37, p. 143-158) akan tahulah kita bahwa sesar mendatar yang disebutkan dalam Kitab Suci itu adalah Sesar Laut Mati dan splays-nya di sebelah barat. Dalam sistem principal displacement zone sinistral strike slip fault yang membelah wilayah Palestina sejak Teluk Aqaba sampai Danau Galilea, kita bisa menafsirkan bahwa Bukit Zaitun tersebut akan terbelah oleh dextral antithetic shear barat-timur sejajar dengan semua sungai yang mengaliri Dataran Tinggi Yudea dan bermuara di Lembah Yordan. Lalu, ia akan tergeser lagi oleh sinistral slip synthetic splay. Ini hanya sebagai contoh bahwa beberapa ayat dalam Kitab Suci kadang-kadang menerangkan proses geologi dengan rinci. Tentang siklus Milankovitch dan cyclostratigraphy yang dihasilkannya. Fluktuasi muka laut Kuarter Atas dan Holosen yang mengikuti glasiasi Pleistosen tentu relatif lebih baik dipahami daripada perubahan muka laut yang lebih purba. Kurva muka laut yang diturunkan berdasarkan isotop oksigen yang ditera dari foram bentonik asal deep sea cores dan teras terumbu tropika menunjukkan fluktuasi yang frekuensi (perulangan) siklusnya tinggi dalam 120.000 tahun terakhir. Perubahan muka laut ini bervariasi total ketinggiannya antara 20-180 meter. Mereka punya periode panjang primer selama 100.000 tahun, periode sekundernya masing-masing 40.000 dan 20.000 tahun. Periode2 ini sangat mendukung apa yang sudah dipostulasikan Milankovitch seperti disebutkan Pak herman juga. Tetapi, menarik menanggapi uraian Pak Herman khususnya yang menjelaskan bahwa siklus Milankovitch berpengaruh kepada tektonik dan magmatisme dengan contoh kasus Kubah Sangiran. Setahu saya, siklus Milankovitch hanya bermain di skala pendek (short-term) , yaitu efek-efek yang dapat diamati dalam puluhan-ratusan ribu tahun. Skala pendek ini kalau dalam Global Cyclostratigraphy termasuk perubahan-perubahan iklim yang berpengaruh kepada sedimentasi akibat osilasi orbit dan sumbu Bumi. Sementara skala panjang (long term), yaitu efek2 yang dapat diamati setelah jutaan tahun) meliputi perubahan-perubahan geologi termasuk proses2 tektonik dan evolusi cekungan (continental drift, sea-floor spreading, topografi, batimetri, sesar, pengangkatan, penenggelaman, termasuk eustatic changes). Dalam pandangan saya, barangkali, sedimentasi, tektonik dan magmatisme (sebagai contoh di Sangiran) bukan melulu akibat perubahan short-term siklus Milankovitch, tetapi akibat dua hal : (1) climatic processes (pindah sungai, pola sedimentasi, pola penghunian hominids, dan (2) tectonic processes (pengkubahan dan volkanisme). Ini barangkali sesuai dengan model2 cyclostratigraphy yang selalu dibentuk oleh perubahan iklim jangka pendek yang diinduksi siklus Milankovitch, dan perubahan tektonik jangka panjang yang merupakan bagian evolusi cekungan. Iklim dan tektonik selalu berinteraksi dalam mengubah bentang alam (proses2 eksogenik dan endogenik). Tetapi posting Pak Herman bahwa periode volkanisme selalu terjadi mengikuti masa kering atau climatic minimum sangat menarik, ini semacam kesamaan waktu atau overlapping episode atau juga semacam intervensi antara long term magmatisme ke short term climatic change. Penelitian cyclostratigraphy Pak Herman di Sangiran dan hubungannya kepada penghunian hominid sangat menarik. Untuk wilayah Sangiran, saya saat ini sedang memikirkan peran dominan long-term change-nya berupa gejala tektonik (doming) dan volkanisme-nya (mud diapirism) terhadap perubahan pola penghunian hominid di wilayah ini (di bawah terlampir abstrak pemikiran tersebut - akan dipublikasi di PIT IAGI). Ini tentu berbeda dengan hasil penelitian Pak Herman. Argumen yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Terima kasih atas info Pak Herman. salam, awang Sangiran Dome, Central Java : Mud Volcano Eruption, Demise of Homo erectus erectus and Migration of Later Hominids ABSTRACT The Sangiran Dome, located 12 kms to the north of Surakarta , Central Java is a famous site in the Quaternary geology due to it exposes remains of hominid fossils and mammals of Pleistocene in ages. The origin of the Sangiran Dome has been interpreted in various ways. It is an anticline forming a dome at the southern margin of the Kendeng Zone, a compressive feature related to collapse of the old Lawu volcanic cone, an incipient volcano, or a diapiric shale flow. The dome deformation, presences of several small saline water seeps and methane gas bubbles at the center of the dome and exotic blocks of metamorphic basements, Late Eocene limestone, polymict conglomerate identical to the varieties seen at Nanggulan, Karangsambung and Jiwo/Bayat, as well as Miocene limestone, Miocene and Pliocene marls; indicate that Sangiran Dome was a site of diapirism and mud volcano eruption now extinct. Saline water and gas seeps are common remnants of extinct or dormant mud volcanoes located along the Kendeng Zone from Central Java to the Madura Strait . Unusual presence of allochthonous blocks is considered as the erupted materials sourced from the subsurface. The diapiric deformation and eruption is considered took place between 0.7 and 0.5 Ma based on geochronological dating of the Sangiran Dome. Remains of Homo erectus erectus (called also He. trinilensis) in Sangiran area are found within lacustrine deposits of the upper part of Black Clays of the Pucangan Formation and fluvio-deltaic deposits of the lower part of the Kabuh Formation. Fission track dating and paleomagnetic stratigraphy of the deposits resulted in ages from 1.16 to 0.78 Ma (Pleistocene) . However, the age range of Home erectus erectus has been a matter of debate, the ages ever proposed ranged from 1.7 to 0.5 Ma. It looks that termination of Homo erectus erectus was coeval with the eruption of Sangiran mud volcano, indicating the demise of this hominid. The eruption is considered to be catastrophic based on an analogue with present mud volcano eruption of similar type worldwide. The eruption probably was also a reason why later forms of hominids did not develop in Sangiran area but migrated northeastward following the Solo River downstream to the areas of Sambungmacan, Trinil, Ngawi, and Ngandong where later forms of Homo erectus (Homo erectus ngandongensis / He. soloensis ever lived until the latest Pleistocene (0.2 or 0.1 Ma). The paper addresses the example of implications of geologic processes to the early life of human (hominids). It is best studied in the Kendeng Zone where mud volcano eruption and habitats of hominids were relative in space and time. --- On Tue, 6/24/08, Herman Moechtar <[EMAIL PROTECTED] com> wrote: From: Herman Moechtar <[EMAIL PROTECTED] com> Subject: Re: [Geo_unpad] “Terbelah Segala Mata Air Samudera Raya” : Banjir Nabi Nuh (Kejadian 7) To: [EMAIL PROTECTED] ps.com Date: Tuesday, June 24, 2008, 12:01 PM Pak Awang, "Terbelah Segala Mata Air Samudera Raya" (Banjir Nabi Nuh). Saya salut membaca ulasan dan penjelasan yang pak Awang beberkan mengenai perihal tersebut. Uraian itu tentunya dikupas berdasarkan informasi khususnya untuk orang yang sarat membaca yang kemudian menggunakan nalar pengetahuannya. Belum tentu, seorang yang berpengetahuan tinggi akan tetapi miskin membaca dapat menjabarkannya, apalagi miskin ilmu pengetahuan namun banyak membaca akan dapat leluasa pula mencernakannya. Oleh karena itu, kedua faktor tersebut harus berimbang. Tuhan memberi contoh pada kita dan memberi pengetahuan agar supaya manusia mempunyai kesetimbangan dalam hidup. Dalam hal apa saja. Rugilah mereka yang memiliki ilmu pengetahuan tinggi tapi tidak mempunyai kesetimbangan. Disitulah akan muncul watak-watak yang tidak terpuji yang dapat membahayakan orang lain. Pak Awang, sebetulnya sulit buat kita mencambur adukan antara ilmu pengetahuan dan kekuasaan Tuhan itu. Karena apa ?, karena kita diberi akal hanya untuk mendapatkan kedamaian bukan untuk mencari bukti kebesarannya. Oleh karena itu, saya berpikir apapun yang akan dilakukanNYA terhadap jagad raya dan seisinya bisa DIA lalukan dengan sekejap saja. Namun, Tuhan memberi suatu ketaraturan dalam perjalanan planet jagad raya ini termasuk bumi. Sehingga dengan keteraturan tersebut, ternyata dapat membantu ilmu pengetahuan kita berkembang khususnya ilmu kebumian. Luar biasa...... Saya masih percaya dalam sekala kecil poros bumi berubah mengitari matahari sebagai mana siklus MIlankovitch (precession/ 21.000 th; obliquiti/40. 000 th; eccentricity/ 95.000 dan 400.000 th) adalah salah satu kejadian yang dapat kita buktikan dalam urut-urutan proses sedimen. Nah, saya cenderung rangkaian dari siklus tersebut diikuti oleh siklus-siklus lainnya yaitu tektonik, iklim, sea-level, erupsi dan magmatism. Saya beranggapan bahwa dari korelasi siklus-siklus tersebut itulah yang disebut dengan geodinamik. Bukan seperti apa yang kita kenal sekarang geodinamik hanya selalu dihubungkan dengan tektonik saja. Banyak bukti dan contoh-contoh yang telah saya lakukan selama ini, khususnya pada kejadian Kuarter. Saya ingin memberi contoh, seperti Formasi Kabuh yang berumur 500 tahun (Plistosen Tengah) yang dikenal dengan Kubah Sangirannya. Dari hasil pengamatan, diantaranya dapat disimpulkan bahwa: 1.Dijumpai 5 siklus 100.000 tahunan, dan dalam siklus tersebut dapat pula direkonstruksi siklus 40.000 dan 20.000 tahun. 2.Awal dari setiap siklus ditandai oleh kondisi yang sangat kering (climatic minimum) diikuti oleh kegiatan erupsi gunungapi (merupakan lapisan ditemukannya homo-sapiens meski jarang). 3.Kondisi agak basah (bukan lapisan tempat ditemukannya homo-sapiens) yang diikuti oleh puncak kelembaban (climatic optimum). Menurut literatur lapisan tersebut banyak dijumpai homo-sapiens) yang selanjutnya ditandai oleh kondisi iklim kembali menuju agak lembab. 4. Akhirnya, kondisi kembali menuju kering hingga bagian atas dari siklus 100.000 th tersebut, yang diikuti kembali oleh kegiatan erupsi gununga api. Penjelasan ringkas tersebut di atas, adalah merupakan satu interval yang dapat menjelaskan segala hal yang dilukiskan oleh suatu proses pengendapan fluvial khususnya berkembang dan menyusutnya suatu alur sungai. Setelah itu, kita dapatkan singkapan sejenis lainnya yang telah mengalami pergeseran (berbeda lokasi). Ternyata, pada akhirnya kita mendapatkan 5 tubuh batupasir (sediment bodies) yang satu sama lainnya mengalami pergeseran (shiftting). Dan ini memberi kesan bahwa perpindahan alur sungai tersebut adalah sebagai salah satu indikator tektonik berlangsung di tempat tersebut. Jadi apabila kita korelasikan, ternyata hukum doming yang sudah baku di Sangiran tersebut tidak terbukti. Yang ada hanyalah bergesernya sungai dari waktu ke waktu setiap 100.000 tahun yaitu pada akhir dan awal siklus Milankovitch, sehingga seolah-olah telah terjadi erosional yang kuat tapi ternyata tidak. Yang bisa saya simpulkan dari pengalaman tersebut di atas, diantaranya: Pertama, dengan ilmu pengetahuan yang kita miliki ternyata kita bisa melihat suatu kejadian yang serba teratur seperti berubahnya iklim, efek dari erupsi dan tektonik. Menurut saya, punahnya homo-sapiens tersebut adalah berhubungan dengan peristiwa tektonik yang ketika itu di bawah kondisi sangat kering pada awal siklus. Selain itu, pada pertengahan siklus terjadi peristiwa puncak banjir (maximum floodings) yang juga merupakan bencana kehidupan. Kedua, apa yang pak Awang katakan ilmu pengetahuan menyaksikan kebenaran Tuhan adalah tepat. Dan cerita dari Nabi Nuh tersebut seyogianyalah dapat kita buktikan misalnya (mungkin saya salah !). Ketika itu adalah sebagai puncak dari tingkat kelembaban yang diikuti oleh aktifitas tektonik. Dan kesimpulannya Tuhan Maha Besar yang telah membei pengetahuan ke umatnya semata-mata untuk melihat kebesarannya. Beruntunglah orang yang memilki pengetahuan yang tringgi dan iman yang kuat. Celakalah orang yang tidak beriman meski berpengetahuan tinggi. Pak Awang, Terima kasih pencerahannya yang dituangkan dengan bahasa yang sempurna pula. Wassalam, Herman --- On Mon, 6/23/08, Awang Satyana <awangsatyana@ yahoo.com> wrote: From: Awang Satyana <awangsatyana@ yahoo.com> Subject: [Geo_unpad] “Terbelah Segala Mata Air Samudera Raya” : Banjir Nabi Nuh (Kejadian 7) To: "Geo Unpad" <[EMAIL PROTECTED] ps.com>, "IAGI" <[EMAIL PROTECTED] or.id>, "Forum HAGI" <[EMAIL PROTECTED] id>, "Eksplorasi BPMIGAS" <eksplorasi_bpmigas@ yahoogroups. com> Date: Monday, June 23, 2008, 5:03 AM Minggu lalu, seorang mahasiswa bertanya kepada saya apakah ada penjelasan geologi atas banjir Nabi Nuh. Saya meyakini bahwa untuk apa pun kejadian bencana atau kejadian adikodrati yang melibatkan unsur-unsur Bumi yang dituliskan di Kitab Suci selalu ada penjelasan geologi/ilmiahnya. Mungkin kita tak menemukan penjelasannya sekarang, tetapi kelak kemajuan ilmu pengetahuan akan menyingkapkannya. Kejadian 7 : 10, 11 ”Setelah tujuh hari datanglah air bah meliputi bumi. Pada waktu umur Nuh enam ratus tahun, pada bulan yang kedua, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat dan terbukalah tingkap-tingkap di langit.” Dalam beberapa kejadian yang dapat dijelaskan, saya percaya bahwa TUHAN menggunakan geologi untuk melaksanakan kehendakNya. Dalam kasus kiamat di Sodom dan Gomora, misalnya, saya pernah menulis di milis ini bahwa TUHAN menggerakkan sesar mendatar yang memotong Laut Mati yang membentang sejak Lembah Retakan Besar Afrika Timur-Laut Merah-Teluk Aqaba-Laut Mati-Lembah Yordan-Danau Galilea, memerintahkan gempa menggoyang ujung selatan Laut Mati, meletuskan gunung-gununglumpur di wilayah itu melemparkan lumpur, gas, garam dan belerang berapi, menghabisi Sodom dan Gomora –dua tempat di ujung selatan Laut Mati yang penuh dengan dosa. Contoh lain, TUHAN pun pernah meletuskan gunungapi Thera-Santorini di Laut Tengah dan meniupkan abunya menutupi Matahari di atas Mesir dan menggelapkannya saat Musa hendak membawa bangsanya. Gerald Friedman, ahli sedimentologi terkenal itu, pernah menuliskan artikel khusus tentang ini di sebuah jurnal riset Alkitab. TUHAN yang Mahakuasa itu adalah TUHAN atas segala Alam Semesta, yang Mahabesar, yang dengan mudah menggerakkan semua elemen Bumi sesuai kehendakNya, tetapi juga TUHAN yang Mahakasih, yang tak membiarkan seekor burung sekecil pipit pun jatuh ke Bumi tanpa kehendakNya (Matius 10 : 29). Apalagi kepada manusia yang jauh lebih berharga daripada burung pipit, bilangan helai rambutnya pun Ia ketahui (Matius 10 : 30). Banjir besar pada zaman Nabi Nuh (terjadi sekitar 2900 BC menurut carbon dating endapan banjir tersebut) adalah kisah yang sangat terkenal di dalam Alkitab. Kisah ini bukan dongeng, tetapi kenyataan yang pernah terjadi. Para ahli geologi awal abad ke-19 pun sangat terinspirasi oleh kisah itu... Ini terbukti dari digunakannya istilah ”diluvium” untuk menamai endapan bekas banjir besar hasil proses katastrofik itu. Istilah ini pun pernah digunakan di benua Eropa pada periode tersebut untuk menamai satu periode Kuarter Tua atau Pleistosen, untuk membedakannya dengan ”aluvium”- endapan masa kini (lihat Bates dan Jackson, 1987 : Glossary of Geology). Bagaimana geologi menjelaskan kejadian banjir besar Nabi Nuh itu ? Mitchell, seorang ahli dari Department of Western Asiatic Antiquities, British Museum, dalam artikel tentang Banjir Nabi Nuh di The New Bible New Dictionary (Inter-Varsity Press, 1988) menulis bahwa tak ada gunanya mencari penjelasan geologi atas kejadian banjir itu sekalipun Kejadian 7 : 11 jelas-jelas menyebutkan ”terbelah segala mata air samudera raya” (ini proses geologi yang gamblang). Mitchell (1988) menganggap bahwa kata-kata di dalam Kejadian 7 : 11 adalah sekedar kata kiasan, jadi tak perlu mencari penjelasan geologi atasnya. Benarkah anggapan Mitchell (1988) ? Kita tinjau buku tua tulisan Henry Halley (1927) ”Halley’s Bible Handbook” yang pada tahun 1965 diterbitkan edisi ke-24-nya. Halley (1965) menyebutkan bahwa banjir Nabi Nuh terjadi di suatu wilayah yang disebutnya ”Tanah Genting Eufrat” (Euphrat Isthmus) yaitu suatu wilayah Mesopotamia (sebagian Irak, Siria dan Turki sekarang) dan Babel (sekarang Irak), tempat mengalirnya dua sungai besar Eufrat dan Tigris. Tanah Genting ini hampir seluruhnya dikelilingi oleh laut-laut Laut Tengah, Laut Hitam, Laut Kaspia, dan Teluk Persia. Sungai besar Eufrat dan Tigris dan seluruh anak sungainya merupakan penghubung laut-laut itu. Tanah Genting Eufrat terbentuk oleh masuknya Teluk Persia ke arah daratan menuju bagian timur Laut Tengah (sejajar dengan Laut Merah yang masuk menuju Laut Tengah – tanah genting Suez, kemudian digali menjadi Terusan Suez). Nuh dan keluarganya tinggal di kota Babel di tepi Sungai Eufrat (Rowley, 1988, ”Atlas Alkitab”). Halley (1965) menafsirkan Kejadian 7 : 11 ”... pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat...” sebagai : “cataclysmic subsidence” Tanah Genting Eufrat. Tanah Genting Eufrat tenggelam, dan lautan di sekelilingnya memenuhi Mesopotamia- Babel melalui Eufrat dan Tigris yang juga akhirnya ditenggelamkan air laut. Di samping itu, hujan dari langit turun tak ada hentinya selama 40 hari 40 malam yang makin meninggikan banjir. Demikian tulis Halley (1965). Interpretasi Halley (1965) menarik dalam pemahaman geologi moderen melalui analisis tektonik lempeng. Peta tektonik lempeng dari Skinner dkk. (2004) dalam bukunya ”Dynamic Earth” (John Wiley and Sons, New York) menunjukkan bahwa Tanah Genting Eufrat yang dimaksud Halley (1965) disebelah barat dibatasi oleh batas sesar transform sinistral Laut Mati-Siria, di sebelah utara dan timur oleh suture (tempat pertemuan/benturan dua lempeng) Biltis-Zagros yang merupakan wilah benturan antara Lempeng Arab dan Eurasia. Suture Zagros berimpit juga dengan sesar besar dekstral sepanjang suture-nya (menurut Versfelt, 2001 – Major HC potential in Iran, AAPG Memoir 74). Suture Biltis-Zagros ini diduduki oleh gunung-gunung di sebelah selatan Turki dan Armenia di sekitar Laut Hitam dan Laut Kaspia, menerus menuju gunung-gunung lipatan Pegunungan Zagros di antara Irak dan Iran. Gunung Ararat, Armenia, tempat bahtera Nuh kandas, adalah sebuah gunung di ujung baratlaut suture Zagros. Teluk Persia adalah sisa Tethys Sea yang tidak ikut tertutup pada saat benturan antara Lempeng Arab dan Eurasia terjadi sejak Miosen akhir (Versfelt, 2001). Gerakan konvergensi Arab ke Eurasia ini terjadi terus sampai sekarang. Di bawah Sungai Eufrat dan Tigris atau di wilayah Tanah Genting Eufrat terdapat retakan-retakan pinggir benua sisa tepi pasif Lempeng Arab sebelum membentur Eurasia. Keberadaan sesar mendatar dekstral sejajar suture Zagros dan retakan benua passive margin di bawah Eufrat dan Tigris adalah elemen-elemen tektonik penting yang akan tereaktivasi ulang bila ”cataclysmic subsidence” terjadi. Berdasarkan hal di atas, maka bisa dipastikan bahwa wilayah di mana pernah terjadi banjir besar Nabi Nuh adalah wilayah tepi-tepi lempeng yang menunjukkan gejala konvergensi, divergensi, dan strike-slip faulting. Wilayah ini dikelilingi oleh laut-laut besar Laut Tengah, Laut Hitam, Laut Kaspia, Teluk Persia, Teluk Oman, Samudera Hindia, dan Laut Merah. Maka bila terjadi ”cataclysmic subsidence”, semua laut di sekeliling Tanah Genting akan membanjirinya seperti laut transgresi atas wilayah yang tenggelam. Apakah memang terjadi penenggelaman Mesopotamia- Babel sehingga menyebabkan banjir besar ? Mari kita periksa Kejadian 7-8 dalam bahasa aslinya (Aram-Ibrani) . Kejadian 7 : 10 ” Setelah tujuh hari datanglah air bah meliputi bumi.” (”Wayhiy lshib`at hayamiym uwmey hamabuwl hayuw `al-ha'arets. .”). Kata yang dipakai untuk menerangkan peristiwa banjir besar Nabi Nuh adalah ”mabbul” (hamabuwl). Kata inidipakai juga di dalam Mazmur 29 : 10. Arti harafiah mabbul adalah : air meluap secara besar-besaran. Menarik sekali bahwa kata ini dalam kitab Septuaginta (Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani) diterjemahkan sebagai ”kataklysmos” (bandingkan dengan ”cataclysmic”). Kata kataklysmos sebagai banjir besar dipakai juga di dalam Matius 24 : 38-39, Lukas 17 : 27, dan 2 Petrus 2 : 5). Dalam geologi, cataclysmic adalah peristiwa katastrofik. Kejadian 10 : 11 ” Pada waktu umur Nuh enam ratus tahun, pada bulan yang kedua, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat dan terbukalah tingkap-tingkap di langit.” (”Bishnat shesh- me'owt shanah lchayey-Noach bachodesh hasheniy bshib`ah- `asar yowm lachodeshbayowm hazeh nibq`uw kal- ma`ynot thowm rabah wa'rubothashamayim niptachuw.”). Perhatikan kata ”tehom” (thowm), artinya adalah air samudra yang naik dari bawah. Berdasarkan geologi wilayah ini dan kata-kata dalam bahasa asli Kitab Kejadian baik bahasa Aram maupun Yunani (Septuaginta) , saya percaya bahwa Tanah Genting Eufrat tenggelam dan semua laut di sekelilingnya meluapinya menyebabkan banjir besar Nabi Nuh, di samping itu hujan besar 40 hari 40 malam menyebabkan air makin tinggi di atas Bumi (Kejadian 1 : 17). Bagaimana bisa Tanah Genting Eufrat tenggelam? Apa sulitnya untuk TUHAN bila Ia me-reaktivasi retakan-retakan passive margin di bawah Eufrat dan Tigris. Dulu pada Masa Paleozoikum dan Mesozoikum pun, wilayah ini adalah wilayah yang tenggelam di tepi kontinen Arab akibat adanya sistem retakan passive margin (Versfelt, 2001). Apa susahnya buat TUHAN kalau Ia mau menenggelamkannya lagi pada kala Holosen 2900 BC ? Apakah ada bukti geologi atau arkeologi endapan sisa banjir Nabi Nuh ? Jelas ada, dan itu telah ditemukan di sepanjang Mesopotamia dan Babel sejak tahun 1920-an. Yang terkenal, adalah yang ditemukan dalam ekskavasi di kota Ur, kota asal Abraham, oleh ahli arkeologi Dr. C.L. Woolley (1929) setebal 8 kaki berupa endapan ”solid water-laid clay”. Urutan endapan menyaksikan kehidupan pra-banjir yang penuh dengan artefak, saat banjir (solid water-laid clay) yang tak ada artefaknya, dan endapan sesudah banjir yang juga penuh dengan artefak yang makin maju tingkat perkembangannya. Lalu, penggalian arkeologi di Kish, masih di tepi Sungai Eufrat oleh Dr... Stephen Langdon (1928-1929) menemukan endapan yang sama setebal 5 kaki. Juga, tahun 1931 ditemukan endapan banjir Nabi Nuh di Fara berupa clean water-laid clay, dekat tempat Taman Eden, oleh Dr.Eric Schmidt. Tentu menarik sekali kalau kita mau meneliti palinologi dan beberapa isotop (oksigen 18/16, karbon 13/12 misalnya) endapan-endapan banjir ini. Dari analisis ini kita bisa mengetahui banyak hal tentang lingkungan saat itu. Umur lapisan-lapisan ini berdasarkan penelitian carbon dating adalah sekitar 2900-2700 BC, tetapi endapan banjir di Ur setua 3500 BC. Bahtera Nabi Nuh kandas di Gunung Ararat (Kejadian 8 : 4). Gunung ini ada dan ketinggiannya 17.000 kaki (5182 meter), sekarang masuk ke dalam wilayah Turki sebelah tenggara. Gunung ini merupakan gunung lipatan dalam jalur suture Zagros. Gunung ini terletak sekitar 800 km di sebelah utara Babel, kota asal Nuh, berarti bahtera Nabi Nuh terapung 800 km ke arah utara saat banjir besar terjadi (bahtera ini hanya terapung bukan dikemudikan menuju utara) (Halley, 1965). Para penerbang Rusia mengaku pada awal abad ke-20 telah menemukan sisa bahtera ini tertanam di gletsyer Gunung Ararat. Laporan resmi telah disampaikan kepada Tsar Rusia. Sayang, dengan bergulirnya Revolusi Bolsyewik yang ateis, laporan-laporan ini tidak pernah dipublikasikan ke umum apalagi ditindaklanjuti Pertanyaan tersisa, seberapa luas banjir besar Nabi Nuh itu ? Apakah seluas dunia, menutupi seluruh permukaan Bumi yang luasnya 510 juta km2 itu ? Saya tidak yakin. Ada hal menarik berdasarkan bahasa asli Alkitab dan cerita tentang banjir besar itu dari berbagai bangsa, dari epik Gilgamesh di Babilonia sampai cerita Indian Inca di Peru. Kata-kata Ibrani yang digunakan untuk ”meliputi bumi” dipakai tiga jenis kata : ”erets” (Wayhiy lshib`at hayamiym uwmey hamabuwl hayuw `al-ha'arets) (Kejadian 7 : 11, 17, 23); ”syamayim” (Wayhiy hamabuwl 'arba`iym yowm `al- ha'arets wayirbuwhamayim wayis'uw 'et- hatebah wataram me`al ha'arets) (Kejadian 7 : 17); dan ”adama” (Kiy lyamiym `owd shib`ah 'anokiy mamTiyr `al-ha'arets 'arba`iym yowm w'arba`iym laylah uwmachiytiy 'et-kal- hayquwm 'sher `asiytiy me`al pney ha'damah) (Kejadian 7 : 4, 23). Perhatikan, bahwa ”erets”, ”syamayim”, dan ”adama”, semuanya diterjemahkan sebagai ”bumi”. Tetapi, masing-masing kata ini mempunyai arti juga sebagai tanah (erets, misalnya Kejadian 10 : 10), bagian yang kelihatan dari langit (syamayim, misalnya 1 Raja-Raja 18 : 45) dan luas muka bumi di tanah yang terlihat dari langit (adama). Maka, tak ada kata-kata yang langsung menunjukkan bahwa banjir besar itu terjadi seluas bola Bumi. Saya percaya bahwa banjir besar hanya terjadi di seluruh Cekungan Eufrat. Geografi zaman Nuh tentu berbeda dengan geografi masa kini. Perlu diperhatikan bahwa dari Adam sampai Nuh hanya ada 10 generasi. Itulah keseluruhan ras manusia saat itu, yang tinggal tak jauh dari asal manusia sendiri, yaitu di Taman Eden, di wilayah antara Sungai Eufrat dan Sungai Tigris (Irak sekarang). Cekungan Eufrat adalah ”seluas bumi” pada zaman Adam-Nuh. Pertanyaan lanjutan, kalau banjir besar itu hanya seluas Cekungan Eufrat, bagaimana cerita tentang banjir besar itu ditemukan dalam tradisi bangsa-bangsa India, Cina, Inggris, Meksiko, Greenland, dan Peru ? Bukankah itu menggambarkan bahwa banjir besar itu terjadi ke mana-mana ? Tidak, seluruh jumlah manusia sebelum banjir besar hanya 10 generasi (dari Adam ke Nuh) dan mereka hidup tak jauh dari tempat asalnya di Taman Eden. India, Cina, sampai Amerika telah ada tetapi belum dihuni manusia (moderen). Setelah banjir besar usai, baru manusia-manusia turunan Sem, Ham, dan Yafet –anak-anak Nabi Nuh, bersama para isterinya menurunkan bangsa-bangsa moderen penghuni Bumi sekarang. Yafet menurunkan bangsa-bangsa di Eropa dan Asia. Sem menurunkan bangsa-bangsa Yahudi, Asiria, Siria. Ham menurunkan bangsa-bangsa Arab, Mesir, dan pantai timur Afrika. Melalui peristiwa kekacauan bahasa Menara Babel manusia diserakkan ke seluruh muka Bumi (Kejadian 11 : 9 “..., karena dari situlah dikacaubalaukan TUHAN bahasa seluruh bumi dan dari situlah mereka diserakkan TUHAN ke seluruh bumi.”). Kekacauan bahasa di Babel itu terjadi 101 tahun setelah banjir Nabi Nuh. Dan setiap bangsa mempunyai tradisi banjir Nabi Nuh sebab mereka berasal dari anak-anak Nuh, yang mengalami banjir, suatu kisah yang diceritakan sebagai tradisi dari generasi ke generasi. Perhatikan kata-kata ”diserakkan TUHAN ke seluruh bumi” (hepiytsam Yahweh `al- pney kal- ha'arets), ini baru berarti ke seluruh bola dunia. Kata-kata ” `al- pney kal- ha'arets” tak pernah dipakai sebelumnya untuk menunjukkan luas banjir Nabi Nuh. Suatu indikasi kuat bahwa banjir Nuh hanya terjadi seluas bumi yang diketahui saat itu, yaitu : Cekungan Eufrat. Demikian, semoga bermanfaat. Ilmu pengetahuan menyaksikan kebenaran Firman TUHAN. Salam, awang __._,_.___ Messages in this topic (1) Reply (via web post) | Start a new topic Messages | Files | Photos | Links | Database | Polls | Members | Calendar Moderators: Budhi Setiawan '91 <[EMAIL PROTECTED]> Edi Suwandi Utoro '92 <[EMAIL PROTECTED]> Sandiaji '94 <[EMAIL PROTECTED]> Wanasherpa '97 <[EMAIL PROTECTED]> Satya '2000 <[EMAIL PROTECTED]> Andri'2004 <[EMAIL PROTECTED]> MARKETPLACE Yahoo! Groups users, check out this limited time offer from Blockbuster! Rent DVDs free for a month! Change settings via the Web (Yahoo! ID required) Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe Visit Your Group Moderator Central An online resource for moderators of Yahoo! Groups. Yahoo! Groups Balance your life by learning how to make smart choices. All-Bran 10 Day Challenge Join the club and feel the benefits. . __,_._,___