Dalam enam bulan terakhir ini, buku-buku sejarah Indonesia tulisan ilmuwan luar pada zaman dahulu ataupun para empu Jawa banyak diterjemahkan dan diterbitkan. Rekan-rekan yang sering mengunjungi toko-toko buku besar pasti akan menemukan buku-buku tersebut. Mulai dari “Sejarah Jawa” Raffles (1817), seri Babad Jawa tulisan Purwadi (Babad Tanah Jawi, Babad Mataram, Babad Giyanti, dan sebagainya), sampai buku “Sejarah Sumatra” Marsden (1783) yang akan saya ceritakan di bawah ini. William Marsden adalah seorang pekerja EIC (East India Company –kongsi dagang Inggris di Indonesia, saingan VOC –Vereenigde Oost Indische Compagnie –kongsi dagang Belanda di Indonesia). Dia bertugas di Bengkulu, suatu wilayah di Sumatra yang lama dikuasai Inggris berdasarkan perjanjian dengan Belanda. Sambil menjalankan tugasnya sehari-hari, rupanya Marsden melakukan banyak hal untuk memenuhi ambisinya : yaitu membuat karya ensiklopedik tentang Sumatra, pulau besar dan penting dalam sejarah Indonesia . Selama di Bengkulu, Marsden melakukan banyak pengamatan ke beberapa wilayah Sumatra, bertanya kepada banyak orang sebangsanya atau orang Belanda atau pribumi, dan mengumpulkan bahan-bahan publikasi pada zamannya tentang Sumatra. Tahun 1779, tugasnya selesai di Bengkulu dan ia kembali ke London . Di London ia mendapatkan banyak dukungan dari Royal Society untuk menulis buku tentang Sumatra . Maka pada April 1783, terbitlah karyanya berjudul “The History of Sumatra”, suatu karya pionir tentang Sumatra yang komprehensif. Bahwa buku ini komprehensif, bisa dilihat dari daftar isinya yang meliputi 23 Bab terdiri atas : Deskripsi Umum, Perbedaan Penduduk, Infrastruktur dan Kehidupan Sehari-Hari, Kekayaan Alam Sumatra, Aneka Varietas Dunia Flora, Keanekaragaman Dunia Fauna, Komoditas Perdagangan dan Hasil Perkebunan, Kekayaan Alam dan Perdagangan Impor, Keahlian Orang Sumatra, Bahasa dan Abjad, Sosiologi Masyarakat Sumatra, Adat Istiadat dan Hukum Adat, Hukum Adat dan Perbudakan, Ritus Perkawinan dan Hiburan, Tradisi Orang Sumatra, Lampung, Perbedaan Penduduk, Kerajaan Melayu dan Kerajaan Minangkabau, Kerajaan-Kerajaan di Tepi Sungai, Batak, Aceh, Sejarah Kerajaan Aceh, Gususan Pulau di Pantai Barat Sumatra. Buku Marsden (1783) ini diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia oleh Komunitas Bambu, Jakarta pada Juli 2008. Terjemahan ini didasarkan pada buku asli edisi ketiga yang diterbitkan Oxford University , Kualalumpur tahun 1966. Tebal buku terjemahannya 445 halaman, ringkas dan ringan untuk dibawa ke mana-mana, cetakan bagus, dilengkapi dengan foto-foto tempo doeloe Sumatra periode 1600-1950. Harga buku Rp 95 ribu. Meskipun buku ini menceritakan situasi Sumatra 225 tahun yang lalu, setelah membacanya kita akan berkomentar bahwa buku ini tetap aktual. Marsden merupakan salah satu dari penulis-penulis yang menggambarkan kesusastraan, sejarah, dan adat-istiadat di Sumatra secara rinci, akurat, trampil dan orisinil. Kali ini, saya ingin menceritakan bagaimana pengamatan William Marsden atas beberapa fenomena geologi di Sumatra . Bisa jadi catatan Marsden ini merupakan salah satu dari pengamatan-pengamatan geologi tertua di Sumatra bahkan di Indonesia sebab penyelidikan sistematik geologi Indonesia baru bermula pada tahun 1850. Kita tahu bahwa Bengkulu adalah wilayah yang sering dilanda gempa, dan Marsden pun saat tinggal di Bengkulu merasakannya dan ditulisnya, “Gempa bumi yang paling keras saya alami terjadi di daerah Manna pada tahun 1770. Sebuah kampung musnah, rumah-rumah runtuh dan habis dimakan api. Beberapa orang bahkan tewas. Di satu tempat, tanah retak sepanjang ¼ mil, lebarnya 2 depa, dan dalamnya 4 atau 5 depa. Benda seperti aspal mengkerut dan memuai silih berganti. Banyak bukit longsor. Akibatnya, Sungai Manna penuh sesak dengan tanah liat sehingga penduduk tak dapat mandi di dalamnya. Pada waktu itu juga, terbentuk sebuah daratan yang panjangnya 7 mil dan lebarnya ½ mil dekat muara Sungai Manna. Terbentuklah sebuah tanah datar yang luas.Padahal, dahulu di tempat itu hanya ada pantai yang sempit. Marsden pun mengamati bahwa gempa di Sumatra suka terhubung ke vulkanisme. Marsden menulis, “Saya tidak pernah dapat membayangkan bahwa letusan-letusan gunung mempunyai hubungan dengan gempa bumi yang sering terjadi di sana . Terkadang gunung itu mengeluarkan asap ketika ada gempa, namun kadang juga tidak. Beberapa tahun sebelum saya datang, ada gempa keras menggoncang. Saat itu, orang-orang mengatakan bahwa gunung itu mengeluarkan api yang jarang terlihat.” Marsden mencatat juga apa yang kita sebut sekarang sebagai fluktuasi muka laut. Marsden menulis : …., lambat laun permukaan laut menurun di beberapa bagian dan mengakibatkan efek yang serupa. Banyak contoh dapat ditunjukkan mengenai kejadian ini. Salah satu contoh yang saya ketahui adalah Tanjung Pulo, tanjung yang terdapat di daerah Silebar. Tanjung Pulo terbentuk akibat gerakan air laut yang naik ke permukaan sehingga memisahkan pulau-pulau yang terletak di atasnya. Pada mulanya, pulau-pulau tersebut menyatu. Marsden (1783) juga berhipotesis tentang bagaimana kejadian pulau-pulau di sebelah barat Sumatra itu (Simeulue-Enggano). Pulau-pulau ini pada mulanya mungkin bersatu dengan Sumatra, tulis Marsden. Namun, bisa juga terpisah akibat goncangan dahsyat alam atau karena terkikisnya daratan yang pernah menyatukannya dengan air laut. Bumi Sumatra kaya akan mineral dan bahan-bahan tambang, begitu tulis Marsden di bawah judul “Produksi Mineral”. Taka da negeri lain yang lebih dikenal karena persediaan emas yang melimpah sepanjang masa kecuali Sumatra. Akan tetapi, sumber-sumber aslinya dalam batas tertentu sudah habis karena eksploitasi selama berabad-abad. Walaupun begitu, kuantitas yang didapat hari ini masih cukup banyak, bahkan akan jauh bertambah andaikata cara-cara pengumpulannya dilakukan dengan teknik mineralogi. Selain itu, ada juga tambang tembaga, besi, dan timah. Sumber panas bumi dan air panas terdapat di beberapa tempat. Minyak tanah, yang terutama dipakai untuk racun antirayap, dikumpulkan di Ipu dan tempat lain. Di daerah rendah bagian selatan pulau itu hampir tidak ditemukan batu keras di dekat pantai. Di bagian pantai yang dikikis air laut, terdapat batu-batu karang terjal yang mengandung fosil-fosil aneh, seperti kayu dan kerang-kerang laut berbagai jenis. Hipotesis mengenai subyek ini telah menimbulkan kontroversi sebab menunjukkan goncangan permukaan daratan bumi. Demikian sedikit sekali penggalan-penggalan catatan geologi dari buku Sejarah Sumatra Marsden (1783) ini. Masih banyak penjelasan geologi lainnya yang muncul di bab-bab awal tentang alam Sumatra dengan gaya penjelasan yang khas : teliti dan lebih bernalar dibandingkan zamannya. Harus diingat, bahwa buku geologi moderen baru muncul pada tahun 1795, ”Theory of the Earth” (James Hutton), dan William Marsden menjelaskan fenomena-fenomena geologi Pulau Sumatra secara baik 12 tahun sebelum Hutton menerbitkan bukunya. Buku ”History of Sumatra” William Marsden (1783) kaya sekali akan khazanah alam, budaya, dan sejarah Sumatra. Sekalipun buku ini telah 225 tahun umurnya, penerbitan terjemahannya dalam bahasa Indonesia tetap bermanfaat bagi para pengamat alam, budaya, dan sejarah Sumatra. Misalnya,bagaimana karakter tiap-tiap suku di Sumatra dapat dibaca di buku ini, suatu karya antropologi pionir. Buku-buku sejarah tidak pernah tinggal di masa lalu, ia juga bisa menjadi mesin waktu ke masa sekarang dan bahkan ke masa depan lalu dengan secepat kilat kembali lagi ke masa lalu. Salam, awang