Pak Awang yang baik, Trimakasih, saya gembira dengan penjelasan yang dilengkapi data geologis. Masih ada pertanyaan mengganjal, tolong dikasih penjelasan supaya nanti saya juga dapat menjelaskan kepada orang lain. Ibu Bumi (lewat gunung) ternyata selalu memberi berkah (rezeki) kepada penduduk sekitar. Kalau Merapi selalu memberi pasir yang berguna untuk bangunan, dan telah menghidupi banyak orang, gunung Welirang selalu memberi rezeki lewat belerang yang berwarna kuning jernih untuk bahan industri. Secara global, kan magma di bawah sana tidak jauh-2 amat, tetapi bagaimana menjelaskannya: yang satu pasir, deang yang lain belerang. Aluvium volcanic telah memberi kesuburan Tanah Jawa. Sudah dikisahkan Ki Dalang: gemah ripah, tata tentrem karta rahaja, kira-2: tanahnya subur, makmur, kehidupan (rakyatnya) tenteram, sejahtera sesuai dengan aturan yang berlaku. Tahun 1958 (?) ketika masih di SR, saya menyaksikan letusan Merapi yang hebat. Pagi itu agak gelap. Ibu saya segera memborong minyak tanah (untuk menerangkan kalau gelap berkepanjangan) dan bahan makanan. Katanya, ketika Kelud meletus, kakak saya dengan mudah dapat menangkapi burung derkuku. Setelah letusan warga sekitar Merapi ditransmigrasikan ke Lampung atau Sumsel. Keberangkatan mereka sempat diliput TV Australia (pernah dimuat Intisari). Karena di tempat yang baru tidak sesubur di lereng Merapi, mereka pun satu-persatu pulang kembali. Mereka percaya bahwa Mbah Merapi tidak akan murka terus. Selain itu, sebelum "murka" Mbah Merapi akan memberi sasmita atau tanda-2: gempa bekepanjangan, suhu mulai naik, tetapi warga tetap teang kerja di ladang. Begitu tanda-2 sudah mulai gawat, dan hewan-2 mulai gelisah, mulailah mereka menyingkir. Mengungsi. Mereka sadar bahwa Mbah Merapi sedang murka. Setelah reda, mereka kembali ke kampunga. Membersihkan dan memperbaiki rumah, sawah dan kadangnya. Sepertinya mereka dapat hidup berdampingan dengan gunung api yang paling aktif. G.Welirang lain lagi. National Geographic pernah menayangkan para penambang dan pengangkut belerang. Mereka mengmpulkan belerang di kawah di sela-sela asap, lalu memikulnya ke tempat pengepulan untuk ditimbang. Mereka ini pekerja keras dan berbadan kuat. Belum lama saya mendapat kiriman foto dari kawan (Paul Warren, Freeport) ketika mendaki Welirang. Kapan kita dapat bareng-2 mendaki? Ada buku tulisan orang Belanda mengenai gunung-2 di Jawa. Buku ini saya lihat di rumah mas Herman Lantang (Mapala UI, yang menggendong almarhum Soe Hok Gie dari puncak Semeru). Disebutkan bahwa gunung terindah di Jawa adalah Sumbing Setiap dolan ke Kedu (kakak saya bidan di sana) atau sedang di Parakan, Kledung atau Wonosobo, saya tidak bosan-2nya memandang Sumbing. Sayang belum kesampaian mendakinya. Kita tahu bahwa Sumbing juga memberi kesuburan untuk para petani tembakau. Ada kisah menarik: Kalau panen tembakau sukses, artinya harganya tinggi, para petani menjadi kaya. Belanja di pasar tidak perlu menawar. Tahun 1980-an ada toko sepeda motor di Semarang yang mengantar satu truck sepeda motor ke pedesaan di lereng Sumbing. Mekanik toko mengajar warga cara mengendarai sepeda motor, sampai bisa. Oyha, waktu itu di sana belum ada listrik, tetapi kan banyak warga yang ingin mempunyai kulkas. Jadi, sebelum listrik masuk desa, kulkas berfungsi sebgai lemari pakaian (dulu). Maaf, apakah Pak Awang ada informasi mengenai gunung Dempo di Pagaralam, Sumsel? Saya kagum dengan keindahan gunung ini (dalam suatu majalah), lengkap dengan kebun teh, jalan yang berliku-liku, dan air terjun segala. Nampaknya sangat ideal untuk Geo-eco Wisata. Salam hangat, sugeng
________________________________ From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Mon 11/10/2008 9:58 AM To: iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS Subject: Re: [iagi-net-l] Menikmati (dari udara) keindahan gunung-gunung di Jawa Pak Sugeng, Terima kasih atas cerita yang mengasyikkan. Kapan-kapan kalau terbang lagi dari Jakarta ke arah timur, saya akan selalu minta kursi paling kanan di sebelah jendela. Saat pesawat terbang tidak terlalu tinggi, saya juga suka mengamati garis-garis pantai yang dapat terlihat, dibantu dengan membuka peta. Saat menemukan bahwa garis pantai di bawah pesawat persis seperti di peta, rasanya menakjubkan, menambah keyakinan bahwa peta itu benar adanya. Tentang Gunung Sundoro/Sindoro, salah satu gunung yang paling simetris kerucutnya di Indonesia, mengapa berwarna lebih hitam puncaknya dibandingkan Sumbing mungkin bukan karena ada lava basaltik di puncaknya. Sebab, di puncak Sindoro terdapat kubah lava kecil. Kubah lava akan terbentuk dari lava asam atau intermediat yang punya kekentalan lebih tinggi dibandingkan lava basa (basaltik). Warna hitam kemungkinan berasal dari vegetasi Sindoro yang lebih lebat dibandingkan vegetasi di Sumbing, dan pernah terbakar juga. Tulang punggung Jawa, yaitu rantai gunung-gunung apinya, penting dalam setiap denyut kehidupan masyarakat Jawa sejak purbakala sampai saat ini. Wangsa (dinasti) Syailendra, yang salah satu rajanya (Samarottungga) mendirikan Borobudur pada abad ke-9, adalah golongan raja yang menghormati gunung-gunung (asal kata Syailendra). Raja Jawa selalu identik dengan puncak gunungapi, sampai abad modern pun, misalnya dapat dilihat di cover buku "Tahta untuk Rakyat" yang menggambarkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan latar belakang puncak Merapi. Sesungguhnya, tanah Jawa pun secara dominan dibentuk oleh bahan-bahan yang semuanya berasal dari erosi material gunungapi : aliran lava, abu, lahar. Tanah Jawa pun menjadi subur karena aluvium volkanik yang dibawa ratusan dan ribuan sungai besar kecil yang mengaliri lereng rantai gunung-gunungapi ini dan mengendapkannya di daerah yang lebih rendah sampai ke pantai. Tanpa punggungan gunungapi, kondisi dan sejarah Jawa tidak akan seperti sekarang. Banyak orang (ilmuwan, seniman, budayawan, dll.) terinspirasi oleh eksotisme gunung-gunung di Jawa. salam, awang --- On Sun, 11/9/08, Sugeng Hartono <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Sugeng Hartono <[EMAIL PROTECTED]> Subject: [iagi-net-l] Menikmati (dari udara) keindahan gunung-gunung di Jawa To: iagi-net@iagi.or.id, iagi-net@iagi.or.id Date: Sunday, November 9, 2008, 9:23 PM