Pak Awang YTH.,

Beberapa waktu yang lalu, saya dan rekan2 satu kantor diundang untuk menghadiri 
Workshop oleh perusahaan yang bergerak di bidang seismic acquisition, 
processing, dan interpretasi data. Mereka juga sedang mempunyai project di 
beberapa wilayah di Indonesia, yang mana line2 2D seismik yang di akuisisi 
mempunyai cakupan yang cukup luas dan regional. Teknologi yang diwacana kan 
secara ringkas adalah mengetahui secara lebih baik tentang Tectono-stratigraphy 
dan juga sejarah pembentukan basin, dengan cakupan umur sampai dengan Mesozoic 
dan Paleozoic. Dengan kedalaman seismic data yang bisa diperoleh s/d 40 km, 
diharapkan bisa menambah informasi tentang lokasi2 dimana HC bisa ditemukan, 
memperkaya wawasan regional ke geologian, dsb.

Kalau melihat presentasi dari Robert Hall di forum IPA misal nya, rupa nya 
pengetahuan tentang SE Asia tectonic rekonstruksi yang berbasis GIS (dengan 
sistem koordinat), sangat kuat dan bermanfaat untuk mempermudah dimana kita 
harus meng-explore HC.

Pertanyaan saya, apakah ada diantara teknologi2 semacam hal ini sudah dilakukan 
di Indonesia ya pak.....


Mohon pencerahan nya pak...
Terimakasih


Best Regards
Sigit Ari Prabowo






________________________________
From: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
To: Eksplorasi BPMIGAS <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>; IAGI 
<iagi-net@iagi.or.id>; Forum HAGI <fo...@hagi.or.id>; Geo Unpad 
<geo_un...@yahoogroups.com>
Sent: Monday, April 13, 2009 11:02:00 AM
Subject: [iagi-net-l] Eksplorasi, Eksplorasi, dan Eksplorasi

Idealnya, untuk setiap satu barrel minyak atau satu juta kaki kubik gas yang 
kita produksikan, ada cadangan baru sejumlah itu yang kita temukan dan kelak 
dapat diproduksikan. Jadi, bila di dalam satu tahun kita memproduksikan 
sebanyak 384 juta barrel minyak dan 2,9 trilyun kaki kubik gas – sebagaimana 
dirata-ratakan dari produksi enam tahun terakhir (2003-2008), maka sejumlah 
itulah minimal kita temukan cadangan baru minyak dan gas setahunnya yang kelak 
dapat driproduksikan. Mengapa begitu ? Untuk menjaga kelestarian Indonesia 
sebagai negara produsen minyak dan gas. 
 
Bagaimana kenyataannya ? Menyedihkan. Cadangan baru yang kita temukan rata-rata 
dalam setahunnya hanya 148 juta barrel minyak dan 0,99 trilyun kaki kubik gas 
(dirata-ratakan dari data 2003-2008). Itu adalah angka maksimal (hitungan 
eksplorasi) sebab akan terpotong lagi secara signifikan saat akan diajukan 
dalam POD (plan of development). Maka, penggantian produksi Indonesia oleh 
temuan cadangan baru selama enam tahun terakhir ini setahunnya maksimal hanya 
39 % untuk minyak dan 33 % untuk gas. Artinya, bila jumlah konsumsi migas 
Indonesia semakin bertambah pada masa-masa mendatang, maka Indonesia akan lebih 
banyak lagi mengimpor migas dari luar sebab penemuan-penemuan migas Indonesia 
tak mampu menggantikan volume yang diproduksikan. Ini belum membicarakan 
tingkat produksi Indonesia yang juga bermasalah.. Tahun 2008, kuota produksi 
minyak dan gas yang ditetapkan Pemerintah tak mampu kita capai, hanya 
mendekatinya, selisih 0.1-4 % dari target, sehingga
produksi minyak Indonesia tahun lalu 357 juta barrel (dari rata-rata 384 juta 
barrel dalam enam tahun terakhir)
 
Keterangan di atas menyimpulkan bahwa eksplorasi kita saat ini terganggu. Itu 
harus diakui, sebagai cermin untuk kita berbenah, bukan menjadi terpuruk. Apa 
penyebab eksplorasi kita gagal menemukan cadangan-cadangan migas signifikan 
yang dapat menggantikan produksi migas ? Saya melihat dua hal utama : (1) 
rendahnya realisasi sumur eksplorasi, (2) rendahnya keberanian eksplorasi di 
luar lahan klasik.
 
Data lima tahun terakhir (2004-2008)  menunjukkan bahwa  tingkat realisasi 
sumur-sumur eksplorasi menurun terus dari 73 % sampai 46 %. Harus diingat bahwa 
hanya sumur yang nmembuktikan keberadaan cadangan migas, bukan data seismik, 
apalagi studi. Maka : “no well no discovery” haruslah dipegang teguh. Tingkat 
penemuan sumur-sumur eksplorasi di Indonesia sebenarnya lebih tinggi dari 
rata-rata dunia, yaitu di Indonesia rata-rata 46 % (data 2003-2008). Tetapi 
jangan terlena dengan hal itu sebab angka ini hanyalah keberhasilan secara 
teknis, dan belum tentu paralel dengan penemuan yang ekonomis. Kemudian, yang 
harus menjadi perhatian adalah bahwa cadangan-cadangan baru yang ditemukan 
kecil. Wajar saja sebab kebanyakan sumur hanya dibor di wilayah-wilayah klasik 
yang telah memproduksikan minyak lebih dari 100 tahun. 
 
Kondisi ini kontras sekali dengan “kekayaan” (saya beri tanda petik sebab yang 
kekayaan ini harus diselidiki dengan detail) potensi migas Indonesia. Kondisi 
geologi Indonesia yang rumit telah membuat negeri ini mempunyai banyak cekungan 
besar maupun kecil yang tersebar di seluruh wilayahnya dari pegunungan, 
dataran, laut dangkal, sampai laut dalam. Para ahli geologi Indonesia baru-baru 
ini telah mengeluarkan peta cekungan sedimen baru yang menyatakan bahwa 
Indonesia memiliki 86 cekungan sedimen. Peta ini merupakan peta revisi cekungan 
terdahulu (IAGI, 1985) yang menerbitkan 60 cekungan sedimen.. Cekungan tentu 
tak pernah beranak, menjadi banyak karena dilihat kembali secara lebih detail, 
atau yang dulu tak pernah berstatus cekungan, sekarang cukup memenuhi syarat 
dinamai cekungan.
 
Dalam sejarah perminyakan Indonesia, di negeri in pernah diidentifikasi 28 
cekungan sedimen (Fletcher dan Soeparjadi, 1976), 40 cekungan (IAGI, 1980), 60 
cekungan (IAGI, 1985), 66 cekungan (Pertamina dan Beicip, 1985). Status 60 
cekungan ini bertahan cukup lama, 22 tahun. Pada tahun 2007, dimulailah 
pekerjaan untuk merevisinya sesuai dengan kemajuan ilmu geologi migas dan 
pertambahan data. BPMIGAS-ITB dan konsorsium perguruan tinggi bekerja selama 
setahun dan akhirnya mengeluarkan peta yang memuat 86 cekungan (BPMIGAS-ITB, 
2008). 
 
Lemigas, ternyata melakukan hal yang sama pula, tetapi menghasilkan produk yang 
lain : peta cekungan sedimen Tersier Indonesia dengan jumlah cekungan : 63 
(Lemigas, 2008). 
 
Baik Lemigas maupun BPMIGAS-ITB sebenarnya memetakan barang yang sama. 
Perbedaan terjadi karena Lemigas berpatokan secara ketat kepada klasifikasi 
IAGI (1985) – 60 cekungandan Pertamina-Beicip (1985) -66 cekungan; sementara 
BPMIGAS-ITB dan konsorsium perguruan tinggi membuka peluang-peluang baru 
cekungan-cekungan sedimen dangkal dan dalam yang sebelumnya belum pernah 
dimasukkan ke dalam klasifikasi mana pun. BPMIGAS-ITB pun dalam petanya 
mencantumkan cekungan2 Pra-Tersier yang tersebar di Indonesia Timur. 
 
Bulan lalu datang surat ke meja saya, bahwa Badan Geologi berminat memetakan 
cekungan-cekungan sedimen di Indonesia. Nah, masalah koordinasi kembali 
mencuat. Siapa yang berhak mengeluarkan peta cekungan sedimen dan produk mana 
yang nantinya akan dipakai mungkin harus didiskusikan. Klasifikasi 63 cekungan 
Lemigas telah diumumkan di Pertemuan IPA 2008 melalui poster (Soenarjanto dkk., 
2008), klasifikasi 86 cekungan BPMIGAS-ITB telah diumumkan di Pertemuan IAGI 
2008. Peta cekungan susunan BPMIGAS-ITB ini pun melibatkan kelompok2 keahlian 
di IAGI. 
 
Mana saja klasifikasi cekungan yang akan dipakai (jumlah 60, 63, 66, 86 ?) 
tetap saja persoalan eksplorasi masa kini untuk mengganti produksi tidak 
mendapatkan perhatian dari para operator migas di Indonesia. Sebagian besar 
operator migas lama maupun baru tetap mengkonsentrasikan diri di 16 (atau 17 
menurut klasifikasi cekungan baru BPMIGAS-ITB) cekungan produktif. Sedikit 
sekali para operator yang bekerja di cekungan-cekungan non-produktif (meskipun 
sebagian cekungan itu sudah ada penemuan migas, hanya belum ditindaklanjuti 
lagi). Padahal, dalam tiga tahun terakhir ini Pemerintah bersama beberapa 
perusahaan jasa seismik gencar mengumpulkan data seismik baru dan data geologi 
di wilayah-wilayah frontier yang akan berguna untuk evaluasi prospektivitas 
cekungan-cekungan tersebut. Bisa dilihat, bahwa pada umumnya area-area frontier 
ini masih sedikit diminati, seperti ditunjukkan oleh penambahan 29 area 
perminyakan baru pada tahun 2008.. Saat harga minyak di
atas 125 USD per barrel, banyak pemain migas bersemangat mulai keluar dari 
wilayah klasik, tetapi ketika harga minyak terjun ke sekitar 40 USD, mereka 
mengurungkan niatnya semula. 
 
Kapankah eksplorasi akan berjaya kembali mengganti produksi migas Indonesia 
melalui penemuan-penemuan migas besar ? Statistik 40 tahun sejak sistem PSC 
dibuka di Indonesia menunjukkan bahwa penemuan-penemuan besar diperoleh ketika 
hampir 150 sumur-sumur eksplorasi dibor setiap tahunnya pada awal 1970-an dan 
pertengahan 1980-an. Gencarnya eksplorasi saat itu telah menyumbang produksi 
minyak Indonesia mencapai puncaknya sekitar 1,5 juta sampai melebih 1.6 juta 
barrel minyak per hari pada tahun 1976-1981 dan padal 1990-1997. Posisi lima 
tahun terakhir ini, jumlah sumur eksplorasi kita paling banyak hanya mencapai 
82 sumur (2006) dan produksi minyak hanya di sekitar 1 juta barrel per hari.
 
Sungguh, kelangsungan Indonesia sebagai produsen minyak lebih dari 10 tahun ke 
depan akan sangat terganggu dengan rendahnya eksplorasi pada masa kini. Sudah 
saatnya kita harus mengulangi kejayaan eksplorasi pada awal tahun 1970-an dan 
pertengahan 1980-an, agar produktivitas Indonesia tetap terpelihara. Dan, 
beranilah keluar dari wilayah klasik bila kita ingin menemukan cadangan yang 
signifikan. High risk memang, tetapi high reward. Masih ada 69 cekungan yang 
bisa berpotensi mengandung migas dan menjadi produktif. Produksi minyak di 
Indonesia tidak akan berakhir, tetapi ada tiga hal yang harus kita kerjakan : 
eksplorasi, eksplorasi, dan eksplorasi.
 
Eksplorasi harus ditingkatkan, sumur-sumur eksplorasi harus lebih banyak dibor, 
tetapi tetap dengan mengutamakan kaidah keteknikan eksplorasi yang baik. 
Meskipun kita memerlukan lebih banyak sumur eksplorasi, tidak berarti bahwa 
kaidah teknis bisa diabaikan. Kita mencari minyak, bukan "memberi makan 
rig-rig" pemboran atau mengebor dengan alasan2 lain yang non-eksplorasi. 
(kalimat terakhir perlu saya tulis sebab terjadi indikasi dari beberapa 
operator mengebor dg alasan mencari minyak ditaruh di nomor ke sekian setelah 
alasan2 lain yang non-eksplorasi - jangan berharap usulan2 sumur seperti ini 
akan disetujui).
 
salam,
awang


      

Kirim email ke