> Sdr Agus 

Sangat memprihatinkan memang , tapi
sekarang sudah ada.......lah perhatian kearahsana .
Tugas kita
sebagai rakyat adalh lebih mendorong kearah itu (dan itu sudah dilakuakn
oleh Anda dengan menulis e-mail yang saya baca).
Juga dengan adanya
sdr Indroyono Susilo, semiga akan terus membaik,semoga.

Si
Abah

   Banyak topik buku yang sekarang cenderung
sering dikonsumsi banyak orang,
> yaitu : sastra dan budaya,
termasuk isu lingkungan. Dan setiap pameran
> buku (termasuk di
Jogja) dalam 5 bulan terakhir, ada 3 x pameran. Nah,
> saya
menemukan 1 buku yang sangat menarik (bagi saya) dan cukup monumental
> untuk dikaitkan pada masa transisi pemerintahan saat ini. Buku yang
sedang
> saya pelajari tsb. : "Negara Maritim Nusantara :
Jejak Sejarah yang
> Terhapus".  (Terbitan Tiara Wacana
Jogja, ditulis oleh : HM Nasruddin
> Anshoriy CH dan Dr. Dri
Arbaningsih, Mei 2008). HM Nasruddin / lulusan 5
> pondok
pesantren : Al-Muayyad Solo, Krapyak Jogja, Tebuireng Jombang, dan
> Pinrang Sulsel, Apru Cidahu Pandeglang. (Dia seorang budayawan dan
juga
> kyai pimpinan pondok pesantren, yang pernah aktif
studi-studi sosial
> budaya dengan LP3ES dan menjadi produser
Sinetron "Lorong Waktu (SCTV) dan
> Bingkisan untuk Presiden
(SCTV). Dr Dri Arbaningsih (anggota Dewan Maritim
> Indonesia,
lulusan doktor
>  filsafat UGM dan Cardiff Univ. UK).
>

> Buku tsb meringkaskan bagaimanaa peran maritim dan kelautan
sebagai
> pangkal sejarah peradaban dan perekonomian nusantara
saat itu. Sejarah
> pergulatan sistem maritim yang terkait dengan
berkembangnya dan kehancuran
> kerajaan Sriwijaya, Majapahit,
Demak dan perkembangnya pusat-pusat
> pemerintahan yang bermula
dari pusat perdagangan pesisir pun diulas dengan
> baik. Selain
itu juga membahas berbagai pusat perdagangan dan pemerintahan
> di
Nusantara yang sangat tergantung dengan sistem maritim dan kultur
> pesisir, seperti : sistem pelayaran di Pati, kerajinan seni ukir
Jepara,
> kota traksasi dagang Tuban, pintu gerbang pelabuhan
Gresik, kota
> metropolis Jatim, sistem pelayaran masyarakat
madura, budaya maritim
> Pasuruan, kota-kota pesisir di Jabar,
kota-kota pesisir di Ujung Jatim,
> dan berkembangnya palabuhan
nusantara.
> 
> Sedikit cukilan yang menarik adalah saat
pembahasan perkembangan kota
> dagang Tuban. Dimana Tuban berasal
dari kata Watu Tiban (Tafsiran saya :
> Watu adalah batuan/
litologi; Tiban adalah kedatangan, kemunculannya). Dan
>
perkembangan pemerintahan, perdagangannya dibangun dengan tetap
melindungi
> kawasan karst Gua Akbar yang ada di Tuban itu.
Tafsiran saya : raja-raja
> awal munculnya kota Watu Tiban tsb
atau para saudagar (dalam hal ini kita
> pahami sebagai investor
dan pengusaha) telah memperhitungkan penempatan
> kota tsb dengan
meng-amankan keberadaan Gua karst tsb (Gua Akbar) dan
> untuk
melindunginya, maka penempatan seorang kyai diminta untuk 'turut
>
membentengi fungsi gua" bagi kehidupan dan lingkungan. Gua Akbar
tsb
> dijadikan sebagai tempat tinggal dan mengajarkan ilmu agama
ke
> murid-muridnya.
> 
> Akhir dari bahasan buku
tsb memasukkan (menurut penulis buku tsb)
> paradigma pembangunan
maritim yang berkelanjutan, dimana unsur hayati dan
> non-hayati
di kelauatan adalah satu kesatuan. Kemandirian bangsa indonesia
>
(Nusantara) ke depan sangat dipengaruhi oleh kemandirian kita terhadap
> sistem maritim  yang harus dikelola secara serius mengingat :
> 1. rumitnya tatanan geologis pada sistem tepian benua aktif, sistem
busur
> dan sitem parit, zona tumbukan, serta pemerangkapan
keratan lempeng
> kontinen dan samudera.
> 2. wilayah
geografis kepulauan indonesia yang sangat luas
> 3. wilayah
administrasi yang berjenjang
> 4. kompleksnya tatanan fisiografis
dan morfologis wilayah pesisir, laut,
> landas kontinen, lereng
benua, punggungan, dan gunung bawah laut, palung,
> parit,
cekungan dasar, cekungan tepian.
> 
> *****
> 
> Menarik untuk dibaca (kalau sekedar pengetahuan tentang budaya
maritim)
> dan menginspirasi buku tsb untuk diimplementasikan
dalam ranah ilmiah
> geomaritim, geopolitik maupun ekonomi
maritim, yang ditulis seorang Kyai
> dan Dosen Filsafat untuk
mengungkap budaya maritim. Akhir Mei lalu, saya
> berkesempatan
ketemu 2 penulis tsb saat Mujahadahan di Ponpesnya Kyai
>
Nasruddin di Kawasan Karst Selopamioro, Imogiri. Usai Mujahadahan, kami
> mendiskusikan bagaimana isu-isu maritim ini dilupakan dalam sistem
politik
> dan perekonomian kita. Nyaris regulasi kebijakan makro -
mikro ekonomi,
> juga infrastruktur serta pertahanan kita
cenderung "dimenangkan dan
> dikuasasi" oleh sistem
onshore daripada offshore (maritim). Dep.Kelautan
> dan Perikanan
pun hadir belakangan. Kepana kita tidak belajar bahwa
> kemajuan
dan kemandirian pusat-pusat perdagangan dan basis pertahanan kita
> sejak awal telah dikuasasi dengan sistem maritim.
> Apa ada
isu-isu ini diangkat dalam isu pembangunan atau perubahan dalam
>
pilpres secara proporsi ???????????????. Konsep BMI (Benua Maritim
> Indonesia) yang pernah digagas Prof. M.T Zen..., skrang nyaris
tidak
> terdengar.
> 
> Lho koq? Saya sekarang
sedang mempelajari 3 buku yang mengulas maritim
> dari hulu-hilir
sampai politik dagang maritim, dimana kita sangat lemah
> sekali
urusan perdagangan dalam budaya maritim!!!.
> Saya jadi tergerak
mempelajari itu, setelah pulang melaut ke Satonda
> dengan Pak
Awang akhir th.2008 lalu. Menyedihkan kalau lihat sistem sosial
>
ekonomi di kampung-kampung di perairan Flores. Akhir Mei 2009 lalu,
saya
> melaut di perairan Kep.riau berkunjung pada 6 pulau-pulau
kecil, juga
> sungguh menyedihkan untuk bercerita dari sistem
transportasi laut,
> infrastruktur lokal, kebutuhan energi untuk
listrik pulau-pulau tersebut,
> ekonomi mikro juga jalan seadanya,
 lingkungan pantainya cantik, tapi
> lingkungan permukimannya yang
berada di atas endapan rawa-rawa pasut
> berimplikasi lingkungan
dan hidrologi menjadi kurang sehat. Akhirnya saya
> cuman
bercerita dan bercerita!!!. Saya pernah diundang untuk membahas RPP
> Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil oleh DKP dan partner-nya, tapi saya
tidak
> kuasa dan tidak bergeming mengusung ide-ide besar ini,
kecuali ide
> Disaster Risk Reduction pada Pulau-pulau Kecil
supaya pengelolaan dan jasa
> lingkungan perbasis pada genesis
pulau
>  tsb. Misal : pulau Vulkanik dan pulau yang terbentuk
karena tektonik dan
> pulau terumbu, jelas beda manajemennya.
Implikasi ini sangat luas terkait
> dengan resiko ancaman bencana,
hidrogeologi, daya dukung lahan
> pulau-pulau kecil. Yachh....,
lumayan lah..., mereka mau memahami genesis
> pulau dari sisi
geologi, tidak manajemen sekedar spatial saja.
> Sementara potensi
bouksit, timah placer di laut Kepri..., woowww...kapal
> keruk
semua di perairan itu!!!! , belum mampu menopang ekonomi lokal dari
> pulau-pulau kecil tsb.
> Diskusi kecil saya dengan nelayan
lokal yang ketemu di pantai : "Mas,
> pulau-pulau kecil yang
tidak berpenghuni atau berpenghuni kurang dari 15
> KK itu sudah
milik orang pribadi, ada yang dari Jkt, dari Malay atau
> patungan
dari Sngapura"
> 
> Sekedar informasi di akhir
pekan...
> salam, agus hend
> 
> 
> 
> 
> ________________________________
>
From:
"awangsaty...@yahoo.com" <awangsaty...@yahoo.com>
> To: IAGI <iagi-net@iagi.or.id>; Geo Unpad
<geo_un...@yahoogroups.com>;
> Forum HAGI
<fo...@hagi.or.id>; Eksplorasi BPMIGAS
>
<eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>
> Sent: Friday, July 3,
2009 2:44:35 PM
> Subject: [iagi-net-l] OOT : Taman Batjaan Rakjat
(Balai Poestaka)
> 
> 
> Info saja untuk para
penggemar buku.
> 
> Lain dari tahun-tahun sebelumnya,
dalam Pameran Buku Nasional yang sedang
> diselenggarakan IKAPI di
Istora Senayan sampai hari Minggu lusa 5 Juli
> 2009, penerbit
pertama yang dipunyai Indonesia, Balai Pustaka, membawa
> sekitar
30 buku-buku pertamanya ke Istora.
> 
> Maka bila Anda
ingin melihat tampang buku-buku tua cetakan pertama
> roman-roman
Pujangga Baru atau sebelumnya, seperti si Doel Anak Betawi,
>
Lajar Terkembang, Salah Asoehan, dan masih banyak lagi, atau buku-buku
> pengetahuan macam pelajaran botani tulisan Nur Sutan Iskandar,
atau
> Almanak pertama untuk orang Indonesia (VolksAlmanac), nah
ada di counter
> Balai Pusataka.
> 
> Pergulatan
pemikiran terbesar dalam sejarah kebangsaan Indonesia, yaitu
>
Polemik Kebudayaan pada tahun 1940-an antara Sutan Takdir Alisjahbana,
> Sutomo, Sanusi Pane, Poerbatjaraka, Adinegoro, dan Ki Hadjar
Dewantara;
> dapat pula dilihat bukunya di situ. Tak semua dari
kita mengenal polemik
> yang pernah sangat heboh pada masanya
itu.
> 
> Bila Anda sedang mencari buku-buku roman atau
sastra anggitan para
> sastrawan Indonesia agar anak-anak kita
atau para pemuda kita mengenal
> karya sastra Indonesia masa lalu,
nah Penerbit Dian Rakyat dan juga
> tentunya Balai Pustaka
menyediakan koleksi-koleksinya. Puisi-puisi Sutan
> Takdir, Amir
Hamzah, atau Chairil Anwar bisa dinikmati di situ.
> 
>
Hal yang unik adalah bahwa Balai Pustaka juga mulai tahun ini membuka
> kembali Taman Poestaka-nya yang awal dibuka pada tahun 1910.
Taman
> Poestaka ini dulu dibuka oleh Belanda sebagai perpustakaan
rakyat. Rakyat
> di Batavia saat itu bisa menikmati bacaan-bacaan
terbitan Belanda maupun
> Batavia, termasuk buku-buku pertama yang
berbahasa Indonesia. Pendirian
> Taman Poestaka ini atas prakarsa
van Deventer yang menganjurkan politik
> etis alias balas budi
untuk pendidikan kaum pribumi. Balai Pustaka tahun
> 2009 ini
mengaktifkan kembali Taman Poestaka tersebut dan menamakannya
>
sebagai Taman Bacaan Rakyat. Dibuka untuk umum di samping Gedung Balai
> Pustaka Jalan Gn. Sahari Raya no. 4, Jakarta Pusat.
> 
> Di luar Balai Pustaka dan Dian Rakyat, saya mengamati suasana
yang
> menyenangkan di mana lebih dari seratus penerbit dan toko
buku ramai
> dikunjungi para pengunjung yang didominasi ibu-ibu,
anak muda, dan anak
> sekolah yang sedang liburan itu. Ini adalah
kesempatan membeli buku dengan
> harga yang lebih murah daripada
biasanya. Sekaligus, menjadi cara IKAPI
> mendongkrak minat baca
masyarakat.
> 
> Saya sengaja mengambil cuti dari kantor
agar bisa seharian santay dan
> tenang pada hari kerja menikmati
deretan ratusan ribu buku yang dipajang.
> Bila datang pada hari
Sabtu atau Minggu tentu suasananya ramai sekali.
> 
>
salam,
> Awang
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
>
--------------------------------------------------------------------------------
> PP-IAGI 2008-2011:
> ketua umum: LAMBOK HUTASOIT,
lam...@gc.itb.ac.id
> sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL,
mohammadsyai...@gmail.com
> * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5
departemen, banyak biro...
>
--------------------------------------------------------------------------------
> ayo meriahkan PIT ke-38 IAGI!!!
> yg akan dilaksanakan di
Hotel Gumaya, Semarang
> 13-14 Oktober 2009
>
-----------------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, send email to:
iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> To subscribe, send email to:
iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
> Visit IAGI Website:
http://iagi.or.id
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> No. Rek: 123
0085005314
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> Bank BCA KCP. Manara Mulia
> No. Rekening: 255-1088580
> A/n: Shinta Damayanti
> IAGI-net Archive 1:
http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net
Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>
---------------------------------------------------------------------
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to
information
> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI
or others. In no event
> shall IAGI and its members be liable for
any, including but not limited to
> direct or indirect damages, or
damages of any kind whatsoever, resulting
> from loss of use, data
or profits, arising out of or in connection with
> the use of any
information posted on IAGI mailing list.
>
---------------------------------------------------------------------
> 
> 
> 


-- 
_______________________________________________
Nganyerikeun hate
batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada
ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.

Kirim email ke