Molengraaff dan Umbgrove adalah dua ahli geologi Belanda yang banyak 
menyelidiki paparan Sunda untuk pertama kalinya, khususnya geomorfologi dan 
kompleks terumbunya. Beberapa hasil penelitiannya telah dipublikasikan pada 
pertemuan2 ilmiah pada masa itu (misalnya Molengraff dan Weber, 1919 : ...the 
Origin of the Sunda Sea..., Proc. Konink. Akadem, Wetenschappen; Umbgrove, 1929 
: De Koraalriffen der Duizend-Eilanden, Dienst Mijnbouw Ned. Indie).  

Menarik, bahwa Umbgrove (1929) mencantumkan “Soenda bariere rif” dalam petanya 
tentang batas Soendaland. Yang dimaksudkannya adalah sebuah jalur terumbu 
penghalang (barrier reef) yang kalau diukur secara kasar memanjang hampir 1200 
km berarah baratdaya-timurlaut dari sebelah timur Kangean sampai Berau di 
sebelah utara Semenanjung Mangkalihat, Kalimantan. 

Apa yang disebut Umbgrove 80 tahun lalu itu, sekarang disebut “the Great Sunda 
Barrier Reef” oleh Tomascik et al. (1997) : The Ecology of the Indonesian Seas, 
Vol 1, hal. 583, Periplus Editions.

Meskipun telah dikenal sejak 80 tahun yang lalu, ternyata publikasi detail 
tentang carbonate sedimentology Great Sunda Barrier Reef tidak banyak. Beberapa 
dari sedikit publikasi itu adalah publikasi dari ahli geologi marin terkenal 
zaman Belanda : Kuenen (1933) : Geology of coral reefs-The Snellius Expedition 
dan Kuenen (1947) : Two problems of marine geology : atolls and canyons,  yang 
membahas terumbu Great Sunda Barrier Reef ini di ujung utaranya (sekitar muara 
Sungai Berau utara Mangkalihat). 

Publikasi yang baru tentang terumbu jalur ini adalah dari geologists yang saat 
itu bekerja untuk Petrocorp Maratua Netherwood dan Wight (1993) : 
Structurally-controlled, linear reefs in a Pliocene-delta-front setting, IPA 
core workshop yang membahas area di sekitar pembahasan Kuenen (1933, 1947). 
Publikasi lain adalah dari para sedimentologist Total yang membahas Great Sunda 
Barrier Reef ini di bagian tengahnya (Paternoster), Burollet et al. (1986) : 
Sedimentation and Ecology of the Paternoster Platform, East Kalimantan, IPA 
Proc.

Buku guide menyelam di Indonesia yang cukup bisa diandalkan, yaitu Muller, ed. 
(1999) :  Diving Indonesia, Periplus Guides - hanya mencantumkan dua tempat di 
jalur Great Sunda Barrier Reef yang suka dikunjungi para penyelam :  yaitu 
Kangean-Sakala yang terletak di ujung selatan Great Sunda Barrier Reef dan 
Sangalaki-Maratua-Kakaban di ujung utara Great Sunda Barrier Reef.  

Demikian publikasi-publikasi yang ada, paling tidak sepengetahuan saya,  yang 
sedikit banyak terkait dengan Great Sunda Barrier Reef.

Great Barrier Reef paling terkenal di dunia, di sebelah timurlaut Australia, 
yang membujur sepanjang sekitar 2000 km telah digunakan sebagai laboratorium 
alam untuk belajar tentang carbonate sedimentology guna keperluan analogi 
modern karakteristik reservoir karbonat dalam eksplorasi dan produksi migas. 
Beberapa perusahaan minyak internasional (misalnya ExxonMobil) suka melakukan 
fieldtrip dan penelitian di beberapa pulau terumbu di dalam jalur Great 
Australian Barrier Reef ini. Beberapa ahli karbonat terkenal juga tidak jarang 
menjadikan Great Australian Barrier Reef ini sebagai wilayah penelitiannya 
(misalnya Toni Simo).

Sejauh yang saya tahu, Great Sunda Barrier Reef tidak banyak/belum pernah 
mendapatkan kunjungan penelitian dari para ahli karbonat yang suka meneliti 
karbonat2 modern Indonesia (Wahyu Hantoro, Charles Jordan, Mark Longman, Robert 
Park, Moyra Wilson, dll.).

Padahal, Great Sunda Barrier Reef mempunyai beberapa aspek yang mungkin tak 
dimiliki oleh Great Australian Barrier Reef. Yaitu, ada satu jalur terumbu 
penghalang bagian Great Sunda Barrier Reef di sebelah utara Paternoster 
Platform yaitu jalur terumbu penghalang Balabalagan yang persis duduk di atas 
jalur sesar besar yang masih suka aktif yaitu Adang-Paternoster Fault. 
Kemudian, di depan Cekungan Kutai dan di depan Cekungan Tarakan sebelah selatan 
(Muara Sub-Basin), terumbu di sini mesti berhadapan dengan sedimen 
silisiklastik yang begitu banyak yang dibawa sungai-sungai besar dari 
Kalimantan. Bagaimana terumbu2 penghalang ini menyesuaikan diri terhadap input 
sedimen tersebut merupakan kisah unik tersendiri.

“Delta-front barrier reef” adalah satu istilah dari Tomascik et al. (1997) yang 
digunakan untuk menerangkan kejadian terumbu penghalang di suatu wilayah di 
dalam jalur Great Sunda Barrier Reef khususnya di sebelah selatan Tarakan. 
Kuenen (1947) menyatakan bahwa Berau Barrier Reef (Berau adalah nama suatu 
wilayah –sungai, delta, di sebelah utara Mangkalihat, Kalimantan Timur) 
berkembang sekitar 10 km dari Delta Berau.

Kehadiran suatu delta-front barrier reef yang mengartikan bahwa kompleks 
terumbu ini berkembang di suatu wilayah yang banyak input sedimennya seperti 
delta bertentangan dengan teori klasik yang banyak dipercaya, yaitu bahwa 
terumbu karang (coral reefs) tidak berkembang di wilayah dengan lingkungan 
pantai yang keruh karena banyak sedimen dan low-salinity. Memang teori tersebut 
benar adanya, tetapi mengapa di wilayah Berau yang dekat dengan sungai besar 
ini bahkan fringing reef, patch reef laguna, dan barrier reef  dapat berkembang 
dengan baiknya ?

Tomascik et al. (1997) menemukan alasannya : yaitu karena coastline 
geomorphology dan circullation patterns di wilayah tersebut.  Arus pantai yang 
kuat (>50 cm/detik) dan banyaknya kejadian upwelling di sepanjang tepi Berau 
Barrier Reef yang menghadap ke laut berperan penting dalam kejadian kompleks 
terumbu di lingkungan kaya sedimen ini. Arus pantai yang kuat dan upwelling ini 
telah berperan membersihkan sedimen dan memasok nutrisi sehingga koral bisa 
membangun struktur terumbu.

Balabalagan Reef di jalur tengah Great Sunda Barrier Reef merupakan deretan 
terumbu penghalang yang tidak terputus sepanjang 75 km. Kompleks terumbu ini 
berkembang 120-150 km di lepas pantai dari pantai terdekat (Kalimantan 
Timur-Kalimantan Selatan). Terumbu penghalang Balabalagan ini membentuk jalur 
BL-Tenggara mengikuti tepi paparan utara-timurlaut Paternoster. Paternoster 
adalah tinggian tua (paleo-high) dan merupakan mikrokontinen asal Gondwanaland 
yang mengakresi Kalimantan bagian selatan pada Kapur Akhir. Tepi 
utara-timurlaut paparan ini sangat kontras dalam batimetri Selat Makassar yaitu 
membelokkan kontur batimetri secara tajam dan membatasi Cekungan Makassar Utara 
dan Makassar Selatan. Tepi utara paparan ini sekaligus merupakan jalur sesar 
besar Adang-Paternoster. Di sisi ini juga terumbu penghalang Balabalagan 
berkembang. 

Burollet et al. (1986) mempelajari dengan detail carbonate sedimentology 
beberapa pulau terumbu dan laut di sekitarnya di jalur terumbu penghalang 
Balabalagan ini. Publikasi ini mengkompilasi semua penelitian Total Indonesie 
dan kerja sama geomarin Indonesia-Prancis melalui core sampling dan dredging 
serta semua analisisnya. Tiga pulau terumbu mendapatkan perhatian yang lebih 
detail sehingga dapat dibangun model sedimentologinya, ketiga pulau itu adalah 
: Seturian, Samataha dan Sebangkatan.  Metode penelitian Burollet et al. (1986) 
ini sama dengan metode2 penelitian sedimentologi karbonat modern yang dilakukan 
di Great Australian Barrier Reef. 

Terumbu2 ini dibangun oleh fragmen koral, ganggang merah, moluska dan 
foraminifera. Inter-reef channels disusun oleh sedimen foraminifera bentonik, 
ganggang hijau, briozoa, ekinodermata dan moluska. Agak ke dalam dari tepian, 
sedimen disusun oleh halimeda (ganggang kapuran). Lingkungan yang agak dalam 
seperti Masalima di sebelah selatan Paternoster disusun oleh foraminifera 
planktonik atau glaukonit. Fasies ini sering juga dipotong oleh sedimen 
turbidit yang terbuat dari shallow calcarenites, benthic forams dan algal 
debris.

Karena penelitiannya detail dengan melakukan core sampling, dredging dan 
analisis mikropaleontologi yang banyak; Burollet et al. (1986) dapat 
mengembangkan model reef flats di beberapa pulau yang ditelitinya, misalnya 
yang paling terkenal adalah Pulau Seturian yang menurut mereka disusun oleh 10 
fasies : tidal flat with living corals, tidal flat with dead coral 
accumulation, mega ripples made of coral fragments, beach rock, beach sand, 
large sand ripples, deeps, intertidal plain with living algae and corals, 
gully, dan lows zoososters and corals. Model fasies terumbu semacam Seturian 
akan dijadikan analog untuk terumbu purba Paleogen-Neogen yang menjadi target 
eksplorasi migas.

Paparan Paternoster dengan luas area sekitar 40.000 km2, homogen, sangat datar, 
di wilayah tropis,  kedalaman 30-60 m, ditutupi oleh laut paparan (epeiric 
sea), dipotong oleh arus-arus yang aktif, dan langsung dibatasi ke sebelah 
utara dan timurnya oleh dalaman Selat Makassar sebelah utara dan selatan yang 
akan memicu terjadinya upwelling, sangat ideal untuk perkembangan terumbu 
karang. Ini sudah dibuktikan dengan tumbuhnya terumbu penghalang yang membentuk 
tidal flats dan pulau-pulau karang di sepanjang sisi utara, timur dan tenggara.

Demikian sekilas tentang terumbu-terumbu penghalang di jalur the Great Sunda 
Barrier Reef yang sekali lagi secara regional memanjang sekitar 1200 km dari 
baratdaya di Kangean-Sakala sampai timurlaut di Berau sebelah utara 
Mangkalihat. Kalau kita menyadarinya, sesungguhnya the Great Sunda Barrier Reef 
adalah tempat sangat penting untuk belajar tentang terumbu, khususnya terumbu 
penghalang dan segala aspeknya.

Salam,
Awang





--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
ayo meriahkan PIT ke-38 IAGI!!!
yg akan dilaksanakan di Hotel Gumaya, Semarang
13-14 Oktober 2009
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke