Penerbit Ufuk, setelah menerjemahkan dan menerbitkan buku Prof Arysio Santos (ahli nuklir Brazil, alm.) berjudul "Atlantis: the Lost Continent Finally Found" - Indonesia Ternyata Tempat Lahir Peradaban Dunia (2005, diterjemahkan tahun 2009), segera menyusulinya dengan buku lain yang ditulis seorang dokter anak berkebangsaan Inggris yang lama bertugas di SE Asia dan Papua yang kemudian menjadi ahli genetika spesialis migrasi manusia, Prof. Stephen Oppenheimer. Oppenheimer menulis buku "Eden in the East : The Drowned Continent of Southeast Asia” (1998). Bila buku Santos diterjemahkan setelah 4 tahun ditulis, maka buku Oppenheimer diterjemahkan setelah 12 tahun ditulis. Kedua buku, meskipun ditulis secara terpisah, mungkin Santos (2005) menggunakan referensi Oppenheimer (1998) menyimpulkan hal yang sama: Sundaland pernah menjadi pusat kebudayaan dunia yang memigrasikan manusia modern ke bagian dunia lain dengan tesis Sundaland mengalami banjir besar. Kedua buku juga menggunakan mekanisme geologi yaitu sea transgression - tetapi waktunya berbeda antara Oppenheimer (1998) dan Santos (2005). Saya pernah diundang PT Ufuk Publishing untuk membedah buku Atlantis yang diterjemahkannya, meskipun saya menyampaikan keberatan atas tesis Santos (2005) tersebut: tak ada data geologi dan nalar geologi yang mendukung argumen Santos (2005). Sundaland bukan Atlantis. Pada kesempatan yang sama, Prof. Harry Truman, ahli arkeologi spesialisasi Austronesia juga menolak argumen Santos (2005) tersebut berdasarkan disiplin ilmu geologi. Saya juga sebenarnya diundang oleh suatu lembaga budaya Jawa Barat yang bekerja sama dengan Badan Geologi untuk membedah buku terjemahan Oppenheimer ini. Sayang, saya dalam sebulan ini dan sampai bulan depan tidak punya kesempatan untuk menjadi pembicara sebab sedang memimpin rapat-rapat WPB 2011 dengan banyak oil companies. Tetapi dalam kesempatan ini saya ingin memberikan beberapa pandangan saya tentang tesis Oppenheimer ini dari segi geologi, genetika, dan folklore. Buku Oppenheimer (1998) adalah buku "lama". Setelah Oppenheimer (1998) menulis bukunya itu, banyak perdebatan di antara para ahli genetika dan lalu National Geographic Society selama lima tahun (1999-2004) mengadakan pemetaan genom DNA manusia modern seluruh dunia yang kesimpulannya menunjukkan bahwa arus migrasi manusia modern ke Sundaland tetap seperti kesimpulan2 sebelumnya yaitu dari utara ke selatan, bukan dari selatan ke utara seperti kata Oppenheimer. Di buku-bukunyanya yang terbaru (Out of Eden, 2004; dan Origins of the British, 2007), Oppenheimer tak menyebut sekali pun tesis Sundaland Eden in the East-nya itu. Bisa saja diduga bahwa Oppenheimer tak lagi semangat dengan pendapatnya itu sebab hasil pemetaan genom manusia tak seperti yang diduganya - terbalik hasilnya. Oppenheimer adalah orang Inggris, di bukunya "Origins of the British" (2007), Oppenheimer tak menulis bahwa orang Eurasia (Eropa juga, termasuk dirinya) adalah keturunan orang-orang Sunda dari Sundaland), padahal di bukunya Eden in the East (1998), Oppenheimer mengatakan bahwa orang-orang Eurasia asal Sunda. Nah, jelas kesimpulannya di Eden in the East (1998) jelas telah dikoreksinya. Di bukunya yang lebih baru “Out of Eden : the Peopling of the World” (2004), Oppenheimer menulis dengan komprehensif tentang sejarah penghunian semua daratan di Bumi oleh manusia modern berdasarkan analisis DNA pada semua bangsa. Melalui buku ini, kita bisa menebak dengan mudah bahwa Oppenheimer adalah seorang pembela pemikiran migrasi manusia : Out of Africa, dan menyerang Multiregional. Bila asal migrasi dari Sundaland maka Oppenheimer mendukung multiregional migration.
Dalam “Eden in the East: the Drowned Continent of Southeast Asia”, Oppenheimer berhipotesis bahwa bangsa-bangsa Eurasia punya nenek moyang dari Sundaland. Hipotesis ini ia bangun a.l. berdasarkan penelitian atas geologi. Berdasarkan geologi, Oppenheimer mencatat bahwa telah terjadi kenaikan muka laut dengan menyurutnya Zaman Es terakhir. Laut naik setinggi 500 kaki pada periode 14.000-7.000 tahun yang lalu dan telah menenggelamkan Sundaland. Saya ingin mengutip hasil penelitian terakhir tentang ini dari Hanebuth et al. (2000): Rapid flooding of the Sunda shelf: a late-glacial record -Science v. 288, no. 5468, p. 1033-1035, juga dari Hanebuth dan Stattegger (2004): Depositional sequences on a late Pleistocene-Holocene tropical siliciclastic shelf (sunda shelf, SE Asia) -Journal of Asian Earth Science v 23, p. 113-126. Hanebuth et al (2000) dan Hanebuth dan Stattegger (2004) tak pernah menyebutkan ada kenaikan muka laut sampai 500 feet antara 14.000-7000 tahun yang lalu. Ini kutipan dari paper Hanebuth dan Statteger (2004): “Detailed studies of late glacial and postglacial sea level rise for the this part of the Sunda Shelf demonstrates that the first significant submergence of Sundaland by rising sea level occurred between 14,000 and 15,000 years ago. Periods of abrupt rise in sea level submerged a significant part of Sundaland beneath the South China Sea between 13,000 and 14,000 years ago. Between 14,300 and 14,600 years ago, a period of 300 years, sea level rose 16m (62 feet). Between 12,000 and 13,000 years ago, the submergence of Sundaland by rising sea level was relatively minor. A final period of rapid flooding of Sundaland by the South China Sea occurred between 11,000 to 12,000 years ago. The submergence of Sundaland during this period was minor in extent relative to the area submerged between 13,000 and 14,000 years ago.” Jelas, bahwa tak ada yang namanya kenaikan muka laut sampai 500 feet (152 meter) antara 14.000-7000 tahun yang lalu. Kenaikan muka laut tercepat dan tertinggi hanya terjadi pada 14.300-14.600 tahun yang lalu, itu pun total 16 meter. Setelah 11.000 tahun yang lalu tak ada kenaikan muka laut signifikan. Tesis Oppenheimer tak terdukung secara geologi, meskipun dikatakan Oppenheimer menggunakan geologi untuk mendukung tesisnya. Dalam bidang mitologi, tesis Oppenheimer (1998) pun tak mendapatkan dukungan. Sanggahan terbaru datang dari bidang mitologi dalam sebuah Konferensi Internasional Association for Comparative Mythology yang berlangsung di Edinburgh 28-30 Agustus 2007. Dalam pertemuan itu, Wim van Binsbergen, seorang ahli mitologi dari Belanda, mengajukan sebuah makalah berjudul ”A new Paradise myth? An Assessment of Stephen Oppenheimer’s Thesis of the South East Asian Origin of West Asian Core Myths, Including Most of the Mythological Contents of Genesis 1-11”. Makalah ini mengajukan keberatan-keberatan atas tesis Oppenheimer bahwa orang-orang Sundaland sebagai nenek moyang orang-orang Asia Barat. Binsbergen (2007) menganalisis argumennya berdasarkan complementary archaeological, linguistic, genetic, ethnographic, dan comparative mythological perspectives. Menurut Binsbergen (2007), Oppenheimer terutama mendasarkan skenario Sundaland-nya berdasarkan mitologi. Pusat mitologi Asia Barat (Taman Firdaus, Adam dan Hawa, kejatuhan manusia dalam dosa, Kain dan Habil, Banjir Besar, Menara Babel) dihipotesiskan Oppenheimer sebagai prototip mitologi Asia Tenggara/Oseania, khususnya Sundaland. Meskipun Oppenheimer telah menerima tanggapan positif dari para ahli arkeologi yang punya spesialisasi Asia Tenggara, Oppenheimer tak punya bukti kuat atau penelitian detail untuk arkeologi trans-kontinental dari Sundaland ke Eurasia. Binsbergen (2007) menantang hipotesis Oppenheimer atas argumen detailnya menggunakan comparative mythology. Beberapa keberatan atas hipotesis tersebut : (1) keberatan metodologi (bagaimana mitos di Sundaland/Oseania yang umurnya hanya abad ke-19 AD dapat menjadi nenek moyang mitos di Asia Barat yang umurnya 3000 tahun BC ?), (2) kesulitan teoretis akan terjadi membandingkan dengan yakin mitos yang umurnya terpisah ribuan tahun dan jaraknya lintas-benua, juga yang sebenarnya isi detailnya berbeda; (3) pandangan monosentrik (misal dari Sundaland) saja sudah tak sesuai dengan sejarah kebudayaan manusia yang secara anatomi modern (lebih muda daripada Paleolitikum bagian atas); (4) Oppenheimer tak memasukkan unsur katastrofi alam yang bisa mengubah jalur migrasi manusia.; (5) mitos bahwa Banjir Besar menutupi seluruh dunia harus ditafsirkan atas pandangan dunia saat itu, bukan pandangan dunia seperti sekarang. Dalam pertemuan comparative mythology sebelumnya (Kyoto, 2005, Beijing 2006), Binsbergen mengajukan pandangan yang lebih luas dan koheren tentang sejarah panjang Old World mythology yang mengalami transmisi yang komplek dan multisentrik, tak rigid monosentrik seperti hipotesis Oppenheimer (1998). Winsbergen juga mendukung tesisnya itu berdasarkan genetika molekuler menggunakan mitochondrial DNA type B. Secara ringkas boleh dikatakan bahwa tesis Sundaland sebagai Taman Eden asal manusia modern adalah tesis lama Oppenheimer (1998) yang tak pernah disinggungnya lagi di buku2 terbarunya. Lagipula, tesisnya itu tak mendapatkan dukungan dari bidang genetika sendiri, geologi dan mitologi. Maka sebaiknya kita tidak perlu segera menerima bahwa Sundaland adalah awal peradaban dunia. Lihatlah dan analisislah dengan hati-hati, agar kita tak berbangga dengan sesuatu yang secara ilmiah masih meragukan. Salam, awang --- Pada Rab, 27/10/10, Hery Harjono <hery_harj...@yahoo.co.uk> menulis: Dari: Hery Harjono <hery_harj...@yahoo.co.uk> Judul: [Forum-HAGI] Seminar "Menelusuri Jejak Sejara: Indonesia Awal Peradaban Dunia?" Kepada: "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" <fo...@hagi.or.id>, "IAGI" <iagi-net@iagi.or.id>, geologi...@googlegroups.com, "MBencana" <benc...@googlegroups.com>, "MJBP" <jabarped...@googlegroups.com> Tanggal: Rabu, 27 Oktober, 2010, 3:16 PM Rekan-rekan HAGI, Saya mengundang Anda semua untuk hadir pada Seminar "Menelusuri Jejak Sejarah: Indonesia Awal Peradaban Dunia?". Maaf agak mendadak. Kami tunggu di LIPI. Terimakasih, Hery Nomor : 4049/IPK/KS/X/2010 Jakarta. 25 Oktober 2010 Lampiran : - Perihal : Undangan Seminar Kepada Yth. Bapak/Ibu/Saudara Dengan hormat, Buku “Eden In The East” yang ditulis oleh Prof. Dr. Stephen Oppenheimer, ahli genetika terkemuka dari Inggris menyatakan bahwa dunia barat telah salah menilai asal mula peradaban manusia modern dengan memarjinalkan kawasan timur khususnya Semenanjung Melayu. Dalam bukunya yang menggabungkan pendekatan kedokteran, geologi, geofisika, etnologi, linguistik, antropologi, dan arkeologi, doctor dari Oxford University ini menyebutkan bahwa arus migrasi manusia modern berasal dari Sundaland (daratan yang sekarang menjadi Pulau Sumatera, Sabah, dan Serawak), yang kemudian menyebar ke dataran Cina, Asia Tengah, Timur Tengah, hingga Amerika Selatan. Berkaitan dengan itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Ufuk Publishing House selaku penerbit buku “Eden In The East” berniat menyelenggarakan seminar yang mengupas lebih dalam tentang perkembangan sejarah peradaban manusia di dunia, yang diselenggarakan pada : Hari/Tanggal : Kamis, 28 Oktober 2010 Waktu : Pukul 09.30 – 13.00 WIB Tempat : Widya Graha LIPI Lantai 1 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 10 Jakarta Selatan Pada kesempatan ini, kami mengundang Bapak/Ibu/Sdr/i untuk berpartisiapasi sebagai peserta dalam acara tersebut (jadwal acara dan konfirmasi kehadiran terlampiran). Atas perhatian yang diberikan, kami mengucapkan terimakasih. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetuan Indonesia ttd Prof. Dr. Ir. Hery Harjono NIP 19510210 198003 1 003 -----Berikut adalah Lampiran dalam Pesan----- ______________________________________________ The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list. fo...@hagi.or.id | www.hagi.or.id ---*** for administrative query please send your email to itweb.supp...@hagi.or.id