Bencana Alam adalah Hukuman Tuhan.
Karena Tuhan memilih suatu daerah yang tinggi tingkat kejahatannya (disana ada 
orang2x yang menurutNya belum bertobat) sebelum proses penghancuran. Alam 
(gunung,laut,angin) adalah alat Tuhan untuk menghancurkan sesuatu yang 
dianggapnya menyimpang dari firmanNya.



----- Pesan Asli -----
Dari:Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
Kepada:IAGI <iagi-net@iagi.or.id>; Geo Unpad <geo_un...@yahoogroups.com>; 
Eksplorasi BPMIGAS <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>; Forum HAGI 
<fo...@hagi.or.id>
Cc:
Dikirim:Jumat, 24 Desember 2010 7:48:56
Judul:[iagi-net-l] Teologi Kebencanaan

Hari Sabtu minggu yang lalu, saya hadir di sebuah gereja di wilayah Cibubur 
dalam sebuah diskusi panel berjudul "bencana alam: fenomena alam atau hukuman 
Tuhan?". Diskusi dihadiri oleh lima orang pendeta, beberapa orang relawan dan 
penggiat LSM bencana, dan sekitar 30 orang warga gereja setempat.

Diskusi ini diadakan dalam rangka pembahasan "teologi kebencanaan" oleh PGI 
(persekutuan gereja-gereja di Indonesia) sebagai upaya menjawab pertanyaan di 
masyarakat yang senantiasa merasa atau bertanya apakah bencana merupakan 
hukuman Tuhan.

Setelah kebaktian singkat yang dipimpin oleh seorang pendeta, saya diminta 
mempresentasikan materi yang telah saya siapkan, berjudul sama dengan tema 
diskusi panel, "bencana alam: fenomena alam atau hukuman Tuhan?". Materi yang 
saya bawakan terbagi menjadi tiga bagian: hakikat bencana, geologi dan bencana 
alam di Indonesia, bencana alam: fenomena alam atau hukuman Tuhan? Bencana yang 
dibahas terutama yang berhubungan dengan proses-proses geologi yang sering 
terjadi di Indonesia, yaitu gempa, tsunami, erupsi gunungapi. Para pendeta dan 
peserta diskusi panel, hari itu belajar tentang planet Bumi, tektonik lempeng, 
mekanisme gempa-tsunami-erupsi gunungapi.

Setelah melakukan presentasi sekitar 1,5 jam menayangkan 65 slides, dimulailah 
sesi tanya jawab menyangkut geologi, filosofi dan teologi kebencanaan. Saya 
ingin ceritakan beberapa tanya jawab menyangkut hakikat kebencanaan dari segi 
filosofi dan teologi. Beberapa di antaranya adalah seperti di bawah ini.

(1) Pertanyaan mendasar pertama datang dari seorang pendeta, apakah itu hukum 
alam, apakah itu hukum TUHAN, kapan TUHAN menggunakan hukum alam untuk 
menyatakan maksudnya, apakah TUHAN hanya "menumpang" hukum alam untuk 
menyatakan maksudNya, apakah alam itu beritme?

Saya menjawab, sejak zaman Galileo, ilmu tentang alam semesta didasarkan pada 
ketiga postulat: (1) adanya hukum-hukum universal yang bersifat matematik, (2) 
penemuan hukum-hukum yang terjadi melalui eksperimentasi ilmiah, (3) data-data 
eksperimen yang bisa diulang-ulangi  dengan hasil yang sama, sehingga setiap 
fenomena alam punya tingkat prediktibilitas - itulah hukum alam. Tuhan telah 
memberikan kepada manusia sebuah dunia yang tertib (Tuhan tidak bermain dadu 
dengan alam semesta, kata Einstein), atau alam semesta yang bernalar kata Paul 
Davies-ahli fisika penulis buku-buku sains, yang menjadikan dunia ini nyaman 
dihuni (misalnya ada jaminan bahwa matahari tidak tiba-tiba menghilang). 

Dunia yang dapat dihuni ini adalah fakta bahwa hukum-hukum alam bisa 
diandalkan, dan selalu bekerja dengan cara yang sama. Proses-proses geologi pun 
tidak terjadi sembarangan, mereka mengikuti aturan-aturan, hukum-hukum, yang 
diketahui berdasarkan penyelidikan dan penelitian sekian lama, dan setiap 
proses itu punya nilai prediktibilitas baik ke masa lalu (key to the past) 
maupun ke masa depan (key to the future). Proses-proses geologi adalah hukum 
alam. Sebab bagi orang percaya bahwa Tuhanlah yang menciptakan alam semesta, 
maka hukum-hukum alam yang mengatur jalannya alam semesta adalah juga 
hukum-hukum Tuhan. Tuhan menggunakan hukum alam yang diciptakanNya sesuai 
kehendakNya, dan Dia tidak pernah "menumpang" kepada hukum alam, sebab hukum 
alam adalah hukum Tuhan, milikNya sendiri. Alam memang beritme, bersiklus, yang 
terjadi sepanjang sejarah Bumi, sepanjang zaman-zaman geologi.

(2) Seorang pendeta berpendapat bahwa proses-proses geologi hanyalah mengikuti 
hukum kekekalan massa, kekekalan energi dan kesetimbangan, dan bahwa 
sesungguhnya tak adalah yang namanya bencana itu secara proses geologi. 
Bencana, menurutnya hanyalah pandangan antroposentrisme, bukan pandangan 
geologi.

Saya membenarkannya. Betul, seperti kata Gordon Oakeshott(1972 dalam sebuah 
buku 'Man and His Physical Envionment'), "There are no a geologic hazards 
without people. Geologic hazards are merely normal geologic processes or events 
until man gets in the way; then the processes or events become hazards". Saya 
menambahkan bahwa yang terasa sebagai "bencana" itu hanyalah relatif untuk 
segolongan korban pada saat itu. Pada periode lain, proses geologi yang menjadi 
"bencana" itu ternyata membawa berkat juga. Hujan pasir dan abu volkanik serta 
terjangan awan panas menjadi bencana buat segolongan orang pada suatu masa. 
Pada masa lain semua pasir dan abu volkanik hasil letusan itu kemudian bisa 
menjadi sumber nafkah segolongan orang pada masa berikutnya yang melakukan 
penambangan pasir. Benturan meteorit di Afrika Selatan tentu menjadi bencana 
katastrofik pada suatu masa ketika ia jatuh, tetapi pada masa lain ternyata 
sebuah teori mengatakan bahwa meteorit itu
bisa menjadi tambang intan. Maka bencana itu relatif, proses geologi hanyalah 
proses geologi, ia menjadi bencana saat bersentuhan dengan manusia, dan ketika 
kita memandangnya secara antroposentris.

(3) Seorang peserta diskusi menanyakan sebuah pertanyaan, mengapa Tuhan yang 
baik membiarkan bencana yang buruk terjadi. Apakah doa-doa, akan membebaskan 
Indonesia dari bencana ? 

Saya menjawab, pertanyaan seperti itu adalah pertanyaan terkenal yang biasa 
muncul di buku-buku ateisme. Silogisme ateis menyebutkan: kalau Tuhan mahabaik, 
Ia akan hancurkan kejahatan. Kalau Tuhan mahakuasa, Ia dapat menghancurkan 
kejahatan. Tetapi kita melihat kejahatan ada terus dan mungkin semakin jahat, 
maka kalau begitu tak ada Tuhan sebab kejahatan meraja lela. "Si Deus est, unde 
malum?" - Kalau Tuhan ada, mengapa ada kejahatan? David Hume, filsuf dari abad 
ke-18 menulis, " Adakah Allah bermaksud mencegah kejahatan tetapi tidak 
sanggup? Maka itu berarti Dia tidak berkuasa. 'Problem of evil' (termasuk 
'kejahatan' alam dalam rupa bencana) sesungguhnya telah menjadi argumen klasik 
sejak zaman Epikurus (341-270 SM) yang menanyakan keadilan dan kasih sayang 
Tuhan di mana ketika kejahatan meraja lela. Akhirnya ini mengarah ke keberadaan 
Tuhan sendiri. Tulis Epikurus, "Tuhan ingin menyingkirkan kejahatan, tetapi Ia 
tak mampu, atau Ia mampu, tetapi tidak
mau, atau Dia tak mau dan tak mampu. Kalau Tuhan mau tetapi tak mampu, maka Ia 
Tuhan yang lemah. Kalau Tuhan tak mau dan juga tak mampu, maka Ia Tuhan yang 
dengki dan lemah, jadi bukanlah Tuhan. 

Bagi seorang ateis, begitu banyaknya kejahatan dan penderitaan manusia telah 
menjadi argumen tangguh untuk ateisme. Adanya kejahatan dan penderitaan 
merupakan sebab utama keragu-raguan iman dan pemberontakan melawan Allah. 
Thomas Aquinas merumuskan pandangan ateisme itu, "Seandainya Allah ada, tidak 
akan ada satu tempat pun di mana kejahatan ditemukan. Padahal kejahatan 
ditemukan di dunia. Maka Allah tidak ada.

Bagi orang yang beragama, Tuhan berada di balik setiap peristiwa. Tak ada 
peristiwa akan terjadi tanpa kehendakNya. Louis Leahy dan Budhy Munawar-Rachman 
(STF Driyarkara) menulis bahwa pendapat seperti itu akan mengarah kepada Tuhan 
yang sewenang-wenang. Mengapa sekumpulan orang yang tak bersalah mati karena 
bencana, sementara sekumpulan orang lain tidak. Jadi, Tuhan tidak selalu ada di 
balik setiap peristiwa. Mereka menulis bahwa sebenarnya dalam setiap kejadian 
belum tentu kita dapat menemukan pesan sebab memang tak ada pesan apa-apa. 
Tidak ada alasan mengapa sekumpulan orang ini kena musibah, sementara yang lain 
tidak. Peristiwa-peristiwa bencana tidak mencerminkan pilihan Tuhan, itu 
peristiwa-peristiwa yang terjadi begitu saja. Segala bentuk bencana bukanlah 
kehendak Tuhan, demikian Leahy dan Munawar-Rachman berpendapat dalam artikel 
"Tuhan dan Masalah Penderitaan" (Kanisius, 2008).

Tetapi, berbeda dari pandangan Leahy dan Munawar-Rachman (2008) ada beberapa 
bencana yang memang dikehendaki Tuhan, dan Tuhan berada di balik peristiwa itu, 
yaitu pembinasaan Sodom dan Gomora yang dikisahkan dalam kitab-kitab suci 
(Alkitab, Kejadian 19: 15, 24 - Al Qur-an, Surat Huud : 76, 82) yang dalam 
penafsiran saya disebabkan oleh gempa katastrofik dan letusan gunung garam yang 
mengandung aspal, minyak, ter dan belerang serta kedua kota mengalami 
likuifaksi ke bawah Laut Mati (lihat abstrak makalah tentang ini di bawah). 
Terhadap hal-hal ini, ada pelajaran bahwa semua bencana adalah fenomena alam, 
tetapi sebagian bencana bisa merupakan sarana penghukuman Tuhan.

Tuhan telah memberikan kepada manusia sebuah dunia yang tertib, yang menjadikan 
dunia ini nyaman dihuni. Dunia yang dapat dihuni ini adalah fakta bahwa 
hukum-hukum alam bisa diandalkan, dan selalu bekerja dengan cara yang sama. 
Tetapi ada juga yang perlu disadari dari fakta hukum alam ini adalah, bahwa 
hukum alam bukan hanya memberi kesan keteraturan saja, tetapi juga dari hukum 
yang sama, bisa terjadi bencana bagi manusia. Hukum alam berupa gravitasi 
misalnya, membuat kita hidup, tetapi hukum alam yang sama bisa menyebabkan 
jembatan atau gedung runtuh. Kita tidak bisa hidup tanpa hukum-hukum alam, 
tetapi hidup dengan hukum alam berarti kita juga dikelilingi begitu banyak 
bahaya yang menyebabkan penderitaan. 

Kesimpulannya, hukum alam netral, ia bisa terasa baik atau jahat. Hukum alam 
tidak bersifat baik atau jahat, ia hanya tak peduli, berlaku sama bagi semua 
orang. Hukum alam tidak mengenal perkecualian, ia tidak membedakan suku bangsa, 
agama, golongan, bisa melanda siapa pun, orang jahat atau baik.

Indonesia, selama ia duduk di atas lempeng-lmpeng yang saling bertubrukan, di 
area tepi-tepi tubrukan atau papasan lempeng itulah selalu akan ada 
proses-proses gempa, tsunami dan erupsi gunungapi yang bisa jadi bencana kala 
bersentuhan dengan manusia. Doa-doa barangkali tak akan membebaskan Indonesia 
dari bencana itu sebab itu hukum alam, hukum Tuhan. Tetapi doa barangkali bisa 
membuat manusia diberikan akal budi untuk menghindari bencana atau berkawan 
hidup di tengah bencana.

Demikian sedikit ulasan.  Beberapa kesimpulan saya terkait hal ini:

1.    Karena kondisi geologinya yang merupakan wilayah pertemuan antara tiga 
lempeng besar, Indonesia adalah wilayah yang paling rawan gempa-tsunami-erupsi 
gunungapi di dunia.

2.    Secara geologi,  gempa-tsunami-erupsi gunungapi adalah proses alam biasa 
karena kesetimbangan gaya  dan kekekalan energi.

3.    Bencana alam gempa-tsunami-erupsi gunungapi adalah fenomena alam, yang 
dapat digunakan Tuhan untuk menyatakan kuasaNya atau melakukan penghukuman.

4. Bencana-bencana alam di Indonesia hanyalah proses geologi biasa, fenomena 
alam, yang bisa menjadi bencana kala bersentuhan dengan manusia, apakah itu 
hukuman Tuhan, susah menjawabnya tetapi dari sejarah, bukan suatu kemustahilan 
kalau Tuhan mau menggunakan proses-proses geologi untuk menyampaikan maksudnya.

Salam,
Awang


LAMPIRAN
------------------------------------------------
PROCEEDINGS PIT IAGI LOMBOK 2010
The 39th IAGI Annual Convention and Exhibition

“KIAMAT” 2000 SM DI SODOM DAN GOMORA:
KETIKA TUHAN MENGGERAKKAN RETAKAN GEOLOGI LAUT MATI

Awang Harun Satyana (BPMIGAS) Jakarta

SARI

Kitab Suci Agama Kristen dan Islam mencatat pembinasaan kota-kota Sodom dan 
Gomora oleh hukuman Tuhan. “Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api 
atas Sodom dan Gomora...dan ditunggangbalikkanNyalah kota-kota itu...asap dari 
bumi membubung ke atas sebagai asap dari dapur
peleburan.” (Kitab Kejadian 19 : 24-28). “Maka tatkala datang azab Kami, Kami 
jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah... dan Kami hujani mereka 
dengan batu dari tanah yang terbakar dengan
bertubi-tubi.” (Surat Huud : 82).

Penelitian-penelitian arkeologi dan geologi yang telah dilakukan sejak tahun 
1920-an di wilayah Laut Mati menemukan bahwa bekas-bekas kota Sodom dan Gomora 
paling mungkin terletak di tepi tenggara Laut Mati, yaitu dua kota yang di 
dalam arkeologi dikenal sebagai Bab edh-Dhra (Sodom) dan Numeira (Gomora). Di 
kedua kota itu ditemukan banyak artefak dan rangka manusia yang menunjukkan 
bekas kejadian bencana pada sekitar tahun 2000 SM.

Laut Mati menempati bagian utara jalur Lembah Retakan Besar (Great Rift Valley) 
yang memanjang dari Mozambik (Afrika Tenggara) sampai Siria (Asia Baratdaya) 
sepanjang 4830 km menghubungkan lembah-lembah retakan: East African Rift 
Valley-Laut Merah-Teluk Aqaba-Laut Mati-Sungai Yordan-
Danau Galilea. Retakan Laut Mati merupakan transform boundary yang aktif 
bergerak antara Lempeng Arabia dan Sub-Lempeng Sinai. Laut Mati merupakan 
pull-apart basin yang dibentuk oleh tarikan transtensional dua sesar mendatar 
mengiri (sinistral-transtensional duplex) Sesar Yudea dan Sesar Moab.

Sodom dan Gomora terletak di atas Sesar Moab. Laut Mati dicirikan oleh endapan 
elisional, kegempaan yang tinggi, fenomena diapir, gunung garam dan gunung 
lumpur, serta akumulasi hidrokarbon (aspal dan bitumen) dengan kadar belerang 
tinggi.

Pembinasaan Sodom dan Gomora diinterpretasikan terjadi melalui bencana geologi 
dengan urutan : (1) pergerakan Sesar Moab, (2) gempa dengan magnitude 7,0+ yang 
menghancurkan kota-kota dan sekitarnya serta likuifaksi yang menenggelamkan 
sebagian wilayah kota-kota, (3) erupsi gunung garam dan gunung lumpur yang 
meletuskan halit, anhidrit, batu-batuan, lumpur, aspal, bitumen, dan 
belerang,(4) kebakaran kota-kota dan sekitarnya karena material hidrokarbon 
yang diletuskan terbakar sehingga
menjadi hujan api dan belerang. Bencana katastrofik ini telah meratakan Sodom 
dan Gomora dan menewaskan seluruh penduduknya kecuali Lot/Luth dan dua putrinya.

Api dari langit yang menghujani Sodom dan Gomora bukan fenomena astroblem 
(seperti meteor), melainkan fenomena katastrofi (malapetaka) geologi berupa 
aspal dan bitumen yang terbakar serta belerang yang berasal dari letusan gunung 
garam dan gunung lumpur.




--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
Ayo siapkan diri....!!!!!
Hadirilah PIT ke-39 IAGI, Senggigi, Lombok NTB, 22-25 November 2010
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------



--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
Ayo siapkan diri....!!!!!
Hadirilah PIT ke-39 IAGI, Senggigi, Lombok NTB, 22-25 November 2010
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke