kalau 5-20 detik itu sepertinya saya pernah baca di brosur produk yang dijual 
di 
ACE Hardware setelah kejadian 2004 kemarin...
alat tersebut mendeteksi gelombang kompresi "P" yang biasanya tiba 5-10 detik 
sebelum gelombang "S"..
ini ada yang jual di situs indonesia (dengan penjelasan singkat cara kerjanya):
http://www.kaskus.us/showthread.php?p=130349796

mungkin yang (akan) dibangun itu berprinsip dasar sama dengan alat kecil 
diatas, 
yang dibuat lebih besar dengan jaringan pengeras suara yang tersebar untuk bisa 
memberikan peringatan untuk satu kota..

salam,
WHY


________________________________
From: Danny Hilman Natawidjaja <danny.hil...@gmail.com>
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI <fo...@hagi.or.id>; 
geologi...@googlegroups.com
Sent: Thu, March 10, 2011 11:12:52 AM
Subject: RE: [iagi-net-l] Deteksi Dini Gempa di Jakarta

 
Kata kuncinya:  “Kini mereka mampu menginformasikan gempa ke masyarakat hingga 
5-20 detik sebelum gempa melanda suatu wilayah”.  Artinya bukan meramal gempa 
yang akan terjadi tapi membuat sistem yang dapat memberitahukan masyarakat 
secara instan SETELAH terjadi gempa, tapi sebelum gelombang gempanya sampai ke 
lokasi.
Masa iya di Padang sistem seperti sudah dipasang sih? Belum dengar tuh.  
Mungkin 
prinsipnya kalo kita punya alat seperti acceloerometer yang di-set kalau ada 
getaran melebihi treshold tertentu langsung kirim infonya ke sistem (jadi tidak 
melewati proses penentuan episenter gempa, magnitude gempa dsb)
DHN
 
From:Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com] 
Sent: Wednesday, March 09, 2011 11:31 PM
To: IAGI; Forum HAGI; geologi...@googlegroups.com
Subject: [iagi-net-l] Deteksi Dini Gempa di Jakarta
 
Ada yg tahu tehnis deteksi ini menggunakan alat apa ya ?
RDP
JAKARTA, KOMPAS.com — Sistem deteksi dini gempa yang dibangun di Sumatera Barat 
rencananya juga akan dibangun di Jakarta. Sistem yang diadopsi dari Jepang itu 
diharapkan mampu menginformasikan gempa sebelum tiba. Namun, lebih penting dari 
itu adalah menyiapkan masyarakat siaga bencana.
Deputi Bidang Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) 
Prih Harjadi menyampaikan hal itu saat bertemu dengan peneliti Asian Disaster 
Reduction Center (ADRC), Takako Chinoi, dan perwakilan Pemerintah Jepang, 
Kayashima Kiyoshi, di Jakarta, Selasa (8/3).
"Setelah sistem deteksi dini gempa (early earthquake warning/EEW) selesai 
dibangun di Sumbar, tahun berikutnya akan dibangun di Jakarta," katanya.
Jakarta memiliki riwayat gempa besar dan tsunami saat letusan Gunung Krakatau 
tahun 1883. "Ancaman Krakatau mungkin masih ratusan tahun lagi, tetapi kita 
juga 
perlu waspada terhadap ancaman gempa dari patahan tektonik sekitar Jakarta," 
katanya.
Sebagaimana disampaikan pejabat senior Japan Meteorological Agency (JMA), 
Takeshi Koizumi, Jepang sukses membangun sistem EEW itu sejak 2007. Kini mereka 
mampu menginformasikan gempa ke masyarakat hingga 5-20 detik sebelum gempa 
melanda suatu wilayah.
Kesiapsiagaan masyarakat
Sistem deteksi dini gempa dan tsunami sangat dibutuhkan, tetapi tidak akan 
berfungsi optimal tanpa ada kesiapsiagaan warga menghadapi bencana.
"Informasi beberapa detik itu tidak akan berguna jika masyarakat tidak siap," 
kata Bambang Rudyanto, penasihat senior ADRC. Oleh karena itu, kata dia, 
pendidikan soal bencana harus menjadi prioritas dalam upaya mitigasi bencana di 
Indonesia, selain peningkatan infrastruktur.
Bambang mengatakan, di Jepang pendidikan bencana telah dimasukkan dalam 
kurikulum pendidikan untuk siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. 
Masyarakat Jepang pun sangat siap begitu peringatan bencana disampaikan.
"Misalnya untuk anak setingkat sekolah dasar, ada buku yang menceritakan 
tentang 
bencana- bencana di Jepang pada masa lalu. Tujuannya untuk mengingatkan agar 
mereka terus waspada karena bencana itu bisa terjadi lagi," katanya.
Selain itu, setiap murid sekolah juga diajarkan tentang bagaimana jika bencana 
terjadi, misalnya ketika terjadi gempa harus berlindung di bawah meja. ”Minimal 
satu tahun sekali ada simulasi bencana di sekolah-sekolah,” katanya.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana 
(BNPB) Sutopo Purwonugroho mengatakan, sistem peringatan gempa dan tsunami di 
Jepang bisa berjalan dengan baik karena tingginya kesiapsiagaan masyarakat. 
”Selain bagusnya jaringan infrastruktur dan informasi, budaya masyarakat 
menjadi 
faktor penting. Masyarakat Jepang lebih taat hukum dan disiplin,” katanya.
Sutopo membandingkan dengan sistem peringatan dini tsunami yang disampaikan 
BMKG 
saat gempa melanda Mentawai tahun lalu yang tidak sampai ke masyarakat. BMKG 
sudah mengirimkan peringatan potensi tsunami 4 menit lebih 46 detik setelah 
gempa Mentawai. Namun, hal itu tidak banyak bermanfaat karena tsunami bisa 
datang nyaris bersamaan dengan informasi itu.
"Tsunami di Indonesia banyak yang sumbernya lokal. Misalnya di Mentawai yang 
datang hanya 5-10 menit setelah gempa," katanya.
Pada situasi itu, kata Sutopo, kuncinya masyarakat harus segera lari agar 
selamat. Begitu ada gempa yang cukup kuat dirasakan, mereka segera menjauh dari 
laut seperti dilakukan masyarakat Simeulue, Aceh, dengan smong-nya. Di sana 
sistem deteksi dini gempa dan tsunami menjadi bagian budaya masyarakat lokal.
Masukkan kurikulum
Sutopo menambahkan, salah satu yang bisa dilakukan untuk meningkatkan 
kesiapsiagaan masyarakat adalah memasukkan pendidikan bencana dalam kurikulum 
sekolah. Kementerian Pendidikan Nasional sudah menyiapkan kurikulum soal 
bencana 
dan direncanakan selesai tahun 2011. Namun, BNPB belum banyak dilibatkan.
"Saya menemukan beberapa literatur untuk anak-anak sekolah belum komprehensif 
menyampaikan soal bencana. Selain itu, pengetahuan guru soal bencana juga masih 
harus ditingkatkan lagi," katanya.(AIK) 


http://sains.kompas.com/read/2011/03/09/16372223/Deteksi.Dini.Gempa.di.Jakarta

-- 
"Success is a mind set, not just an achievement"


      

Kirim email ke