Halo Kang Sunu,  Masih melototin geliatnya Si Lusi toh J

Tadinya ingin baca- baca dulu makalah-makalah mereka sebelum
mendiskusikannya.  Tapi okay lah kalau sekedar tinjauan umum.  Sebelumnya,
saya kira perlu kita consider bahwa kalaupun LUSI itu tidak ada kaitannya
dengan gempa Bantul tidak berarti bahwa kejadian ini bukan bencana alam.
Menurut hemat saya, apabila sudah jelas bahwa tidak ada kesalahan dalam
prosedur pemboran maka LUSI itu secara hukum bisa dianggap sebagai bencana
alam (apapun penyebabnya) meskipun kejadian mud volcano ini barangkali
memang benar dipicu oleh pemboran. Yang harus dijaga, kejadian ini tidak
boleh terulang lagi dengan cara lebih memahami prosesnya dan barangkali ada
prosedur pemboran yang harus diperbaiki atau ditambah (aspek mitigasi
bencana alamnya).

 

Fenomena yang dikemukakan Neng Amanda adalah hal biasa.  Waktu seminar Lusi
di Borobudur duluu Si Jim Mori juga mempresentasikan hal sama tapi pake
contoh dari Jepang.  Sebetulnya tidak perlu jauh-jauh cari contoh fenomena
ini ke Amerika dan Jepang, di Indonesia juga banyak, khususnya di Sumatra
karena saya lama meneliti di situ.  Jadi, adalah fenomena yang umum
ditemukan bahwa suatu kejadian gempa dapat memicu aktifitas gempa/tektonik
dan volkanik di sekitarnya, tidak perlu dibuktikan lagi.  Tapi yang penting
untuk kita pahami adalah bahwa  "FENOMENA/PRINSIP" ini SAMA SEKALI BELUM
MEMBUKTIKAN adanya keterkaitan antara gempa Jogya 2006 dengan peristiwa
munculnya Mud Volcano di Porong,  Setahu saya dua pakar itu (Mori dan
Clarke) sama-sama mengatakan bahwa mereka tidak bilang bahwa LUSI dipicu
Gempa Bantul 2006, harus diteliti lebih lanjut dulu.

 

Sebagai ilustrasi, contoh dari Sumatra: Gempa Aceh 2004 (Mw9.2) memicu Gempa
Nias 2005 (Mw8.7).  Dua gempa besar ini juga memicu banyak gempa-gempa kecil
di Patahan Sumatra.  Kemudian selanjutnya dua gempa ini juga bisa dibilang
memicu gempa  Bengkulu 2007 (Mw8.4).  Demikian juga gempa Padang 2009
(Mw7.6) memicu Gempa di patahan Sumatra dekat Danau Kerinci (Mw6.6) yang
berjarak sekitar 250km dari Padang setelah 12 jam kemudian.  Yang aneh,
Segmen Megathrust Mentawai yang sebetulnya sudah stress banget kok masih
diam saja digoyang gempa M>8 tiga kali, M>7 puluhan kali, dan M>6 ratusan
kali....

Gempa Liwa 1933 (M7.5) dalam 14 hari memicu letusan phreatic di Lembah Suoh
karena Suoh ini memang persis diujung selatannya segmen patahan yang
bergerak, yaitu di zona transtension.  Demikian juga Gempa Singkarak Maret
2007 (Mw6.4) memicu kenaikan aktifitas vulkanik Gunung Talang.

NAMUN, tentu  jauh lebih banyak patahan-patahan dan gunung-gunung api YANG
TIDAK TERPICU.

 

Jadi, ada berbagai persyaratan yang harus dibuktikan bahwa pemicuan itu
memang terjadi, tidak bisa main "copy - paste" saja.  

Beberapa parameter dan prinsip  dasarnya adalah:

-          Seberapa besar gempanya

-          Seberapa jauh jarak sumber gempa ke lokasi

-          Suatu gunung api hanya dapat dipicu oleh gelombang gempa apabila
gunung itu memang sedang dalam fasa aktif magmanya, tidak bisa
sekonyong-konyong meletup-letup.

-          Suatu patahan hanya dapat dipicu untuk bergerak  apabila patahan
itu memang termasuk patahan aktif dan kebetulan akumulasi stress/strainnya
sudah cukup tinggi.  Tentu tidak bisa patahan yang sudah mati
sekonyong-konyong bisa bergerak karena dipicu gempa, emangnya ada gempa
zombie J.  Dengan kata lain, istilah pemicuan gempa artinya hanya membuat
akumulasi strain di suatu patahan menjadi terlepas (lebih cepat) karena
digoyang  getaran gempa.

-          Demikian juga dengan Mud Volcano.  Gempa atau gerakan tektonik
sekalipun tidak bisa sekonyong-konyong memicu sebuah MV,kecuali kalau memang
sudah ada 'bahan'nya, artinya ada "lapisan very
unstable-saturated-overpressure" yang bisa meledak kalo digoyang.  Mungkin
analoginya adalah seperti peristiwa liquifaction yang banyak terjadi di
wilayah gempa, hanya skala dan kedalamannya beda.

Demikian ulasan prinsip-prinsip dasarnya.  Sekarang kita lebih fokus ke si
LUSI.  Kita diskusikan dengan dialog saja deh biar enak.

 

Q: Apakah Gempa Bantul  2006 (Mw6.4) dapat memicu kejadian Mud Volcano di
Porong yang jauhnya sekitar 280 km?

A: Gempa Bantul itu hanya menghasilkan getaran gempa sekitar 0.008g saja (~
MMI I atau II) .  Sedangkan sudah banyak gempa-gempa yang lebih besar/dekat
di sekitar Porong yang mmberikan getaran gempa jauh lebih besar, seperti
terlihat pada data di  tabel yang saya buat di bawah.  Bahkan menurut
catatan sejarah pernah terjadi gempa besar pada tahun 1850-an yang
memberikan intensitas gempa di wilayah ini mencapai MMI VII.  Jadi, kalau
gempa Bantul 2006 ini dianggap dapat memicu MV porong kenapa sebelumnya yang
malah tiga kali lipat lebih besar tidak memicu?

 

1867 - Mw>6.4 - Gempa Bantul (Patahan Opak) - jarak= 276km ,   pga di Porong
> 0.008 g

1937 - Mw=7.2 - Gempa Zona Subduksi - Selatan Jatim - Jarak= 250km,   pga di
Porong = 0.03 g

1967 - Mw>6.8 - Gempa Zona Subduks - Selatan Jatim - jarak= 150km,   pga di
Porong = 0.03 g

1977 - Mw=8.1 - Gempa NormalFault-Selatan Lombok - jarak= 632km   , pga di
Porong = 0.03 g

1994-Mw=7.8- Gempa Zona Subduksi di Selatan Jatim - Jarak= 300km, pga di
Porong= 0.03 g

2006 - Mw=6.4 - Gempa Bantul (Patahan Opak) -jarak= 276km   , pga di Porong
= 0.008 g

Catatan:  0.03 g ~ MMI V,  0.01 g ~MMI III, pga = peak ground acceleration

 

Q: Bagaimana kalau misalnya saat gempa Bantul terjadi kebetulan si LUSI ini
"lagi horny-horny"nya sehingga disentuh dikit langsung 'orgasme' hayoo?

A: O..walah, jangan porno ah, maksudnya ibarat orang yang dibawa ke bibir
jurang sehingga dengan sentuhan sangat halus sekalipun bisa limbung terus
jatuh juga ya? J.  Pertanyaannya apakah ada proses alam yang dalam kurun
waktu 12 tahun (sejak 1994) bisa membawa LUSI ke tahap very very fragile,
ataukah lebih masuk akal kalau ada intervensi non-alamiah (baca: pemboran)
yang membawanya si LUSI ini menjadi siap orgasme?...eeeh ikut-ikutan porno
nih.

 

Q: Tapi kata orang bukan cuma goyangan gempa yang memicu LUSI tapi goyangan
itu membuat"REAKTIFASI" Sesar (Watukosek) terus gerakannya bikin si LUSI
engga tahan  gitu lho?

A:  Ente pantang nyerah rupanya ya.  Tuh liat si Amanda yang nyebar gossip
aja mesem-mesem denger omongan ente yang napsu gitu J  Gini ya, buang itu
istilah REAKTIFASI,  Engga laku di sini.  Reaktifasi itu terjadi apabila
sesar yang sudah lama mati karena posisinya sudah engga sesuai dengan medan
tektoniknya kemudian setelah pergerakan tektonik selanjutnya selama
berjuta-juta tahun patahan tersebut kembali ke posisi tertentu yang
"favourable" lagi dengan tatanan tektonik yang berlaku sehingga menjadi
aktif lagi.  Kita engga ngomong perubahan tatanan tektonik atau proses
jutaan tahun di sini.

Q: Okay deh, maksud saya apakah gempa Bantul itu bisa memicu Sesar Watukosek
dan apakah kemudian gerakan si Watukosek ini bisa  memicu LUSI?

A:  Weleh-weleh, bener-bener  ya...., ini namanya hipotesa berdasarkan
'asumsi di atas asumsi'.  Saya tanya balik deh mendingan:

-          Apakah SesarWatukosek itu sudah terpetakan dengan baik? Kalau
emang iya ada, apakah termasuk sesar aktif? Kalau jawabannya "belum ada
bukti keaktifannya" maka hipotesa ini gugur sampai di sini saja (sorry-sorry
Jack!).  Susah kalau membuat hipotesa berdasarkan asumsi yang belum jelas.
Okay lah, kita lanjutkan berandai-andai. Kalau ternyata nanti ada yang bisa
membuktikan bahwa Si Watukosek ini aktif, inipun belum selesai,  kita masih
harus membuktikan bahwa Watukosek itu memang terpicu oleh gempa Bantul.
Terus kita andaikan lagi,  kalau ternyata nanti ada juga orang yang bisa
buktikan bahwa si Watukosek ini memang terpicu dan bergerak di diantara
kejadian Gempa Bantul dan Semburan LUSI, inipun  belum juga cukup buktinya.
Orang masih harus membuktikan bahwa gerakan si Watukosek ini  dapat membuat
si LUSI muntah (catatan: belum ada contoh kasusnya)....  Naaah  jadi panjang
kan PR-nya.   Makanya bikin hipotesa jangan yang aneh-aneh...bikin repot
sendiri....

 

Q :  Tapi kata Pak Awang ada yang menemukan 'gejala-gejala' di sepanjang
kelurusan yang diduga adalah Sesar Watukosek, gimana tuh?

A :  He he he, salut deh atas semangatnya J  Tapi kata ADB dirinci dulu
gejala-nya apa,  terus kronologisnya gimana.  Jangan-jangan gejala yang
dimaksud cuma liat ada lumpur-lumpur yang menyembur-nyembur keluar
disepanjang kelurusan yang dimaksud.  Kalau itu sih belum jadi bukti bahwa
Sesar Watukosek aktif dan bergerak, bisa saja cuman lumpurnya aja yang bocor
ke sepanjang 'kelurusan' yang diduga jalur sesar itu, iya toh?

 

Q:  Wuahh, tambah pusing nih.  Jadi fakta apa yang harus dicari untuk
membuktikan Sesar Watukosek itu aktif?

A:  Keaktifan Sesar itu bisa dikenali dengan meneliti bentang alam (yang
khas-morpho-tektonik) disepanjang jalurnya akibat pergerakan yang terjadi.
Atau  dari seismisitas-nya yang terekam di jaringan alat seismik.  Atau bisa
dari sejarah pernah ada gempa (besar) di sepanjang jalurnya.  Atau bisa dari
data pre-historic gempa kalau sudah dilakukan penelitian paleoseismologi di
situ.  Kemudian kita bisa juga mendeteksi langsung pergerakannya dengan
metoda pengukuran GPS geodesi.

 

Q: Kalau untuk membuktikan bahwa Sesar watukosek itu terpicu dan bergerak
diantara Gempa bantul dan Semburan LUSI bagaimana?

A:  Bukti yang "straight forward" ada dua: 1. Ada data rekaman gempa yang
terjadi di Sesar Watukosek (gempa itu terjadi karena gerakan deformasi
elastik pada sesar), 2. Bukti  ada "fault displacement" di Watukosek, bisa
berupa ditemukan "offset" atau bukti pergerakan dari rekaman jaringan GPS
atau dari analisis In-SAR (memakai data image satelit).

 

Q:  Capek juga ya jadi peneliti ...  Untung saya praktisi bukan peneliti,
jadi bisa ngomong nyeplos aja engga harus mikir susah-susah gitu J  Ok.
jadi sekarang masalah si LUSI ini bagusnya diapain ya?

A:  Nah, seperti yang dibilang  ADB, Pak Kusumah, Pak Kendar, dan
kawan-kawan lain, yang urgent adalah bagaimana mencari solusi  masalah untuk
kepentingan orang banyak sekarang dan ke depan, termasuk memperkirakan
sampai kapan si LUSI ini bakalan orgasme terus dan apa dampaknya serta
bagaimana mengatasinya.   Tentu masalah proses dan penyebab si LUSI
menggeliat ini baiknya terus diteliti, tapi bukan untuk berpolemik cari
siapa yang salah, melainkan supaya kita jadi lebih mengerti tentang fenomena
ini sehingga akan lebih waspada dan tidak terulang lagi kejadiannya...
setuju?  

 

Q: Jadi, mungkin ya ada sesar aktif di wilayah Porong  ini?

A: Ha ha ha, iya mungkin.  Wilayah ini kan ada di ZONA LIPATAN KENDENG,
sedangkan dari Peta Geologi kelihatannya lipatan ini MENDEFORMASI LAPISAN
KUARTER tuh.  Bahkan ada indikasi di bawah struktur lipatan-lipatan ini ada
sesar-sesar anjaknya.  Jadi Jalur Kendeng ini struktur geologi yang POTENSI
AKTIF.  Harus diteliti apakah struktur Kendeng ini juga mendeformasi sedimen
Holosen dan Resen atau tidak?  Kalau benar, ya disebut  aktif.  Terus
mungkin bisa juga dilakukan pengukuran GPS dan studi paloseismologi, dll
untuk mengkaji lebih jauh

Q: Terus kalau ternyata KENDENG ini aktif jadinya gimana?

A: Jadinya bukan hanya masalah LUSI tapi berarti juga di bawah Kota Surabaya
yang persis di ujung Timur Jalur ini  bisa terdapat  "active blind
thrusts"... Kemudian kalau melihat panjang Jalur Kendeng yang mencapai
seratus kilometer lebih panjangnya berarti potensi gempanya juga besaar....

Q: Wuaduuh... Kok malah jadi nakut-nakutin nih!  Masalah ancaman gempa besar
untuk Kota Jakarta belum selesai sudah bikin isyu baru di Surabaya... gimana
seeh.  Gimana kalau benar-benar terjadi gempa besar ,  nanti "sudah jatuh
ketimpa tangga" dong

A:  Makanya kalo jatuh cepet bangun dan lebih siaga, jangan uyek-uyekan
terus di situ J 

 

Sekian dulu....Apabila rekan-rekan punya data-data yang lebih konkrit
silahkan dibuka supaya dialognya bisa berlanjut dan lebih Mak Nyus.

 

Wassalam

DHN

 

From: Sunu Praptono [mailto:sunu.prapt...@gmail.com]  
Sent: Tuesday, May 31, 2011 2:02 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] To Danny Hilman : Mampukah gempa Yogya memicu Lusi
?(was Re: [iagi-net-l] Andang Protes)

 

Kayaknya pendekatan Pak LL ini yang menghasilkan kesimpulan bahwa gempa
Yogya "terlalu kecil" untuk mengetarkan Lusi pada peneliti terdahulu yang
dikutip Tingay. Tapi ga pa-pa dibahas di sini untuk penambahan pengetahuan
kita bersama. Maaf mungkin forumnya juga lebih cocok di HAGI ya, akan lebih
banyak yang nyamber topik ini.

Dalam presentasinya Amanda membandingkan sederetan kejadian gempa dan
aktivasi venting system di Amrik sana yang dirangkum oleh Pak AHS, yang
diinduksi oleh gempa relatif besar pada jarak yang lebih jauh dari pada
Lusi-Bantul. Juga dia menyoroti deretan waktu kejadian antara gempa Bantul,
erupsi merapi, Lusi dan erupsi Semeru dan menyoroti kemiripan kedua
sirkumstansi itu.

Sebenarnya yang saya ingin dari Pak DHN adalah komentar seberapa benar
analisa Clarke dan data yang dia ungkapkan apakah valid atau tidak, dan
apakah pendapat itu hanya milik Clarke seorang atau memang sudah menjadi
pendapat umum di antara para ustad gempa di sana.

Salam,

Sunu. 




2011/5/31 Leonard Lisapaly <llisap...@fugro-jason.com>

Ok, thanks. Nanti saya lihat.

 

LL

 

  _____  

From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com] 
Sent: Tuesday, May 31, 2011 1:23 PM


To: iagi-net@iagi.or.id

Subject: Re: [iagi-net-l] To Danny Hilman : Mampukah gempa Yogya memicu Lusi
?(was Re: [iagi-net-l] Andang Protes)

 

2011/5/31 Leonard Lisapaly <llisap...@fugro-jason.com>

Ada yang punya fault plane solution-nya gempa di Yogya yang diduga menjadi
pemicu?

 

Saya bisa run quick ray tracing untuk memodelkan bahwa pengaruh gempa bisa
mencapai Sidoardjo.

 

LL

 

Fault planenya ada bermacam-macam Pak Leo.
Sudah saya dokumentasikan paling tidak ada 8 jenis fault yang mirip maupun
berbeda-beda ... hayoook ! 
silahkan disimak ada di dua tulisan sini :


1. Patahan Opak
<http://rovicky.wordpress.com/2010/08/22/patahan-opak-yang-unik/>  Yang Unik


2.
<http://rovicky.wordpress.com/2010/08/22/2010/08/25/patahan-opak-yang-unik-2
-yang-mana-penyebab-gempa-itu/>  Patahan Opak Yang Unik - 2 (Yang mana
penyebab gempa itu?)

Tapi jelas bukan saya yang mesti nganalisa, lah aku ntar didamprat sama para
"ahli"-nya

RDP

 

Kirim email ke