Pak Muharram,

Terima kasih apresiasinya.

Fauna di suatu tempat itu ada yang datang sendiri bermigrasi secara alami untuk 
mencari makan dan berkeliaran kemudian mengalami spesiasi (pembentukan spesies) 
baru dalam rangka melakukan adaptasi terhadap lingkungan barunya. Dalam banyak 
kasus, inilah yang terjadi. Tetapi dalam beberapa kasus, ada fauna-fauna yang 
sengaja diintroduksi ke suatu wilayah agar berkembang di wilayah baru tersebut. 
Misalnya, anjing dan kuda adalah contoh hewan2 yang diintroduksi ke pulau-pulau 
komodo pada abad ke-19. Kini, kuda-kuda itu menjadi liar (barangkali ingat 
produk Sumbawa-Flores akan susu kuda liar he2..., kadang2 jadi mangsa komodo; 
dan anjing pun menjadi liar yang lalu menjadi musuh/saingan komodo dalam 
berebut makanan. Jadi bila keberadaan mereka anomali terhadap “hukum Wallacea” 
ya dapat dimaklumi sebab faktor manusialah, yang suka melanggar hukum itu,  
penyebabnya. 

Anoa dataran rendah (di selatan Gorontalo) maupun anoa pegunungan (di Sulawesi 
Barat) adalah sapi/kerbau hutan paling kecil di dunia, tinggi di bahunya hanya 
setengah meter. Kerbau-kerbau di Jawa atau juga di Sulawesi Selatan termasuk di 
Toraja adalah kerbau2 yang normal tingginya, dua kali anoa; tetapi anoa 
bukanlah produk dwarfism dari kerbau2 sekarang yang hidup di Sulawesi Selatan 
atau Toraja. Harus dibedakan antara fauna alam liar seperti anoa, babirusa dll. 
dengan fauna hasil domestikasi/peternakan/dipelihara. Juga harus dibedakan 
antara paleofauna dan present fauna. Anoa adalah paleofauna yang masa hidupnya 
masih menerus sampai sekarang, sementara kerbau varian yang Pak Muharram 
sebutkan hanyalah varian kerbau masa kini.

Kerbau-kerbau yang dikorbankan dalam upacara adat Toraja, misalnya dalam 
upacara pemakaman (tomate) memang kerbau-kerbau pilihan, yang besar-besar, dan 
bahkan kalau bisa yang warna kulitnya lain dari yang lain, misalnya kerbau bule 
yang bertotol (tedong bonga). Itu bukan kerbau2 hasil gigantisme, tetapi 
kerbau2 terpilih. Semakin banyak kerbau dikorbankan, semakin bagus dan besar 
kerbaunya semakin tinggilah prestise keluarga yang melakukan upacara pemakaman 
itu. Pada masanya, Belanda pernah melarang tradisi ini sebab tak jarang 
menyebabkan keluarga menjadi bangkrut, jumlah kerbau yang boleh dikorbankan 
diatur. Pemerintah Indonesia pun pernah membatasinya dengan cara menerapkan 
pajak pengorbanan kerbau...

Anoa dan Stegodon adalah produk island dwarfism di Sulawesi Selatan. Adakah 
produk gigantisme, ada, yaitu kura-kura raksasa Sulawesi (Geochelone atlas), 
yang lebar batoknya (karapas) bisa sampai 3 meter. Sayang sudah punah dan 
tinggal fosil-fosilnya yang ditemukan. Dengan ukuran batok sampai 3 meter maka 
inilah spesies kura-kura terbesar di dunia, lebih besar dari kura-kura raksasa 
yang masih hidup di Galapagos sekarang.

salam,
Awang

--- Pada Kam, 15/9/11, Muharram Jaya Panguriseng <muhar...@pertamina.com> 
menulis:

> Dari: Muharram Jaya Panguriseng <muhar...@pertamina.com>
> Judul: Re: [Forum-HAGI] Sulawesi: "Stegoland" & Island Dwarfism
> Kepada: "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" <fo...@hagi.or.id>, "IAGI" 
> <iagi-net@iagi.or.id>
> Cc: "awang.ha...@bpmigas.com" <awang.ha...@bpmigas.com>
> Tanggal: Kamis, 15 September, 2011, 3:25 PM
> Seperti biasa, ulasan-ulasan dari Pak
> Awang selalu menarik untuk dibaca sampai titik terakhir :D
> ...
> 
> Berkaitan dengan island biogeography theory (teori
> biogeografi pulau), betulkah Anoa adalah produk pengkerdilan
> (island dwarfism) Kerbau dari Jawa/Kalimantan di Sulawesi
> sementara Sulawesi sendiri memiliki kerbau yang justru lebih
> besar dari kerbau Jawa?  (nanti teman-teman
> geoscientist yang mengikuti Geofoto JCM ke Toraja akan
> menyaksikannya). Dan bahwa Komodo di Nusa Tenggara adalah
> produk peraksasaan (island gigantism) dari kadal, sementara
> kadal dan biawak tetap ada disana? Atau jangan-jangan
> pengkerdilan dan peraksasaan tidak perlu berlaku umum bagi
> spesies sama pada lingkungan yang sama? Atau Kerbau besar di
> Toraja datangnya belakangan?
> 
> Terlampir gambar Kerbau Toraja vs Anoa yang kebetulan
> fotonya saya ambil sendiri ...
> 
> Salam,
> MJP
> 
> -----Original Message-----
> From: forum-boun...@hagi.or.id
> [mailto:forum-boun...@hagi.or.id]
> On Behalf Of Awang Satyana
> Sent: Thursday, September 15, 2011 8:55 AM
> To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
> Subject: [Forum-HAGI] Sulawesi: "Stegoland" & Island
> Dwarfism
> 
> Sulawesi, yang sepuluh hari lagi akan banyak dikunjungi
> para geoscientists yang mengikuti pertemuan ilmiah gabungan
> antara HAGI dan IAGI (JCM- Joint Convention Makassar, 26-29
> September 2011), merupakan wilayah yang sangat
> unik-menarik-namun rumit secara geologi maupun biologi.
> Sulawesi adalah wilayah benturan antara berbagai terrane
> (mintakat) geologi, sekaligus merupakan wilayah benturan
> antara dunia fauna. Kedua benturan geologi dan biologi ini
> 'klop' alias saling mendukung dan saling berhubungan
> sebab-akibat.  Fenomena ini bukan barang baru, tetapi
> saya ingin mengangkatnya lagi menggunakan analisis dan
> sintesis baru dalam rangka menghargai sebuah pulau unik di
> Indonesia dalam sebuah makalah yang akan dipresentasikan di
> JCM berjudul,"Sulawesi: Where Two Worlds Collided - Geologic
> Controls on Biogeographic Wallace's Line." Tujuannya adalah
> semoga kita makin menghargai bagian Tanah Air kita yang
> unik-menarik-walaupun rumit ini. Abstrak makalahnya ada
> di  bawah tulisan ini.
> 
> Sulawesi menduduki daerah Wallacea paling barat. Wallacea
> adalah suatu nama wilayah di bagian tengah Indonesia gagasan
> Dickerson (1928) yang di sebelah barat dibatasi oleh Garis
> Wallace (1863), di sebelah timur dibatasi Garis Lydekker
> (1896). Garis Wallace membatasi tepi timur penyebaran fauna
> Asiatik, sedangkan Garis Lydekker membatasi tepi barat fauna
> Australis. Secara geologi tepi-tepi ini masing-masing
> berhubungan dengan tepi Sunda Land dan Sahul Land. Di daerah
> Wallacea-lah terjadi percampuran dua dunia fauna Asiatik dan
> Australis. Nama Wallacea tentu kita bisa duga, yaitu berasal
> dari Alfred Russel Wallace, naturalist  Inggris yang
> menjelajah alam Indonesia selama delapan tahun (1854-1862).
> Daerah Wallacea adalah daerah yang sangat rumit dalam
> geologi Indonesia, banyak mikrokontinen, sliver, oceanic
> plateaux,  ofiolit, baik secara in-situ maupun ex-situ
> yang berasal dari berbagai area asal dipindahkan ke sini.
> Laut-laut paling dalam Indonesia dan  pembusuran
> (arching) Banda terjadi  di sini juga. Endemisme fauna
> Indonesia paling tinggi berasal dari daerah Wallacea, sebut
> saja misalnya keberadaan komodo, babirusa, anoa, dan maleo;
> yang berasal dan hidup hanya di daerah Wallacea, tidak ada
> di bagian dunia yang lain.
> 
> Dalam tulisan kali ini, saya ingin mengulas sedikit tentang
> gagasan terkenal dalam dunia paleontologi vertebrata/mamalia
> Indonesia berasal dari D.A. Hooijer (1957, 1967), ahli
> paleontologi vertebrata berkebangsaan Belanda yang pernah
> bekerja di Indonesia, yang konsepnya bernama "Stegoland".
> Hooijer menemukan fosil-fosil gajah kerdil Stegodon di
> berbagai pulau di Indonesia (Sangihe, Sulawesi, Jawa,
> Flores, Sumba, Timor). Bagaimana Stegodon yang berumur
> Pliosen Akhir-Plistosen Awal ini (1,2-1,0 Ma) ditemukan di
> berbagai pulau tersebut yang sekarang terpisah cukup jauh
> satu sama lain? Hooijer berpendapat bahwa dahulu Nusa
> Tenggara-Jawa-Sulawesi dihubungkan oleh suatu jembatan
> daratan yang disebutnya "Stegoland", di sepanjang jembatan
> daratan itulah Stegodon berjalan. Lalu karena aktivitas
> tektonik dan fluktuasi muka laut pada Plistosen, jembatan
> ini tenggelam. Konsep Hooijer ini mendapat tantangan dari
> beberapa ahli paleontologi yang datang lebih kemudian, 
> misalnya Gert van den Bergh (yang juga beberapa kali
> berkarya di Indonesia). Gert yang belum lama ini (2009)
> membantu Tim Paleontologi Vertebrata Badan Geologi dalam
> penelitian penemuan gajah purba di Blora menyebutkan bahwa
> konsep Hooijer tak bisa diterima, gajah-gajah itu berenang,
> bukan berjalan melalui jembatan daratan. Begitulah
> Stegoland, setiap konsep yang diajukan, ada yang
> mendukungnya (pro) tetapi selalu ada juga yang menentangnya
> (kontra).
> 
> Dalam makalah saya, saya memuat model paleogeografi
> Sulawesi dan sekitarnya yang dibuat oleh Moss dan Wilson
> (1998) serta fluktuasi muka laut di pulau-pulau Indonesia
> Timur dari Tjia (1996) pada Pliosen-Holosen, lalu
> menggunakannya untuk meneliti konsep Hooijer (1957) tentang
> Stegoland. Beberapa citra satelit yang dalam zaman Hooijer
> (1957) belum ada, saya lihat juga untuk memeriksa adakah
> jembatan daratan antara
> Timor-Sumba-Flores-Jawa-Sulawesi-Sangihe pada sekitar
> Pliosen-Plistosen - Holosen. Dari model-model dan data
> satelit itu dapat diketahui bahwa kemungkinan jembatan
> seperti yang dimaksud Hooijer (1957) kelihatannya ada
> walaupun memang sekarang sudah tenggelam. Dari model ini,
> bisa diduga pola migrasi Stegodon di sepanjang Stegoland,
> kalau kita meyakininya ada.
> 
> Wilayah penemuan fosil-fosil Stegodon atau spesies
> sejenisnya (Stegoloxodon celebensis, Fachroel Aziz dkk,
> 2009) di Sulawesi terjadi di Lembah Walanae, Sulawesi
> Selatan. Dan, ini bisa dipahami kalau melihat peta
> paleogeografi dari Tjia (1996) atau Moss dan Wilson (1998).
> Ada jembatan daratan pada Plistosen Awal dari Jawa timurlaut
> ke Sulawesi Selatan. Jawa sendiri saat itu bergabung menjadi
> satu dengan Kalimantan dan Sumatra sebagai Sunda Land. Dari
> Jawa ada jembatan daratan ke timur ke sepanjang Nusa
> Tenggara dan ke timurlaut ke Sulawesi. Dalam kondisi
> tersebut, dapatlah berlaku prinsip island biogeography
> (teori biogeografi pulau) yang dua komponennya adalah:
> island dwarfism (pengerdilan di pulau) dan island gigantism
> (peraksasaan di pulau). Secara sederhana, islad dwarfism
> mengatakan bahwa hewan besar dari wilayah induk yang pindah
> ke pulau lebih kecil akan mengalami pengerdilan karena
> keterbatasan makanan dan ruang gerak; sementara itu
> hewan-hewan  kecil di pulau itu lalu akan membesar
> (island gigantism) karena ketiadaan pemangsa. Kedua komponen
> ini telah dipenuhi secara memuaskan di Flores dan
> sekitarnya. Homo floresiensis, jenis hominid kerdil yang
> ditemukan di Flores pada tahun 2004 adalah produk island
> dwarfism Homo ngandongensis yang bermigrasi ke sana,
> sementara komodo di sekitarnya adalah produk gigantisme
> kadal. Kemudian pulau-pulau ini terisolasi, sehingga
> membatasi aliran gen (genetic drift) yang akan mengganggu
> endemismenya. Maka Stegodon di Flores, Sumba, Timor,
> Walanae, dan Sangihe mungkin adalah produk genetic drift
> dari gajah besar Asia (Siwalik-India) dari Jawa dan
> Kalimantan melalui jembatan daratan Stegoland lalu mengalami
> pengerdilan di pulau baru yang ditempati yang lebih kecil
> dan terisolasi. Pengerdilan juga terjadi atas kerbau dari
> Jawa/Kalimantan yang menjadi anoa di Sulawesi.
> 
> Demikian, Sulawesi adalah tempat ideal untuk menguji: plate
> tectonics, amalgamation of terranes by collision, collision
> of faunal worlds, genetic drift and island dwarfism.
> 
> Salam,
> Awang
> 
> LAMPIRAN
> 
> PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
> The 36th HAGI and 40th IAGI Annual Convention and
> Exhibition
> 
> SULAWESI: WHERE TWO WORLDS COLLIDED -
> GEOLOGIC CONTROLS ON BIOGEOGRAPHIC WALLACE'S LINE
> 
> Awang Harun Satyana (BPMIGAS, Jakarta)
> 
> ABSTRACT
> 
> "Wallace's Line", line of dividing faunal distribution in
> central Indonesia, came into being in 1863 and was named
> after Alfred Russel Wallace, the great English naturalist
> travelled Indonesian islands from 1854-1862. This was all
> biologic line but since the beginning, Wallace thought that
> the line could have geologic background. Currently, it is
> known that the position of the line is
> geologically-dependent, a result of plate tectonic
> movements. The Wallace's Line separates the Oriental (Asian)
> and the Australian fauna and flora. Original Wallace's Line
> ran between Bali and Lombok, extending between Borneo/
> Kalimantan and Sulawesi, and between Philippines and
> Indonesia. The revised Wallace Line (1910) lies more
> eastward than the original line to the east of Sulawesi.
> 
> Two faunal assemblages from Asian and Australian worlds
> meet in Sulawesi side by side with the endemic faunas of
> Sulawesi. Two faunal worlds, meeting in Sulawesi was
> controlled by geologic processes. Two "geologic worlds" of
> Sundaland (Asian) and Australian crustal masses/
> microcontinents collided in Miocene to Pliocene making
> Sulawesi and adjacent islands. Living creatures are passive
> passengers on drifted microcontinents. When the
> microcontinents collided, the faunal and floral assemblages
> from two areas met. The Miocene to Pliocene collision of
> Australian microcontinents with Sundaland from 20-5 Ma,
> occurred in the region of Wallace's Line. The collision
> brought two originally separate faunas and floras into
> direct contact, ultimately giving rise to the present-day
> distribution of plants and animals.
> 
> It is observed that in Sulawesi there were four types of
> geologic events could have significant biogeographic
> consequences, called here as: (1) longitudinal displacement,
> (2) land connections and sea barriers, (3) sea level history
> and speciation and (4) island dwarfism.
> 
> 
> ______________________________________________
> Pembayaran iuran tahunan keanggotaan HAGI dapat ditujukan
> melalui :
> Bank BNI Cab. Menteng Jakarta
> No. Rek: 0010740147
> Atas nama: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Iuran tahunan
> Rp. 100.000,- (profesional) dan Rp. 50.000,- (mahasiswa)
> Info lebih lanjut silahkan mengunjungi http://www.hagi.or.id/keanggotaan/
> 
> Ayo siapkan diri....!!!!!
> Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI,
> Sulawesi, 26-29 September 2011 http://www.jcm2011.com/
> ______________________________________________
> The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list.
> fo...@hagi.or.id
> | www.hagi.or.id
> ---*** for administrative query please send your email to
> itweb.supp...@hagi.or.id
> 
> 
> 
> ***** This message may contain confidential and/or
> privileged information. If you are not the addressee or
> authorized to receive this for the addressee, you must not
> use, copy, disclose or take any action based on this message
> or any information herein. If you have received this
> communication in error, please notify us immediately by
> responding to this email and then delete it from your
> system. PT Pertamina (Persero) is neither liable for the
> proper and complete transmission of the information
> contained in this communication nor for any delay in its
> receipt. *****
> 
> -----Berikut adalah Lampiran dalam Pesan-----
> 
> ______________________________________________
> Pembayaran iuran tahunan keanggotaan HAGI dapat ditujukan
> melalui :
> Bank BNI Cab. Menteng Jakarta
> No. Rek: 0010740147
> Atas nama: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
> Iuran tahunan Rp. 100.000,- (profesional) dan Rp. 50.000,-
> (mahasiswa)
> Info lebih lanjut silahkan mengunjungi http://www.hagi.or.id/keanggotaan/
> 
> Ayo siapkan diri....!!!!!
> Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI,
> Sulawesi, 26-29
> September 2011
> http://www.jcm2011.com/
> ______________________________________________
> The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list.
> fo...@hagi.or.id
> | www.hagi.or.id
> ---*** for administrative query please send your email to
> itweb.supp...@hagi.or.id
> 
> 
> 
>

--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
Ayo siapkan diri....!!!!!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id

For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke