Sigit dan rekan2,
 
1. Dalam klasifikasi saya, Kutei dan Tarakan tidak dimasukkan ke klasifikasi 
Doust dan Noble karena pada Neogen kedua cekungan ini berbeda jauh dengan semua 
cekungan di circum-Sundaland yang lain, maka saya masukkan dalam klasifikasi 
khusus berhubungan dengan gliding tectonics sebab sampai saat ini proven 
petroleum systems di kedua cekungan ini adalah di Neogen. Untuk 
tektonostratigrafi Paleogen memang Kutei dan Tarakan agak mirip dengan 
cekungan2 circum-Sundaland yang lain pada umur yang sama. Sundaland dari 
periode ke periode mengalami apa yang saya sebut (Satyana, 2003, proceedings 
HAGI-IAGI, “Accretion and Dispersion of Southeast Sundaland : the Growing and 
Slivering of a Continent”) mengalami ‘growing & slivering’ of continent. 
Sundaland bukan lagi massa kontinen yang tunggal sebab sejak tahun 1980an 
melalui penelitian yang dilakukan terutama oleh Pulunggono, Hutchison, 
Metcalfe, kita ketahui bahwa Sundaland is a mosaic of platelets
 –kumpulan/amalgamasi banyak mikrokontinen/terranes. Ian Metcalfe telah banyak 
membahas ini dalam beberapa publikasinya. Terakhir, saya mempublikasi sejarah 
suturing Sundaland (Satyana, 2010, proceedings IPA, “Finding Remnants of the 
Tethys Oceans in Indonesia : Sutures of the Terranes Amalgamation and Petroleum 
Implications”). Dengan cara amalgamasi terranes penyusun Sundaland itu maka 
Sundaland tumbuh/growing melalui suturing berbagai terranes-nya dan oleh massa 
akresi akibat konvergensi lempeng sepanjang sejarahnya. Tetapi kemudian 
Sundaland mengalami tectonic shaving, atau ‘pencukuran’ secara tektonik dengan 
melepaskan beberapa terranes-nya yang semula teramalgamasi, misalnya Sulawesi 
Barat dan Sumba (lihat publikasi saya terbaru di IPA proceedings IPA, Satyana & 
Margaretha Purwaningsih, 2011, “Sumba Area: Detached Sundaland Terrane and 
Petroleum Implications”). Berdasarkan data seismic terbaru yang disurvei oleh 
perusahaan2 speculative
 & multiclient seismic, kita juga dapat melihat bahwa sesungguhnya sebagian 
Gorontalo dan seluruh Gulf of Bone adalah tepi Sundaland paling timur. Model 
rifting kedua wilayah ini persis sama dengan semua rifting Paleogen 
circum-Sunda basins. Model rifting tepi timur Sundaland ini saya bahas secara 
khusus dalam paper di pertemuan SEG dan HAGI di Bali tahun 2010 (Satyana, 2010, 
“Crustal Structures of the Eastern Sundaland’s Rifts, Central Indonesia : 
Geophysical Constraints and Petroleum Implications”). Saya tidak meyakini bahwa 
Sumbawa bagian dari Sundaland, tetapi Sumba iya, dan bukan bagian dari 
Australia.
 
Harus diingat bahwa setelah terranes penyusun Sundaland ini beramalgamasi pada 
pra-Tersier; kemudian pada masa-masa berikutnya baik di periode pre-Tersier 
maupun Tersier mereka lalu mengalami suturing, penutupan Paleo-Tethys dan 
Meso-Tethys (di Indonesia Barat) dan Ceno-Tethys (di Indonesia Timur), sehingga 
tak mungkin kita masih akan menemukan rifted margins di  terranes2 yang dulu 
melepaskan diri dari Gondwanaland. Suturing akan mengkompresi dan overprinted 
semua sisa rifts pre-Tersier ini. Rifting Paleogen yang kita temukan sekarang 
di circum-Sunda basins belum mengalami suturing lagi sebab tak ada terranes 
post-Ceno Tethys yang lepas dari Gondawanaland. Hanya pada Neogen sebagian 
rifts Paleogen mengalami inversi kan; tetapi masih sebagian besar masih 
terawetkan dan prolific sebagai petroleum provinces. Berbeda kan dengan semua 
rifts di Indonesia Timur, sebab Paleo-Tethys dan Meso-Tethys di sana tak 
mengalami closure melalui suturing, maka tetap
 menjadi petroleum provinces di strata-nya, berbeda dengan di Indonesia Barat 
yang sudah mengalami metamorfosis karena suturing di periode2 berikutnya. 
Tectonic escape akibat collision India-Eurasia pada Eosen (Tapponier et al., 
1982; Burke & Sengor, 1986) hanya membuka bagian paling atas akresi/amalgamasi 
Sundaland pada zona2 lemahnya (sutures) yang lalu jadi basin initiation di 
Indonesia Barat. Mekanisme detail tentang ini, dapat dibaca di publikasi saya 
(Satyana, 2006, proceedings IAGI, “Post-Collisional Tectonic Escapes in 
Indonesia : Fashioning the Cenozoic History”).
 
Ombilin pull-apart basin adalah contoh yang baik bagaimana lemahnya sebuah 
suture antarterannes yang lalu direaktivasi menjadi sebuah sesar mendatar di 
periode berikutnya. Kecenderungan seperti tersebut tentu secara analogi dapat 
terjadi di mana saja di area suturing terranes yang menjadi tempat regional 
strike-slip fault. Misalnya, suture Semitau antara SW Borneo dan Sibu/Embaluh  
Zone di Kalimantan Barat. Sesar besar trans-Kalimantan terjadi di suturing 
terranes itu, yang saya sebut sebagai Sesar Lupar-Adang (lihat pembahasan 
lengkapnya di Satyana, 1996, proceedings IAGI, “Adang-Lupar Fault, Kalimantan : 
Controversies and New Observations on the Trans-Kalimantan Megashear”, atau 
Satyana et al., 1999, “Tectonic Controls on the Hydrocarbon Habitats of the 
Barito, Kutei, and Tarakan basins, Eastern Kalimantan, Indonesia : Major 
Dissimilarities in  Adjoining Basins, Journal of Asian Earth Sciences, 17 
(1999), p. 99-122.). Pull-apart tectonics di
 wilayah ini telah membentuk Melawi dan Ketungau Basins. Sesar2 besar lain yang 
tidak terjadi di suture terranes, juga dapat berpeluang membentuk pull-apart 
basin kalau sesar2 ini terjadi dalam mekanisme duplex releasing bends. Banyak 
danau di Sulawesi dan utara Papua berhubungan karena pull-apart tectonics di 
Palu-Koro, Matano, Lawanopo dan Yapen-Sorong. Sesar mendatar tak pernah planar, 
ia curvilinear, di mana ada bengkokan yang membuka, apalagi duplex, maka 
pull-aparting akan terjadi dengan atau tanpa suture terranes.
 
Berdasarkan hukum klasik geologi dari James Hutton dan Charles Lyell bahwa “the 
present is the key to the past”, maka apa yang kita saksikan terjadi pada  
Tersier maka sangat mungkin terjadi juga pada pra-Tersier, maka pull-aparting 
basins pada sutures pra-Tersier kalau sutures ini direaktivasi oleh strike-slip 
faulting sangat mungkin terjadi. Tetapi masalahnya adalah: ‘preservation’ – 
semakin tua umur tektoniknya, semakin besar kemungkinan overprinting-nya, dan 
saat kini sangat mungkin sudah tak tampak lagi akibat multiple tectonic 
overprintings.
 
2. Reefs tak butuh exhumation untuk berkembang. Reefs hanya butuh substrate 
berupa tinggian struktur buat berkembang, itu bisa di atas horstblock pada 
sistem rifting, bisa di lereng volcanic arc di sistem subduction, bisa di 
wilayah exhumation yang ditandai dengan terrace reefs yang sangat khas karena 
repetitive uplifts dalam sistem exhumation. Reefs ekivalen Parigi (Miosen 
Akhir) banyak berkembang di forearc basins di sebelah barat Sumatra dan selatan 
Jawa (lihat publikasi terbaru Ian Deighton, TGS, di proceedings IPA 2011 
tentang keberadaan reefs ini).  Pada saat semua backarc basins di Sumatra dan 
Jawa didominasi sedimen regresif siliciclastic Neogen, di forearc basins ini 
berkembang reefs. Bukan masalah reefs-nya tetapi masalah source-nya yang lebih 
penting buat forearc basin, juga masalah termalnya. Semua foreland basins di 
sistem collision di Indonesia (Satyana et al., proceedings IPA 2008, Collision 
and Post-Collision Tectonics in Indonesia :
 Roles for Basin Formation and Petroleum Systems “) punya source yang bagus 
(baik karbonat Miosen di Banggai Sula, Trias di Buton dan Jurassic di Seram), 
atau organic shales marginal marine di Bintuni dan NW shelf Australia 
(Trias-Jurassic) dan punya kematangan yang baik akibat pemendaman oleh sedimen 
molassic post-collision dan multiple thrust-sheets akibat deformasi collision. 
Kasus yang sama tak saya lihat terjadi di forearc basins Sumatra dan Jawa, 
harus dicari mekanisme lain, bukan analogi ke sistem exhumation dan collisional 
foreland basins.
 
3. Sejauh mana extension basin (basinal areas) pada saat terbukanya dapat 
dipelajari melalui basement fabric-nya dan mekanisme pembukaannya seperti apa. 
Cekungan-cekungan di Indonesia Timur punya mekanisme lain-lain untuk basin 
initiation-nya. Misalnya basins di Sumatra banyak dikaitkan ke pembukaan yang 
berhubungan dengan tensional stress system saat Sesar Sumatra (tua) terbentuk 
sebagai akibat tectonic escape collision India-Eurasia. Sejauh mana terbukanya 
dapat dilihat dari keragaman akresi basement (basement fabric) pra-basin 
opening. Untuk Cekungan Jawa Timur, mekanismenya lain lagi, kontribusi gerak 
rollback besar di sini, yang berhubungan dengan melambatnya konvergensi lempeng 
akibat bagian di depannya menubruk Eurasia (India subcontinent) pada Eosen. 
Nah, seberapa jauh rollback terjadi, dan seberapa jauh gerakan rollback itu 
membuka basin east Java bisa didekati dengan mengetahui basement fabric Jawa 
Timur pra-opening dan seluas mana umur
 oceanic crust yang tua yang menunjam di bawah Jawa Tmur (gerak rollback akan 
terjadi di kerak oseanik yang tua (>100 juta tahun). Juga harus diperhatikan 
keberadaan intra-basinal highs, apakah itu tua atau muda. Asahan High, Tiga 
Puluh Mts, Dua Belas Mts, Lampung High, Bukit Barisan, Meratus, Misool-Onin, 
Sekak Ridge, Ayamaru Platform, Lengguru, dsb mesti direkonstruksi untuk 
mengetahui keluasan atau terminasi basin. Jadi pendapat Sigit bisa saja benar, 
tetapi belum tentu berlaku umum. Sangat case sensititive saya pikir.
 
Bukan ofiolitnya yang penting, tetapi source-nya yang ada di bawahnya yang 
penting. Kasus Banggai menarik untuk dikaji. Di situ kita punya sebaran ofiolit 
terbesar di indonesia dan juga secara dimensi signifikan. Ofiolit ini 
retak-retak karena tektonik intensif di zona collision. Ofiolit ini 
sesungguhnya detached saat terjadi collision, banyak hal menunjukkan itu dalam 
suatu proses splintering di suatu collision. Data gravity pun menunjukkan 
dengan kuat gejala detached ophiolites di wilayah2 collision Indonesia (untuk 
Meratus saya bahas detail di paper, “On the Origin of the Meratus Uplift. 
Southeast Kalimantan – Tectonic and Gravity Constraints : A Model for 
Exhumation of Collisional Orogen in Indonesia” –proceedings HAGI 2010). Di East 
Sulawesi, di bawah detached ophiolites ini ada source rocks karbonat Miosen dan 
sedimen Mesozoic yang masing2 merupakan syndrifting sediments di Banggai dan 
syn-postrifting sediments di passive margin Banggai.
 Inilah sources yang berkembang yang sekarang tertimbung oleh ophiolites yang 
overthrusted ke arah Banggai lalu mematangkannya dan menggenerasikan 
hidrokarbon yang lalu mengisi traps yang ada, termasuk retakan di ofiolit di 
atasnya (misalnya sumur Dongkala). Untuk ofiolit2 lain pun begitu, tidak 
masalah, selama ada sources dan reservoirs yang lain.
 
4.  Kembali ke masalah episode2 tektonik berikutnya, apakah sekuen rifting 
pra-Tersier masih bisa diselamatkan tidak oleh periode2 tektonik berikutnya 
yang sangat mungkin akan melakukan overprinting. Dan untuk Indonesia Barat, 
terutama di Sumatra, saya belum melihat kemungkinan preservation itu. Tetapi 
kalau ada seismik yang bisa melakukan imaging dengan baik masuk ke pra-Tersier 
di Sumatra dan memperlihatkan pola2 layering sediments yang menjadi ciri khas 
rifted margins NW Shelf of Australia, kita bisa kaji lebih jauh. Itu kan yang 
sedang terjadi dengan sektior Jawa Selatan di mana ditemukan layering Mesozoic 
di horizons-nya dalamnya yang diperkirakan itu sebagai suatu terranes dari NW 
Shelf of Australia yang slivering ke selatan Jawa Timur, apakah melalui 
collision atau tidak. Lihat publikasi Ian Deighton di proccedings IPA 2011 
tentang ini. Di selatan Makassar Strait dan timurlaut Jawa Timur pun nampak 
layering tersebut. Lihat publikasi2 dari Jim
 Granath dan Dinkelman di proceedings IPA 2009 dan 2010.  
 
5. Terranes di Indonesia Timur tak sedefinitif seperti di Indonesia Barat. Saya 
juga tak melihat bahwa Ian Metcalfe banyak membahasnya di berbagai 
publikasinya. Sebagai contoh: Kepala Burung, Seram, Buru dan Obi-Bacan. Kepala 
Burung dan Seram mungkin iya merupakan suatu  terrane mikrokontinen, meskipun 
ada yang setuju atau tidak (lihat publikasi2 dari Pigram & Panggabean, 1984; 
Sukanta, 1991, dll.). Problematik. Juga kejadian Lengguru Foldbelt. Tak 
semuanya setuju bahwa itu merupakan hasil collision antara Kepala Burung dan 
Badan Burung. Yang jelas adalah berdasarkan semua data seismik dan sumur, kita 
tahu bahwa Salawati Basin merupakan foreland basin relatif terdap Sorong Fault 
High, Bintuni merupakan foreland basin relatif terhadap Lengguru, Akimeugah 
Basin merupakan foreland basin relatif terhadap Central Ranges of Papua. 
Mekanisme origin of tectonics-nya yang masih debatable, walaupun sebagian sudah 
definitif seperti di Salawati Basin. Kemudian,
 jangan selalu membawa model Indonesia Barat ke Indonesia Timur. Harus diingat 
bahwa yang namanya escape tectonics di Indonesia Timur tidak sedefinitif di 
Indonesia Barat sebab apa trigger utamanya tidak sejelas di Indonesia Barat 
(India vs Eurasia collision). Maka, dalam pandangan saya, apa yang terjadi di 
Indonesia Barat atas terrane tectonics-nya tak serta merta bisa diterapkan di 
Indonesia Timur. Maka regional strike-slip faults post suturing seperti di 
Indonesia Barat belum tentu terjadi di Indonesia Timur. Saya tak melihat sesar 
mendatar regional besar di Indonesia Timur selain Sorong Fault dan 
Tarera-Aiduna, dan kedua sesar ini tak membuat basin apa2 di wilayah sebarannya.
 
Pola incised valley fill hanya mengikuti terrain tectonics yang sudah lebih 
dulu terbentuk. Analogi yang disebutkan itu saya pikir terlalu jauh dengan 
membawa pola2 tektonik di sekitar NW shelf of Australia ke wilayah Tangguh dan 
Halmahera sebagai padanan NW shelf of Australia dan south Aru. Kembali ke butir 
nomor 5 di atas, masalah terranes di Indonesia Timur tidak definitif, juga 
masalah rotasi Kepala Burung adalah hal lain juga yang problematik dan banyak 
diperdebatkan, belum kalau saya ikut mempersulitnya dengan asal pengangkatan 
Lengguru Belt dan tektonik di Cenderawasih Bay. Memang tak ada salahnya 
mengkaji kemungkinan keberadaan sands incised valley fill itu secara regional 
tectonics, tetapi menurut hemat saya itu terlalu besar. Kalau untuk skala basin 
dan lokasi2 provenance sedimen bolehlah, tetapi kalau ke arah fasies 
sedimentasi, terlalu lebar acuannya sementara yang mau dilihat terlalu sempit 
penyebarannya. Harus dicari model referensi yang
 lain.
 
Salam,
Awang

--- Pada Jum, 21/10/11, sigit prabowo <sigit_p...@yahoo.com> menulis:


Dari: sigit prabowo <sigit_p...@yahoo.com>
Judul: Re: [iagi-net-l] Tectonic-Driven Proven Petroleum Supersystem: Indonesia 
Groups
Kepada: "iagi-net@iagi.or.id" <iagi-net@iagi.or.id>, "awang satyana" 
<awangsaty...@yahoo.com>, "Awang Harun Satyana" <aha...@bpmigas.com>
Tanggal: Jumat, 21 Oktober, 2011, 9:36 AM






Pak Awang dan IAGI Netters YTH.,

Mencermati tulisan pak Awang yang menarik, dalam kesempatan yang baik ini, saya 
ingin mengajukan beberapa pertanyaan pak :


Saya pernah membaca paper antara lain dari Harry Doust, Ron Noble, dll. , yang 
membahas tentang rift basin di SE Asia termasuk Indonesia. Dalam paper tersebut 
dijelaskan bahwa umum nya disebabkan karena kemiripan tektonik, berimplikasi 
pada kemiripan pembentukan basin, yang dalam hal ini adalah rift basin. Dimulai 
dari Phitsulanok, Hue, Cuu Long, North Con Son, North-Central-South Sumatera 
Basin, Asri-Sunda Basin, NW Java Basin, NE Java Basin, Barito, Kutei-Tarakan 
Basin.  Umum nya juga secara petroleum system (PS) akan berada di fase Early 
Synrift lacustrine PS-Late Synrift Trangressive deltaic PS di umur Paleogene 
dan kemudian akan diikuti oleh inversion di beberapa basin pada Neogene. Dalam 
klasifikasi pak Awang sepertinya masuk dalam yang nomer satu. Pertanyaan saya, 
bagaimanakah sebenarnya konfigurasi Sundaland dari waktu ke waktu, karena kalo 
melihat dari paper Metcalfe, rupa nya Sundaland juga terdiri dari accreted 
terannes yang mana evidence itu
 sendiri nya dimulai pada Pra-Tersier, dan kemudian menurut Robert Hall kearah 
timur meliputi sebagian dari Gorontalo, Banggai, Bone, mengikutkan Sumbawa, dan 
Sumba (?) juga pada Miocene.

Apakah di daerah suture2 yang terjadi di Pra-Tersier tersebut, membaca paper 
pak Awang tentang misalkan terbentuknya Paleo-Tethys ocean yang disebabkan oleh 
membukanya lantai dasar samudera yeng memisahkan ‘continental slivers’ (terdiri 
dari Tarim, North-South China. Indo China-East Malaya) dengan Gondwana pada 
Early-Late Devonian, yang mana lautan ini ada sampai Late Triassic; dengan 
memakai konsep ‘tectonic escape’ yang di apply kan di umur Pra-Tersier,…masih 
bisa dimungkinkan ditemukan rift basin pada Pra-Tersier..?

Dalam paper pak Awang juga, kejadian di Ombilin pull-apart basin, dimana kalo 
saya enggak keliru mengartikan adalah: basin pada transtensional area yang 
diakibatkan oleh pergerakan sesar Sumatera, berkaitan dengan reaktivasi Meso 
Tehthys Takengon-Bandar Lampung suture (Woyla dan Mergui terranes). Apakah 
mungkin strike slip basin ini juga dimungkinkan ditemukan pada daerah2 lain, 
misalkan di antara SW Borneo dengan East Java-Meratus (Paternoster)-SW Sulawesi 
, ataukah juga di jalur2 sesar mendatar regional seperti 
Adang-Lupar-Paternoster-Walanae-Selayar-Sumba, kemudian 
Mangkalihat-Palukoro-Lawanopo, kemudian sepanjang Sesar Yapen-Sorong dari 
Salawati s/d Banggai, dll…?

Bagaimanakah pendapat pak Awang, bahwa reaktivasi suture2 tadi dan pembentukan 
misalkan pull-apart basin, sebenarnya dimungkinkan juga bisa terjadi pada 
Pra-Tersier…?


Kejadian ‘exhumation’ di Buton-Tukang Besi dalam paper pak Awang,  dimana 
terjadi nya peninggian bukan akibat dari subduction, compressional-collisional, 
namun adalah akibat dari penyeimbangan gravitasi, yang mana kemudian di daerah 
yang ter ‘exhumasi’ tadi menjadi tempat duduk nya reef2 di daerah tersebut, 
kemudian juga adanya collapse/extensional yang mengakibatkan terjadi nya 
foreland basin,  Pertanyaan saya: apakah hal2 tersebut, exhumasi dan foreland 
basin bisa dibawa menjadi analog untuk basin2 yang saat sekarang berada di 
posisi fore-arc basin, misalkan di selatan Sumatera dan Jawa…? Sehingga sebenar 
nya daerah2  tersebut masih berpotensi di thermogenik nya juga selain yang saat 
ini ditemukan biogenic gas di Meulaboh-Nias basin.
Saya mempunyai pemikiran dan konsep, walaupun mungkin belum terlalu umum, yaitu 
sebenarnya North-Central-South Sumatera Basin, pada waktu sebelum terjadinya 
pengangkatan pegunungan Bukit Barisan, batas2 dari basin2 tersebut mungkin juga 
masih bisa lebih ke arah selatan lagi, sehingga potensi ditemukan termogenik 
basin masih bisa ke selatan lagi…, konsep saya ini juga saya coba analogkan 
dengan kemungkinan di basin2 di tempat lain, misalkan apakah dulu nya Pasir 
basin merupakan bagian dari Barito basin sebelum pengangkatan Meratus pada 
Miocene, kemudian Berau-Semai Basin dulunya merupakan bagian dari proven 
Bintuni basin sebelum pengangkatan Misool-Onin-Kumawa pada Pliocene, dll…; 
bagaimanakah pendapat pak Awang tentang hal ini…? Karena kalo saya enggak 
keliru daerah2 tersebut juga kemungkinan merupakan suture. 

Menurut pak Awang, bagaimakah kemungkinan menemukan ‘preserve batuan sediment’ 
yang diharapkan bisa menjadi kandidat source rock yang berada di daerah 
ophiollite? Apakah kejadian seperti di East Sulawesi, Timor, Seram, Lengguru 
FTB, juga bisa mengakomodasi kemungkinan2 tersebut?


Beranjak agak ke Timur, seandainya rift2 basin ditemukan di Sundaland, 
bagaimanakah analog ini bisa dibawa ke Arafura, atau di Sahul land (Paparan 
Sahul)..?  Kalo melihat paper misalkan dari Bradshaw, Longley, Norvick, dll; 
rifting2 di sahul mempunyai kemiripan dengan Australia, adanya 
rifting-drifting-colliding cukup umum ditemukan sejak Paleozoicum, bahkan 
Pre-Cambrian. Selain itu dari Sula Spur-Seram-Bird’s head-Tanimbar-Timor; sejak 
dari Jurassic mempunyai kemiripan tectonic dg Australia, hanya kemungkinan akan 
mempunyai perbedaan dan variasi di sedimentary environment nya. Saya mempunyai 
pemikiran, seandainya terrannes2 yang rifting kemudian drifting, dan colliding 
masih bisa membawa dan mem ‘preserve’ calon SR dan reservoir nya, sangat 
dimungkinkan untuk menemukan termogenic HC di wilayah2 ini…, 

Saya juga tertarik dengan konsep Struckmeyer tentang terranes2 di Indonesia 
Timur, Australian affinity, dimana disebutkan disana ada beberapa terranes, 
antara lain Bird’s head/Kemum terranes, Misool-Onin-Kumawa, East seram, East 
Kai, Salawati, dll, saya juga mencoba menghubungkan dengan tulisan pak Awang 
tentang collision-post collisional tectonic, dimana kalo saya enggak keliru ada 
Lengguru collision (Lengguru foldbelt), kemudian saya juga coba hubungkan 
dengan peta ofiolit di Indonesia, saya melihat bahwa yang terjadi di Lengguru 
foldbelt, kemudian terjadi nya Bintuni foreland basin, Seram, Timor-Tanimbar, 
dan central range of Papua. Kemudian seandainya konsep bahwa di paparan Sahul 
dan sekitar nya memangdemikian adanya ada beberapa terranes yang saling 
berinteraksi, apakah interaksi tersebut selalu diikuti dengan ditemukan nya 
foreland-foredeep-foreland and thrust belt-suture zone? Seandainya bahwa bila 
dikemudian hari ditemukan lebih banyak
 terranes2 yang saling berinteraksi, saya berpendapat bahwa kemungkinan juga 
bisa ditemukan strike slip transtenional area, strike slip basin di paparan 
Sahul ini, yang mungkin juga bisa berumur tersier maupun Pre-Tersier, seperti 
kalo mencoba meng analogi kan dengan Ombilin basin di Sundaland.

Saya juga mengamati tentang pendapat John Decker tentang incised valley nya 
Tangguh complex, dimana dalam paper nya disebutkan bahwa mengikuti pola2 di NW 
shelf of Australia, ditemukan evidence Paleozoic NW-SE Willuba trending graben 
akan berkorelasi dengan NE-SW Bedout basin, diikuti kearah timur berturut-turut 
Fitzroy through-Browse basin, Petrel sub-basin-Malita/Calder graben, kemudian 
dengan beberapa pemikiran dan data, diasumsikan bahwa Money shoal ataupun South 
Aru-akan berkorelasi dengan Tangguh complex, yang mana Tangguh complex drifting 
500 km ke arah NE, kemudian berotasi berlawanan dengan arah jarum jam 50-90 
derajat. Pertanyaan saya: seandainya konsep ini benar, bahkan korelasi ini juga 
bisa diteruskan ke barat dari Tangguh, kemudian juga berotasi, karena Pacific 
plate movement, dll; berarti kemungkinan nya di sebelah selatan Halmahera juga 
akan ditemukan incised valley yang mirip. Saya pribadi berpendapat bahwa bird’s 
head dan Tangguh
 complex adalah sudah berada insitu, hanya drifting ke arah NW bersamaan dengan 
‘badan burung’ nya, kemudian source sediment Jurassic berada di Timur atau NE 
dari posisi sekarang, yang mungkin sudah ter override dengan adanya 
Sepik-Weyland mobile belt. Bagaimana pendapat pak Awang tentang hal ini?
 
Mohon pencerahan nya pak...
Terimakasih
Best Regards
Sigit Ari Prabowo

 




From: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Forum HAGI <fo...@hagi.or.id>; Geo Unpad <geo_un...@yahoogroups.com>; 
Eksplorasi BPMIGAS <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, October 12, 2011 1:09 PM
Subject: [iagi-net-l] Tectonic-Driven Proven Petroleum Supersystem: Indonesia 
Groups

Dengan kondisi geotektonik yang unik, Indonesia dilimpahi banyak cekungan 
sedimen besar dan kecil, ada yang menyebutnya 60 (IAGI, 1985), 66 Pertamina & 
Beicip, 1985), 86 (BPMIGAS, 2008), 64 (Lemigas, 2008), 128 Badan Geologi, 
2009). Saya menggunakan semua klasifikasi pemetaan cekungan itu sebab setiap 
publikasinya punya sisi-sisi positif dan negatifnya, saling melengkapilah. 
Setiap cekungan itu punya sejumlah petroleum system, baik yang proven maupun 
potential/speculative. Ada juga beberapa cekungan yang prospektivitas 
hidrokarbonnya sangat rendah, sehingga semua basin itu bisa kita ranking. 

Hitungan kasar yang pernah saya lakukan, kira-kira ada 50 proven petroleum 
system untuk semua cekungan produktif Indonesia dan ada sekitar 100 potential 
atau speculative petroleum system di cekungan-cekungan sedimen Indonesia dalam 
semua umur (Paleozoic-Cenozoic). Mengikuti konsepsi Magoon dan Dow (1996) dua 
tokoh utama pembahas petroleum system (Leslie Magoon dan Wallace Dow), tentu 
setiap petroleum system punya nama, yaitu merangkai hubungan antara source dan 
akumulasinya di reservoir.

Dari kelima puluh proven petroleum system, saya coba menggolongkannya lagi 
dengan dasar pijakan: geotektonik regional Indonesia, karena tektonik besar 
sekali peranannya dalam membentuk konfigurasi cekungan dan isinya,  dan 
ditemukanlah empat golongan yang saya beri terminologi:

1. petroleum supersystem related to rifted and inverted Sundaland basins
2. petroleum supersystem related to gliding tectonics
3. petroleum supersystem related to collisional terranes
4. petroleum supersystem related to Australian passive margin

Petroleum supersystem related to rifted and inverted Sundaland basins; 
ditemukan di semua cekungan yang mengelilingi Sundaland, yang utamanya adalah: 
North Sumatra, Central Sumatra, South Sumatra, Sunda-Asri, West Java, East 
Java, Barito, west Natuna, East Natuna. Ke dalam golongan ini juga termasuk 
Makassar Straits (terutama sisi selatannya), Bone, dan sebagian Gorontalo. 
Cekungan2 ini dicirikan oleh rifting pada saat Paleogen dan inversi pada saat 
Neogen. Proven sources terutama ada di Paleogen, sebagian masuk ke Neogen, 
dengan reservoirs di semua level dari Pra-Tersier (basement) sampai Plistosen. 
Sources umumnya dari facies fluviodeltaic, marginal marine atau lakustrin, 
sebagian ada marin juga; reservoir dari nonmarin, delta sampai marin. 
Struktur-struktur inversi Neogen menyusun sebagian besar akumulasi migas di 
cekungan2 ini. Speculative seismic surveys menunjukkan bahwa tepi timur 
Sundaland bukanlah Makassar Strait atau Jawa Timur, tetapi mungkin
Gorontalo dan Bone Bay. Masih banyak area2 unproven yang bisa dieksplorasi 
dengan supersystem ini, misalnya: Sumba offshore, Bone, Gorontalo, Makassar 
Strait, Billiton, juga area2 tak tersentuh di proven basins-nya.

Petroleum supersystem related to gliding tectonics; gliding tectonics adalah 
tektonik yang terjadi karena ada perbedaan gravity dari tinggian ke rendahan, 
ke arah mana sedimen2 longsoran dan sebagian delta diendapkan. Ke dalam 
golongan ini termasuk: Kutei-North Makassar Strait, Tarakan dan Serayu Utara di 
utara Jawa Tengah. Umur cekungan-cekungan proper gliding tectonics adalah 
Neogen dengan sedimen yang sangat besar. Deformasi dibentuknya sendiri melalui 
gravity sliding yang sebagian besar melalui thin-skinned tectonics; hampir tak 
ada external stress yang membentuk struktur2 di sini, tetapi semuanya karena 
gliding tectonics. Kutei-North Makassar adalah contoh terbaik. Sources yang 
utama adalah paket coaly shales atau coal beds di dalam sekuen Neogen sendiri 
yang terdapat di sayap struktur atau sinklin-nya, sementara traps Neogen berupa 
pasangan antiklin-nya. Sebagian struktur ini kuat dipengaruhi growth faulting 
seperti di Tarakan dan kebanyakan
terjadi secara syn-tectonic atau syn-depositional. Deepwater deposits dan play 
terjadi di ujung supersystem ini seperti telah terbukti di North Makassar 
Strait dan Tarakan, dengan play type toe-thrust system, masih mencerminkan 
thin-skinned tectonics karena gliding. North Serayu terbuka lebar untuk 
dieksplorasi dengan supersystem ini, sayang ia dipersulit oleh tutupan volkanik 
Pliosen-Kuarter. Area di sebelah utara Lumajang sampai Selat Madura bagian 
selatan terbuka lebar untuk aplikasi supersystem ini.

Petroleum supersystem related to collisional terranes; banyak mikrokontinen, 
terranes, atau slivers lepas, terapung dan tubrukan di Indonesia. Itu semua 
telah membentuk cekungan yang dinamakan foreland basin. Termasuk ke dalam 
golongan ini adalah Buton, Banggai, Salawati, Bintuni, Seram, Timor. Pada saat 
suatu terrane tubrukan, ujung depan terrane ini akan tertekuk masuk sebagai 
foredeep yang lalu semakin dalam karena ditimbun oleh multiple thrust sheets 
hasil benturan. Di bagian depan terranes ini dulunya ada sedimen-sedimen 
syn-rifting atau syn-drifting pada saat terranes ini masih terapung atau 
jalan-jalan ke tempatnya tubrukan. Sedimen2 ini mempunyai kapasitas sebagai 
sources, reservoirs, atau seals. Karena proses collision maka terjadilah 
generasi hidrokarbon dari sources yang masuk ke traps yang terbentuk karena 
collision atau reefs dan struktur drapping pada horst blocks yang semakin 
definitif bentuknya karena collision. Sources-nya bisa Mesozoic
atau Late Paleozoic (Buton, Seram, Bituni, Timor), atau Tersier (Banggai, 
Salawati). Masih banyak area unproven yang bisa dieksplorasi dengan supersystem 
ini, misalnya Akimeugah, Asmat di Papua, Buru, dan area2 lain yang tak 
tersentuh di proven basins-nya.

Petroleum supersystem related to Australian passive margin; Australian 
continent pada Paleozoic dan Mesozoic di tepi utara-baratlaut-timurlautnya di 
wilayah Indonesia Timur sekarang mengalami peretakan/rifting. Sisi kontinen ini 
ke arah Indonesia menyambung dengan kerak oseanik yang sekarang ada di bawah 
Laut Banda dan di bawah Papua. Kerak oseanik tua di depan Australia telah 
memaksa Laut Banda terbuka pada Pliosen-Pleistosen melalui mekanisme sea-floor 
spreading akibat roll-back kerak oseanik tua Australia >50 juta tahun. Hubungan 
antara kerak kontinen Australia dan kerak oseaniknya hanyalah semacam junction, 
karena itu disebut passive margin, bukan subduction. Rifting Mesozoic di NW 
Australia yang juga menerus ke wilayah2 Indonesia Timur dari Kepala Burung, 
Papua, dan Arafura ini merupakan wilayah proven hydrocarbon dan menjadi kawasan 
hotspot eksplorasi dalam lima tahun terakhir ini. Source dan reservoir utama 
adalah Jurassic dan Triassic. Rifting
Paleozoic masih belum proven secara signifikan di wilayah Indonesia, tetapi 
analognya di Australia telah mendorong eksplorasi di Arafura sampai level 
middle Paleozoics. Masih terbuka lebar area2 unproven di Indonesia Timur yang 
bisa dieksplorasi menggunakan supersystem ini.

Demikian, keempat golongan tectonic-driven proven petroleum supersystem. Tentu 
ada cekungan2 atau area di Indonesia yang dibentuk oleh kombinasi supersystem 
ini. Sebut saja misalnya: Barito Basin yang merupakan hasil proses supersystems 
rifted & inverted Sundaland basins dan collisional terranes. Atau juga, area 
Semai, Bintuni dan Akimeugah yang merupakan gabungan antara supersystems 
Australian passive margins dan collisional terranes. 

Di luar empat golongan proven supersystems ini masih ada beberapa speculative 
supersystem lagi, misalnya yang berhubungan dengan konvergensi Indian oceanic 
crust yang membentuk forearc basins di barat Sumatra dan selatan Jawa, serta 
konvergensi dan kemudian transvergence Pacific di utara Papua, yang 
mempengaruhi forearc basins di utara Papua juga berpengaruh pada mid-Pliosen di 
Salawati dan Halmahera basins.

Demikian, suatu usaha untuk melihat gambaran regional tektonik Indonesia 
beserta implikasinya kepada petroleum systems Indonesia yang menarik namun 
rumit. 

salam,
Awang

--- Pada Sel, 11/10/11, Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com> menulis:

> Dari: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
> Judul: Re: [iagi-net-l] Simposium Internasional ---> was: Re: [iagi-net-l] 
> Bahasa Indonesia atau...
> Kepada: iagi-net@iagi.or.id
> Tanggal: Selasa, 11 Oktober, 2011, 3:14 PM
> Ya sepertinya satu kelompok tektonik
> dpat dijadikan satu kali
> simposium. Pak Awang kayaknya pernah mengelompokkan basin2
> dg kesamaan
> tektonik ini.
> 
> Barangkali dapat. Kita siapkan sebagai "memoir of
> Indonesian geology".
> Baik utk basic geology (structure, stratigraphy dan
> morphology)
> termasuk juga  resources, mitigation dan environment.
> 
> Rdp
> 
> On 11/10/2011, MINARWAN <minarw...@gmail.com>
> wrote:
> > Kalau di bidang migas/panas bumi/sedimentary
> geology,  saya
> > membayangkan hasil riset/pengetahuan terkini dapat
> dipresentasikan
> > dalam sebuah simposium periodik berskala internasional
> untuk
> > cekungan-cekungan Indonesia, misalkan satu
> simposium/konferensi untuk
> > cekungan Indonesia bagian barat dan satu untuk
> cekungan Indonesia
> > bagian timur. Saya bayangkan simposium ini nanti akan
> bisa menyaingi
> > IPA Convention. Jika kita mengadakan simposium bertema
> wilayah seperti
> > ini, semua macam topik selama berkaitan dengan
> cekungan akan dapat
> > kita akomodasi.
> >
> > Salam
> > Minarwan
> >
> > 2011/10/7 Parvita Siregar <parvita.sire...@salamander-energy.com>:
> >> Saya setuju dengan Pak Kusuma.  Mungkin PIT IAGI
> tahunan dilakukan dengan
> >> bahasa Indonesia, tetapi ada pertemuan2 yang lebih
> spesifik (misalnya
> >> membahas mengenai sesuatu topik, umpama deep
> water, shale gas, mud
> >> volcano)
> >> dengan bahasa Inggris supaya bisa mengundang para
> ekspat2.
> >>
> >>
> >>
> >>
> >>
> >> Parvita Siregar
> >>
> >> Salamander Energy
> >
> >
> > --
> > - when one teaches, two learn -
> > http://www.phpbber.com/phpbb/index.php?mforum=geotutor
> > http://www.linkedin.com/in/minarwan
> >
> >
> --------------------------------------------------------------------------------
> > PP-IAGI 2008-2011:
> > ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
> > sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
> > * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak
> biro...
> >
> --------------------------------------------------------------------------------
> > Ayo siapkan diri....!!!!!
> > Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI,
> Sulawesi, 26-29
> > September 2011
> >
> -----------------------------------------------------------------------------
> > To unsubscribe, send email to:
> iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> > To subscribe, send email to:
> iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
> >
> > For topics not directly related to Geology, users are
> advised to post the
> > email to: o...@iagi.or.id
> >
> > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> > Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> > Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> > No. Rek: 123 0085005314
> > Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> > Bank BCA KCP. Manara Mulia
> > No. Rekening: 255-1088580
> > A/n: Shinta Damayanti
> > IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> > IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> >
> ---------------------------------------------------------------------
> > DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard
> to information posted
> > on its mailing lists, whether posted by IAGI or
> others. In no event shall
> > IAGI or its members be liable for any, including but
> not limited to direct
> > or indirect damages, or damages of any kind
> whatsoever, resulting from loss
> > of use, data or profits, arising out of or in
> connection with the use of any
> > information posted on IAGI mailing list.
> >
> ---------------------------------------------------------------------
> >
> >
> 
> -- 
> Sent from my mobile device
> 
> *"Everybody is safety leader, You can stop any unsafe
> operation !"*
> 
> --------------------------------------------------------------------------------
> PP-IAGI 2008-2011:
> ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
> sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
> * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak
> biro...
> --------------------------------------------------------------------------------
> Ayo siapkan diri....!!!!!
> Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI,
> Sulawesi, 26-29
> September 2011
> -----------------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, send email to:
> iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> To subscribe, send email to:
> iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
> 
> For topics not directly related to Geology, users are
> advised to post the email to: o...@iagi.or.id
> 
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> No. Rek: 123 0085005314
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> Bank BCA KCP. Manara Mulia
> No. Rekening: 255-1088580
> A/n: Shinta Damayanti
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> ---------------------------------------------------------------------
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to
> information posted on its mailing lists, whether posted by
> IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be
> liable for any, including but not limited to direct or
> indirect damages, or damages of any kind whatsoever,
> resulting from loss of use, data or profits, arising out of
> or in connection with the use of any information posted on
> IAGI mailing list.
> ---------------------------------------------------------------------
> 
>

--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
Ayo siapkan diri....!!!!!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id

For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------





--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
Ayo siapkan diri....!!!!!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id

For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke