Apa sih Kemandirian Eneergi itu , apa Dikelola sendiri , dimodali sendiri, 
dikerjakan sendiri dan dpakai sendiiri
,
Kemandiriaan energi itu bahasa normatifnya Bagaimana Penjabarannya dalam 
pelaksanaanya


Sent by Liamsi's Mobile Phone

-----Original Message-----
From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
Date: Fri, 26 Oct 2012 17:10:47 
To: iagi-net@iagi.or.id<iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: [iagi-net-l] Harus siap kapanpun, belajar dari booming shale gas.

On Friday, October 26, 2012, kartiko samodro wrote:

> Iagi bisa mulai belajar management artis nih. Kalau cenceremet kayak saya
> saja punya planning 2 minggu kedepan, sekelas pak Ong/pak wamen/vp explo
> mungkin bisa 3/4 bln ke depan.... Jadinya tidak ada istilah ndilalah...
>
Pelaksanaan diskusi tentang kemandirian pengelolaan SDa ini memang terkesan
mendadak. Yg pasti memanfaatkan momentum Sumpahemuda yg sebenernya sudah
dipersiapkan FGMI sebelumnya.

Kalau soal planning dalam menghadapi issue yg hangat, saya kira berbeda
antara mengadakan acara seminar dengan talk (panel) diskusi.
Kalau dirunut balik, dua bulan lalu saja issue kemandirian energi ini tidak
terdengar nyaring, syaup-sayup dibahas iya, tapi di milist ini tidak
sekental hari ini, apalagi 4 bulan lalu. Issue kemandirian pengelolaan SDA
memang banyak muncul sehubungan dengan berakhirnya kontrak salah satu blok
pengusahaan migas. Dan herananya kenapa kok ya bersamaan dengan yang itu.
Kalau melihat pernyataan IAGi yg juga tertulis dalam Berita IAGI terbaru,
edisi agustus, maupun yg sebelumnya tentang kemandirian energi di sisi
pertambangan,  disana disebutkan bahwa IAGI lebih berpikir besar dari
sekedar satu blok saja.
Dalam dunia pertambangan kekhawatiran IAGi sudah ditunjukkan dengan
produksi batubara yg melimpah tetapi daya serap yg kurang. Apalagi saat
harga batubara jatuh. Malah tadi sudah ada yg melontarkan PLN teriak
kekurangan sumber bahan bakar (gas) dan terpaksa minum bbm.

Siap kapanpun.
Itu merupakan salah satu sikap yg mestinya dimiliki oleh IAGi terutama
pengurusnya juga anggotanya. Mengejar potensi sring tidak teergantung
rencana. Munculnya issue dua pekan lalu di milist inipun dipicu pernyataan
wamen, yg tentusaja harus segera ditanggi sebelum mendingin.

Pelajaran tentang turunnya harga gas di Amerika bukan yg benar-benar di
"planning" dan kesiapan.
Seingat saya .... tujuh hingga lima tahun lalu, hampir semua perusahaan
migas besar SHELL, EXXON, BP dll mengumandangkan bahwa era masa depan
adalah era gas, berganti dari minyak bukan karena habis potensinya, tetapi
akibat sulitnya akses mereka ke negara-negara tertentu terutama Afrika dan
terutama Negara muslim. Saat itu TIDAk ADA atau sangat sedikit yg berbicara
unconventional gas, atau shale gas. Mereka masih lebih berkonsentrasi dan
berbicara conventional gas ketimbang unconventional gas.
Namun "ajakan" atau kumandangnya perusahaan migas ini diantisipasi serius
oleh downstream industry, termasuk pabrik genset turbin gas, perusahaan
kompor gas barangkali juga, untuk siap -siap menampung banjirnya gas yang
akan datang. Artinya saat itu industry downstreampun sudah berjaga-jaga
menerima gelontoran gas yang "dijanjikan" oleh perusahaan explorer migas
diatas.
Namun apa yg terjadi, gas yag dijanjikan oleh industri ep, barangkali
termasuk Indonesia yg gembar-gembor "more gas from eastern Indonesia", juga
tidak muncul. Justru SHALE GAS yg membanjiri pasaran. Bukan conventional
gas !
Pucuk dicinta ulam tiba, tiada gas conventional, gas unconventionalpun
jadi. Apakah ini ndilalah atau kebetulan ? Menurut saya ini bukan hanya
kendililalahan atau kebetulan dan keberuntungan semata, tetapi antisipasi
dan motivasi yg didorong oleh sebuah kesamaan visi. Ya kesamaan visi utk
berlari mengejar gas. Bagi kaum agamawan tentunya sering mendengar bahwa
"rejeki itu datangnya dari yg tidak disang-sangka". Namun rejeki juga tidak
dapat diperoleh bila "tidak dipersiapkan".

indonesia ketika ada peredaran issue futu gas tidak mau mengantisipasi dan
tidak mencoba mengikuti arus. Malah sekedar menunggu dan bahkan mencibir
... "Mana gasnya, ..... Mana gas nya". Gara-gara menunggu supply, akhirnya
ketika gas dibutuhkan kita masih bemum siap dan belum memiliki irecieving
terminal. Saat itu, lima tahun lalu, pembangunan recieving terminal di
Indonesia banyak dicibir, karena ga bakalan dapet jatah dari Tangguh.
Memang benar belum dapat jatah dari Tangguh sebagai supplier yg diharapkan,
namun kalau saja saat itu dibangun recieving terminal saya yakin PLN tidak
akan teriak seperti sekarang.

Saya kira pelajaran yg perlu diambil adalah ... Kita harus selalu siap !
Pembangunan Infra struktur "jangan menunggu"
Kita tidak akan tahu apa yang bakalan terjadi nantinya, tapi saya yakin
yang beruntung ada
Ah mereka yang sudah bersiap-siap tanpa berpikir terlalu jauh tentang masa
kedepan.
Just do it !

Salam

Rdp


-- 
*"Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"*

Kirim email ke