Pak Ong, terkait Rebus Sic Stantibus, kalau perusahaan meneruskan langkah negosiasi klausa KK dengan pemerintah, apakah ini berarti secara tidak langsung kedua belah pihak setuju untuk tidak lagi tunduk pada KK dan secara otomatis menjadi IUP (walaupun bungkus-nya masih KK plus klausa hasil negosiasi)? dengan kata lain, KK dengan klausa negosiasi sebenarnya sudah bukan KK lagi, jadi KK yang ada hanya sebatas false comfort (dikiranya masih KK tapi sebenarnya sudah banyak hal yang berubah).
trims, paulus 2014-07-23 7:23 GMT+07:00 Ong Han Ling <wim...@singnet.com.sg>: > > Saya ingin nimbrung sedikit perihal kontrak Newmont. > > > > Bahwa suatu kontrak mutlak harus ditepati, dikenal dengan "sanctity of the > contract". Sebagai perusahaan termasuk IPA dan IMA, inilah yang diingini. > Mereka menganut pada hukum "Pacta sunt servganda", atau janji harus ditepati. > Selain ini juga ada hukum "Rebus sic stantibus", yaitu kontrak tidak lagi > mengikat jika kenyataan yang menjadi dasar dari pembuatan kontrak tsb. > berubah secara significant. Sebagai Negara ada kalanya juga pakai > "Souverignity of a Nations", jika Negara dalam kesukaran yang berat sehingga > kedauatan terganggu. Baru-baru ini Argentina nasionalisasi Repsol. Di UN ada > klausul tentang Nasionalisasi, yaitu harus dibayar dengan harga yang wajar. > > > > Sebagai contoh, waktu tahun 2003-2008, harga minyak melonjak dari rata-rata > $25/bbl menjadi $140/bbl., banyak Negara minta kontrak diganti disesuaikan > dengan kenaikan harga termasuk Amerika (Alaska), UK, Canada, Rusia, > Venezuela, Nigeria, Libya, Kazakstan, Equador, dsb., kecuali Indonesia. > Mereka menerapkan "Rebus sic stantibus". Kebalikan juga akan diminta oleh > Perusahaan jika umpama harga anjlok. Ingat kita memberi banyak kemudahan pada > Maxus waktu harga minyak dibawah $10/bbl. Tapi waktu harga minyak naik kita > "lupa" menarik kembali kemudahan tsb. > > > > Banyak opportunity yang tidak dimanfaatkan Indonesia pada waktu keadaan > "favorable". Contoh, waktu kontrak dengan Freeport ditandatangani tahun 1968, > harga mas $35/ounce karena dipatok Pemerintah Amerika. Dengan harga tsb. mas > tidak di ekstraksi dan dibiarkan bersamaan dengan tembaga. Waktu harga mas > dilepas oleh Nixon (dikenal dengan Brenton-Woods), harga mas terus melonjak, > menjadi $300, $600, $900 bahkan menjadi $1700/ounce dan sekarang $1330/ounce. > Waktu keadaan "favorable"dimana harga mas melonjak, kita lupa memanfaatkannya. > > > > Persoalan Karaha Bodas juga merupakan pelajaran. Kita dikalahkan karena > persoalan sepele. Swiss court minta bebarapa kali untuk Indonesia kirim > lawyer untuk arbitrage. Karena tidak ada jawaban, merekan menunjuk seorang > Swiss lawyer untuk membela kepentingan Indonesia. Tidak mengerti > persoalannya, kita dikalahkan telak. Tidak hanya membayar modal sebesar $150 > juta tetapi juga "opportunity cost" hingga mencapai $400 juta, yaitu > keuntungan seandainya modal tsb. dipakai untuk proyek yang lain. Sebetulnya > Indonesia bisa membela dengan mudah dengan menerapkan "Rebus sic stantibus" > atau "Souverignity of a Nations". Karena pada waktu itu Indonesia mengalami > resesi yang luar biasa, GDP anjlok dari +7% menjadi -10% tahun 1998, yaitu > waktu dollar US naik dari RP.2000 menjadi Rp.14,000. > > > > Selama saya ketahui, kalau sudah sampai arbitrage diluar negeri, Indonesia > selalu kalah. Contoh adalah Karaha Bodas, Sipadan, dan Timor Gap. Potensi > kekalahan lain adalah dengan diambilnya Sipadan oleh Malaysia, Malaysia > meng-claim garis batas yang miring kebawah (bukan horizontal) dan memasuki > "perairan Indonesia" yang sangat luas. Apakah ini penyebab mundurnya Cheveron? > > > > Seandainya tidak ada titik temu dengan Newmont, sebaiknya yang menanggulangi > adalah orang-orang professionals. > > > > Maaf kalau ini tidak berkenan > > > > HL Ong > > ---------------------------------------------------- Siapkan waktu PIT IAGI ke-43 Mark your date 43rd IAGI Annual Convention & Exhibition JAKARTA,15-18 September 2014 ---------------------------------------------------- Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact ---------------------------------------------------- Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa) Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti ---------------------------------------------------- Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id ---------------------------------------------------- DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. ----------------------------------------------------