Bravo Pak Ong, terima kasih... Sudah sharing hal2 yang sangat penting diketahui 
dan dimengerti oleh kita semua. 

Catatan sedikit, sepengetahuan saya gas natuna mempunyai komposisi 70% CO2 yg 
lebih jelas sekali bukan hal yg prospek lagi saat ini (dipeti es-kan)

Salam, 

BS

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: "Ong Han Ling" <wim...@singnet.com.sg>
Sender: <iagi-net@iagi.or.id>
Date: Fri, 8 Aug 2014 21:15:00 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net] DATA dan PENJELASAN
Teman2 IAGI,

 

Pertama-tama, saya ingin mengucapakan "Selamat Hari Raya Ied Fitri, 1 Sjawal 
1435 H". Maaf lahir dan bathin.  

 

Maaf, tulisan ini agak panjang, Anda diminta sabar membacanya. 

 

Merupakan budaya kita untuk tidak mengeritik atasan meskipun mengetahui salah. 
Hal demikian tidak mendidik dan menyesatkan banyak orang termasuk "policy 
makers" bidang energy dan perlu segera diperbaiki karena konsekwensi besar 
sekali.

 

Contoh konkrit yang baru terjadi didepan mata kita. Dalam debat calon Presiden, 
Menko Perekonomian dengan bangga mengatakan didepan layar TV bahwa Indonesia 
telah berhasil negosiasi dengan China dan harga LNG Tanguh menjadi $12/mmbtu. 
Waktu mendengarkan saya ikut bangga. Ternyata besoknya di Jakarta Post, harga 
cuma $8/mmbtu. Harga $12/mmbtu baru berlaku tahun 2016. Wah, kalau cuma 
$8/mmbtu, seyogianya LNG Wiryagar dipakai domestik saja mengingat PLN Jakarta 
(Muara Karang) impor LNG dari Bontang, dengan harga kira-kira $11/mmbtu, yaitu 
dibawah harga jual ke Taiwan/Jepang/Korea ($14-17/mmbtu). 

 

Data yang keliru, data yang tidak disampaikan, ataupun data salah yang tidak 
dikoreksi seperti tsb. diatas, akan berakibat kekeliruan dalam energy policy.  

 

Contoh yang lain yang menurut saya sangat fatal adalah "impor" LNG ke Jakarta, 
Jambi, Semarang, dan Arun.

 

Demi menenangkan publik dan juga untuk "boosting" keberhasilannya, Penjabat 
sering memberi optimisme bahwa gas Indonesia masih berlimpah, sepert pernyataan 
bahwa gas yang dikeluarkan baru 6% dari cadangan (cadangan yang mana?). 

 

Demi promosi CBM dan Shale gas, ESDM telah memelesetkan investor dengan memberi 
kesan bahwa cadangannya luar biasa, beberapa kali lipat cadangan associated 
gas, padahal belum ada yang diproduksi. Yang terpelesetkan ternyata bukan 
investor saja. Kebanyakan orang termasuk menteri dan "policy makers", tidak 
bisa membedakan antara resources, potential, proven, probable dan possible. 
Semua cadangan dianggap sama hingga Indonesia terlihat berlimpah gas. 

 

Demi memberi kesan gas masih banyak, lapangan Exxon Natuna dengan cadangan 
hydrocarbon sampai 40+ TCF sering dibanggakan termasuk pidato Presiden tahun 
2012. Namun lupa dikatakan bahwa gas Natuna mengandung 35% CO2 hingga 
memisahkannya mahal sekali. Meskipun POD Natuna sudah pernah keluar, namun 
dengan adanya penemuan beberapa lapangan gas raksasa di NW Shelf, Australia 
Barat 10 tahun lalu dan adanya revolusi shale gas di US dan Canada 5 tahun yang 
lalu, Natuna merupakan sejarah dan seharusnya sudah lama di peti-eskan.        

 

Hal yang serupa dan ber-potensi menjadi masalah adalah LNG INPEX Masela yang 
produksinya sangat diharapkan Pemerintah. INPEX Masela ditemukan tahun 2000 
bersamaan dengan penemuan INPEX Itchy di NW Shelf Australia Barat. Itchy mulai 
dibangun tahun 2011. Sedangkan untuk Masela, Final Investment Decision (FID) 
baru direncana tahun 2015. FID adalah faktor yang menentukan apakah proyek 
diteruskan atau tidak, bukan POD. Dengan adanya revolusi shale gas di USA dan 
Canada, keterlambatan proyek Masela sampai 4 tahun membuat keekonomian Masela 
dipertanyakan. Seperti Natuna, kelambatan bisa menyebabkan  proyek dibatalkan 
dan dipeti-eskan. Pemerintah perlu mengejar dan perlu dikejar jika Masela ingin 
dioperasiakan sebelum membanjirnya LNG dari Australia, US, Canada, dan bahkan 
dari Rusia akan masuk Pacific basin. Masela berpacu dengan waktu        

 

Persepsi yang diberikan ESDM selama ini bahwa gas Indonesia masih berlimpah, 
menyebabkan "policy maker" mengambil kebijakan untuk menggunakan Bahan Bakar 
Gas (BBG) untuk mobil, pembangun stasiun Compressed Natural Gas (CNG) 
dimana-mana, dan yang paling fatal adalah menggunakan LNG untuk pembangkit 
listrik di Jawa dan Sumatra. Import LNG dari Bontang ke PLN Muara Karang, 
Jakarta, telah  dilaksanakan. Demikian juga nantinya "import" dari Wiryagar 
lewat mekanisme DMO. Ini tidak masuk akal. LNG memang bersih lingkungan tetapi 
terlalu mahal bagi Indonesia saat ini (Ong, 12/2013, SPE). 

 

Secara perhitungan kasar, membuat LNG harganya sekitar $4/mmbtu. Angkut ke Jawa 
cryogenic $1/mmbtu. Sebelum bisa dipakai PLN Muara Karang, LNG harus 
dikembalikan ke gas lagi dengan biaya $2/mmbtu. PT Regassing Nusantara yang 
terdiri dari tiga perusahaan yang melakukan regassing adalah perusahaan swasta 
yang perlu mengambil keuntungan, diasumsikan $2/mmbtu. Ditambah biaya operasi 
PLN $1/mmbtu. Jadi harga total untuk angkut gas dari  Kalimantan ke Jawa adalah 
$10/mmbtu. Dengan catatan biaya tsb. belum termasuk harga gas.   

 

Dilain pihak, untuk Jawa dan Sumatra Selatan, Pemerintah mematok harga gas dari 
K3S ke PLN $5,80/mmbtu sejak pertengahan tahun 2012, dari harga sebelumnya cuma 
$3/mmbtu selama bertahun-tahun. Padahal  mendatangkan gas dari Bontang ke PLN 
Jakarta, Pemerintah rela membayar $10/mmbtu untuk ongkos angkut saja. 
Seyogianya K3S dibayar $15.80/mmbtu. Dengan harga tsb. K3S akan giat melakukan 
eksplorasi di Jawa dan Sumsel dan bahkan berani memasang pipa untuk delivery ke 
PLN. Gas di Jawa dan Sumsel, kalau dilihat dari "creaming curve" masih banyak 
(WoodMac). Produksi gas di Jawa dan Sumatra Selatan akan naik significant 
dengan menambah pemboran. 

 

Sudah waktunya Pemerintah memberikan  keuntungan yang layak kepada mitranya, 
K3S, yang sudah berpuluhan tahun beroperasi di Indonesia. Sejak lebih dari 10 
tahun lalu, IPA sering protes mengapa gas dari K3S hanya dihargai antara 
$1-3/mmbtu, namun Pemerintah terus impor diesel dengan harga $7/mmbtu. Artinya, 
mengapa keuntungan diberikan kepada luar negeri dan para importir hingga 
membuat eksplorasi gas mandek? 

 

Menurut saya banyak kesalahan terjadi dibidang energy policy disebabkan data 
yang tidak sesuai. Sebaiknya Pemerintah berkonsentrasi pada pekerjaannya, 
termasuk memberi data yang benar. Kewibawaan Pemerintah perlu dijaga. IAGI 
perlu membantu. 

 

Maafkan kalau ada yang tidak berkenan dengan tulisan ini.    

 

Salam,

 

HL Ong

 


----------------------------------------------------

Siapkan waktu PIT IAGI ke-43

Mark your date 43rd IAGI Annual Convention & Exhibition

JAKARTA,15-18 September 2014

----------------------------------------------------

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact

----------------------------------------------------

Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)

Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:

Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta

No. Rek: 123 0085005314

Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)

Bank BCA KCP. Manara Mulia

No. Rekening: 255-1088580

A/n: Shinta Damayanti

----------------------------------------------------

Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id

Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id

----------------------------------------------------

DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information 

posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. 

In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not 
limited

to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting 

from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use 
of 

any information posted on IAGI mailing list.

----------------------------------------------------


Kirim email ke