Rekan-rekan IAGI,
Dua hari ini (23-24 Nov 2015), Pusat Survey Geologi, Badan Geologi mengadakan Seminar Nasional ttg REE di kota gudeg Yogyakarta. Salah satu topik yang diangkat IAGI adalah ttg Regulasi Pengelolaan. Unsur Tanah Jarang (UTJ) atau ³Rare Earth Element/ REE² menjadi komoditi tambang yang banyak disorot di tingkat dunia dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini disebabkan oleh bergesernya konstelasi pasar (permintaan dan kebutuhan) UTJ menjadi didominasi oleh produk dari Tiongkok. Permintaan pasar yang tumbuh pesat sejalan dengan perkembangan teknologi tinggi, dan berkurangnya pasokan UTJ dari eksportir non-Tiongkok menjadikan negara-negara produsen teknologi tinggi seperti Jepang, Korea, Amerika dan lain-lain kelabakan. Harga komoditi UTJ ini sempat meroket di pertengahan 2011 pada saat Tiongkok membatasi ekspor UTJ-nya, walaupun kemudian harga turun lagi di 2014. Kelompok UTJ yang terdiri dari 17 unsur yaitu Sc, Y dan unsur-unsur yang termasuk ke dalam deret Lantanida pada Tabel Periodik Unsur (Mendeleyev, 1865). Di alam UTJ pada umumnya terdapat bersama-sama dengan unsur lain baik dari kelompok UTJ sendiri maupun dengan logam/ mineral lain seperti monazite, xenotime, ilmenite, zircon, bastnasite, magnetite, galena dan lain-lain. Beberapa model deposit (genesa) UTJ yang umum dikenal di antaranya (1) carbonatite (contoh: Mountain Pass USA dan Mount Wels Australia), (2) Iron-REE yang merupakan kombinasi antara tite carbonatite dengan IOCG/ Iron Oxide Copper Gold (contoh: Bayan Obo Tiongkok dan Olympic Dam Australia), (3) Laterite ³ion adsorption² (contoh: pelapukan granite di Longnan Tiongkok, di Tin Belt Indonesia), (4) Alkaline-peralkaline rocks yang berasosiasi dengan proses hidrotermal, (5) Placer/ alluvial. Mineral-mineral yang terbentuk pada model-model deposit tersebut pada umumnya berasosiasi dengan mineral (unsur) radioaktif utamanya U dan Th. Di Indonesia, walaupun belum tercatat sebagai produsen UTJ, tetapi penelitian dan eksplorasi sudah dilakukan oleh berbagai instansi di bawah Badan Geologi, ESDM, BATAN, PPGL, maupun perusahaan seperti PT Timah. Namun di sayangkan, bahwa regulasi yang mengatur pengusahaan UTJ ini perlu disempurnakan agar dapat dimplementasikan dengan baik. Saat ini paling tidak ada 3 sektor yang mengatur pengelolaan UTJ ini, yaitu sektor pertambangan umum oleh Ditjen Minerba (ESDM), sektor ketenaga-nukliran oleh BATAN & BAPPETEN, dan sektor energi melalui Dewan Energi Nasional (DEN) plus sektor industri pada bagian hilirnya. Ketiga sektor ini semuanya mendasarkan pada Undang-Undang (UU) yang ada, yaitu masing-masing UU No. 4/ 2009 (Minerba), UU No. 10/ 1997 (Ketenaga-nukliran) dan UU No. 30/ 2007 (Energi). Menariknya di dalam UU No. 4/ 2009 (Minerba) dan turunannya, anggota kelompok UTJ ini diklasifikasikan secara terpisah, yaitu masuk ke golongan Mineral Radioaktif (monasit), Mineral Logam (yitrium, dyprosium, lanthanum, erbium, neodymium, scandium), Mineral Non-logam (zircon). Sedangkan unsur anggota UTJ yang lain tidak disebutkan masuk ke dalam golongan mana (?). Di dalam UU No. 10/ 1997 mengatur mineral radioaktif yang sebagian besarnya berasosiasi dengan UTJ. Sementara itu di dalam Kebijakan Cadangan Strategis (oleh DEN mengacu kepada UU No. 30/ 2007 dan turunannya) menyebutkan bahwa mineral tanah jarang (UTJ) dimasukkan sebagai cadangan strategis bersama U dan Th. Dengan demikian perlu dilakukan sinkronisasi regulasi antar sektor untuk bisa berjalannya pengusahaan UTJ, dengan fokus bahasan UTJ sebagai komoditi dan UTJ (plus mineral radioaktif) sebagai sumber energi alternatif atau UTJ sebagai salah satu cadangan strategis negara. IAGI secara terpisah tengah menyusun ³road map² industri pertambangan mineral yang menitik beratkan pada pemrioritasan pengembangan pertambangan sesuai kebutuhan nasional. Pengelolaan mineral radioaktif dan UTJ harus mendapatkan kontrol yang ketat dari pemerintah. Untuk itu IAGI memberikan rekomendasi/ usulan sebagai berikut: Karena sifat UTJ yang selalu muncul berkelompok dengan anggota UTJ yang lain dan berasosiasi dengan mineral radioaktif, maka direkomendasikan pengusahaan UTJ bergabung dengan pengusahaan mineral radioaktif Secara teknologi baik penambangan maupun pemrosesan bijih, cara pengelolaan tersebut diharapkan akan menjadi lebih efisien (dan cost effective). Karena kegunaannya pada pengembangan teknologi tinggi, disamping pemanfaatan mineral radioaktif nya sebagai sumber energi alternatif (PLTN), pengelompokkan UTJ sebagai mineral strategis harus terus dipertahankan. Oleh karenanya, penambangan, pengolahan, pemrosesan dan pemanfaatannya harus dikontrol ketat oleh pemerintah. Regulasi lintas sektor (ESDM, BATAN/ BAPPETEN, dan DEN) untuk UTJ harus dikembangkan. Regulasi yang ada saat ini dan saling bertabrakan harus dikoreksi dan perbaiki. IAGI mengusulkan ³Road Map² Industri Pertambangan yang menitik beratkan pada pemrioritasan pengembangan pertambangan mineral sesuai kebutuhan. Pengembangan industri pertambangan UTJ diprioritaskan mulai 2025, sambil mempersiapkan diri termasuk di antaranya melakukan inventori/ eksplorasi yang ³proper² sesuai dengan kaidah eksplorasi yang benar. Pada saat ini, PPPGL, BATAN, PSG (BG), LIPI, PT Timah, dan MGEI-IAGI sedang merencanakan penyusunan ³road map² UTJ yang ditargetkan pada tahun 2020, Indonesia sudah memiliki peta inventori UTJ yang valid. Penelitian kolaboratif lintas sector yang sudah dilakukan selama ini perlu tetap diteruskan, sambil menunggu pembenahan sistem regulasi yang ada. ---------------------------------------------------- Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact ---------------------------------------------------- Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa) Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti ---------------------------------------------------- Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id ---------------------------------------------------- DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. ----------------------------------------------------