Mau ikutan nambahin aja deh, hihihi....😊
Gaya *Sambalado* Regulator untuk Netflix di Indonesia
*Doni Ismanto*, CNN Indonesia
Jumat, 29/01/2016 10:14 WIB
[image: Gaya <i>Sambalado</i> Regulator untuk Netflix di Indonesia] Layanan
Netflix ( Hector Vivas/Latin Content)
*Jakarta, CNN Indonesia * -- *Sambala sambala bala sambalado*
*terasa pedas, terasa panas*
*sambala sambala bala sambalado*
*mulut bergetar, lidah bergoyang*

*cintamu seperti sambalado ah ah*
*rasanya cuma di mulut saja ah ah*
*janjimu seperti sambalado ah ah*
*enaknya cuma di lidah saja hoo ooo*

*colak colek sambalado alamak oee*
*dicolek sedikit cuma sedikit, tetapi menggigit*
*ujung-ujungnya bikin sakit hati*
*ujung-ujungnya sakit hati*

Lirik lagu dangdut milik Ayu Ting Ting itu rasanya tepat sekali mewakili
kegelisahan saya usai membaca sejumlah berita terkait kehadiran Netflix di
Indonesia yang disajikan CNN Indonesia belakangan ini. Portal ini
menyajikan berita kehadiran resmi Netflix yang dikenal dengan layanan
streaming konten di Indonesia pada 7 Januari 2016 lalu.

Setelah itu, portal ini mengulas habis cara mengakses layanan Netflix,
hingga kebutuhan bandwidth yang diperlukan untuk mengakses konten tersebut.

Namun, hati mulai gundah kala judul berita "Menkominfo Sambut dan Tak
Buru-buru Atur Netflix" dikeluarkan portal ini pada 8 Januari 2015.

Lihat juga: Menkominfo Sambut dan Tak Buru-buru Atur Netflix
<http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160107193443-189-102899/menkominfo-sambut-dan-tak-buru-buru-atur-netflix/>

Dalam berita itu, Menkominfo Rudiantara menyambut gembira kehadiran Netflix
selama menguntungkan bagi masyarakat serta industri. "Kita masih lihat
nanti soal ini, karena pemangku kepentingannya banyak. Kita lihat nanti
aspek ekonomi, sosial, kemaslahatannya," kata Rudiantara di berita itu.

Dalam kacamata Pria yang akrab disapa RA itu, dari sisi konten film yang
ada di Netflix,  yang patut mengaturnya adalah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Sementara jika melihat Netflix sebagai penyiaran, maka yang
patut mengatur adalah Komisi Penyiaran Indonesia.

RA pun menambahkan Netflix memberi efek positif menekan angka pembajakan
konten video, karena ia menawarkan tarif langganan yang terjangkau dan bisa
menguntungkan perusahaan telekomunikasi karena akses data terpakai.

Namun, beberapa hari kemudian, tepatnya  14 Januari 2016, RA seperti
mengubah pemikiran tentang Netflix. RA mengaku sudah menyiapkan aturan
untuk Netflix, tetapi layanan ini kadung sudah komersial di Indonesia.

Diungkapkan RA, dalam regulasi yang tengah digodoknya,  akan mengatur
layanan semacam Netflix harus berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia dan menggunakan rupiah sebagai alat transaksi.

Ilustrasi pengguna layanan streaming film Netflix (dok.Netflix)

Kedua, untuk sensor konten akan dibuat mekanisme sendiri. Ketiga, Netflix
dan layanan sejenismya tidak bisa diatur oleh satu UU lembaga terkait saja.
Ada tiga UU yang bisa masuk yakni UU Telekomukasi, Informasi Transaksi
Eletronik (ITE) dan UU Penyiaran.

*Dus!* Kalau begini sebenarnya bagaimana posisi regulator terhadap Netflix
dan kawan-kawannya?

*Layanan OTT*

Jika dilihat, Netflix adalah jenis layanan Over The Top (OTT) yang memang
cenderung melakukan disruptive dengan teknologi yang digunakan.

Di Indonesia, layanan semacam Netflix ini ada juga dijalankan pemain lokal.
Misal, Genflix, FirstMedia Go, dan lainnya. Bedanya, Netflix ini adalah
pemain asing dan transaksi dilakukan dengan kartu kredit. Bisa dipastikan
negara tak menikmati keuntungan dari kehadiran Netflix karena tak berbadan
hukum Indonesia dimana minimal tak dapat dipungut Pajak penghasilan.

Pajak transaksi konten pun diperkirakan lari keluar negeri, persis sama
jika bertransaksi dengan Ad sense milik pemain asing lainnya di Indonesia.

Lantas, tak bisakah Netflix dijerat dengan regulasi yang ada? Benarkah ada
kevakuman regulasi untuk layanan semacam ini sehingga terkesan sekelas
Menkominfo mengeluarkan jurus 'Sambalado' seperti dendangan Ayu Ting Ting?

Tidak! Ada sejumlah regulasi yang bisa menjerat Netflix sembari disiapkan
aturan khusus yang mengatur layanan semacam ini.

Pertama, Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (PP PSTE) secara jelas menyebutkan penempatan data center di
Indonesia untuk layanan publik.

Sayangnya, sejak PP PSTE hadir, regulator dalam hal ini Kementrian
Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terkesan tak percaya diri
menegakkan aturan ini dan lebih  seperti macan ompong, terutama bagi pemain
asing.

Kantor Netflix di Amerika Serikat

Kedua, Netflix bisa dikenakan ketentuan yang sama dengan para penyelenggara
jasa perfilman dan Operator TV berbayar lainnya atau para pelaku transaksi
perdagangan yang menerima pembayaran dari pelanggan, dan para pelaku
kegiatan penyiaran yang jenis usahanya juga mengikuti ketentuan Perpres No.
39 tahun 2014 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI).

Berbicara dalam pasal 25 ayat (1) & (2) UU No.32 tahun 2002 tentang
penyiaran, disebutkan “lembaga penyiaran berlangganan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 13 ayat (2) huruf d merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan
hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran
berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan
penyiaran berlangganan”.

Selanjutnya dalam ayat kedua pasal yang sama, kembali dipertegas dengan
“lembaga penyiaran berlangganan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada
pelanggan melalui radio, televisi multimedia, atau media informasi lainnya.

Berikutnya, pada pasal 29 dan 30 UU 33 tahun 2009 diatur bahwa pelaku usaha
kegiatan pertunjukan film yang dilakukan melalui layar lebar, penyiaran
televisi dan jaringan teknologi informatika harus merupakan badan usaha
yang berbadan hukum Indonesia.

Kemudian dalam pasal 41 di UU yang sama, kembali dipertegas kewajiban
pemerintah untuk mencegah masuknya film impor yang bertentangan dengan
nilai-nilai kesusilaan.

Masih kurang? Ada Undang-Undang nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman yang
menyatakan setiap film dan iklan film yang akan diedarkan atau
dipertunjukan harus mendapatkan Surat Tanda Lulus Sensor yang diterbitkan
oleh LSF yang sebelumnya sudah melalui prosedur penelitian dan penilaian.
Bahkan, film yang sudah melewati sensor dari LSF untuk media tertentu dan
digunakan ke media lainnya harus disensor ulang.

Lantas, kenapa Rudiantara terkesan ragu untuk memblokir sementara Netflix
dan meminta OTT ini untuk memenuhi dulu aturan yang ada sebelum beroperasi?

Dalam catatan saya, tak hanya sekali jurus Samabalado dari Rudiantara ini
membuat hati gundah.

Jelang tutup 2015 atau tepatnya pada Senin 28 Desember 2015, *CNN Indonesia*
memberitakan kala bertemu dengan pendiri perusahaan raksasa teknologi
Google, Sergey Brin,  RA memamerkan cetak biru pengembangan ekosistem
seribu startup di Tanah Air, dan mengharapkan pemain startup di negeri ini
dibantu melalui program Launchpad Google selaku akselerator startup.

Hal lain yang dibahas Chief RA dengan Brin adalah tentang kelanjutan dari
Proyek penyediaan akses internet berbasis Balon atau dikenal dengan Project
Loon. Selain itu  ada juga  tentang rencana mempelajari model bisnis Fixed
Broadband dengan mengadopsi pola Google Fiber di Amerika Serikat.

Bagi saya,  langkah dari Rudiantara yang seperti memberikan "Karpet Merah"
untuk Google guna memperkuat cengkramannya di bisnis digital Tanah Air,
sama dengan aksi jurus Sambalado ke Netflix.

Dalam opini yang saya tulis sebelumnya, terungkap Indonesia ini adalah Raja
Digital yang (Belum) berdaulat.

Lihat juga: Indonesia, Raja Digital yang Belum Berdaulat
<http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20151116071144-214-91836/indonesia-raja-digital-yang-belum-berdaulat/>


Tak hanya dari sisi infrastruktur, tetapi di peperangan masa depan yakni
bisnis konten, pelaku usaha di negeri ini masih menjadi tamu di rumah
sendiri.

Sekadar menyegarkan ingatan, dalam perkiraan Asosiasi Penyedia Jasa
Internet Indonesia (APJII), Indonesia menyumbang pendapatan bagi pemain
konten dari luar negeri sekitar Rp 15 triliun per tahun dimana untuk
Facebook sekitar US$ 500 juta, Twitter (US$ 120 juta), LinkedIn (US$ 90
juta), dan pemain asing lainnya seperti Google yang lumayan kuat di iklan
digital.

Dari sisi konektivitas,

Operator pun harus membeli bandwidth internasional seharga US$ 218 juta per
tahun.Doni Ismanto Darwin

Bagaimana dengan negara? Ternyata dari sisi pajak malah ada potensi yang
tak bisa diraup dari pemain asing sekitar Rp 10 triliun hingga Rp 15
triliun menurut The Center for Welfare Studies. Singkatnya, potensi devisa
melayang ke luar negeri, karena Indonesia hanya menjadi pasar yang baik.

Hal yang menjadi pertanyaan saya, kenapa dalam menjalin kerjasama strategis
dengan Google, Menkominfo tak mengedepankan diplomasi sebagai regulator,
bukan sebagai pebisnis?

Sudah jelas, RA memiliki senjata yang kuat untuk membuat Google takluk
yakni PP PSTE. Dalam  beleid ini jelas-jelas banyak bersinggungan dengan
bisnis yang dikelola Google di Indonesia mulai dari soal data center, data
pribadi, hingga hal lainnya berkaitan dengan transaksi elektronik.

Jika sebagai regulator, banyak berkompromi dalam menegakkan regulasi, tentu
para pemain OTT asing tak akan tunduk dan justru melancarkan jurus
negosiasi untuk berbisnis di negeri ini. Namun, hal yang paling berbahaya
adalah jika regulator merasa regulasi yang ada tak perlu ditegakkan karena
bukan bagian dari rezimnya.

*Wah,* kalau begini, perut saya benar-benar menjadi lapar dan saatnya makan
rendang dengan sambalado sembari membaca dongeng tentang Nawacita dan
Trisakti.


*(tyo)*


*Sumber:http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160128105421-186-107300/gaya-sambalado-regulator-untuk-netflix-di-indonesia/
<http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160128105421-186-107300/gaya-sambalado-regulator-untuk-netflix-di-indonesia/>*


2016-01-29 12:38 GMT+07:00 Arianto C Nugroho <arianto.nugr...@gmail.com>:

> liat berita di bawah .. secara gak langsung mereka mengakui nabrak aturan
> ..
>
>
> http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160128104113-185-107296/usai-diblokir-netflix-janji-patuhi-aturan-di-indonesia/
>
> On Fri, 29 Jan 2016 at 03:41 Hermanto <buzzndr...@gmail.com> wrote:
>
>> *JAKARTA, **KOMPAS.com* - Kementerian Komunikasi dan Informatika
>> (Kemenkominfo) bakal membuat aturan untuk Netflix dan layanan sejenisnya
>> Maret mendatang.
>>
>> "Aturannya *insya* *allah* Maret. Setelah selesai dirancang nanti akan
>> dikonsultasikan dulu dengan publik, tapi ini bukan uji publik ya," terang
>> Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara saat ditemui
>> usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
>> Kamis (29/1/2016).
>>
>> "Kami akan koordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan soal
>> konten juga Kementerian Perekonomian soal badan usaha mereka. Bentuk
>> aturannya nanti belum tentu Peraturan Menteri, bisa saja cuma Surat
>> Keputusan Bersama dan yang mengeluarkan tak mesti Kemenkominfo," imbuhnya.
>>
>> Dalam rapat tersebut anggota Komisi 1 DPR dari fraksi Partai Amanat
>> Nasional Budi Youyastri menyoroti soal pemblokiran Netflix oleh PT
>> Telekomunikasi Indonesia (Telkom).
>>
>> Menurut Budi, operator plat merah tersebut mestinya tidak bertindak
>> sendiri dan menunggu komando dari Kementerian sebelum melakukan pemblokiran.
>>
>> Dia pun mendorong agar Kementerian segera membuat aturan terkait layanan 
>> *over
>> the top* (OTT) sejenis Netflix, juga meminta agar Telkom diperintah
>> membuka pemblokiran.
>>
>> "Argumen penutupan Netflix tidak bisa dibenarkan kecuali atas perintah
>> Kemenkominfo," tegasnya di dalam rapat.
>>
>> Menkominfo pun menjawab bahwa tindakan Telkom wajar untuk dipahami dari
>> sisi operasional bisnis mereka.
>>
>> "Tindakan Telkom kami pahami secara operasional. Tapi (pemblokiran) bukan
>> kebijakan nasional. Mereka juga mendapat konsekuensi (bisnis) atas
>> pemblokiran itu kok, setelah ditutup kan muncul iklan dari kompetitor yang
>> membuka," terang Rudiantara.
>>
>> Pria yang akrab disapa Chief RA ini berpendapat belum ada aturan yang
>> bisa mewadahi Netflix. Undang-Undang tentang Perfilman misalnya, tidak
>> memadai dari sisi prosedur sensor sedangkan Undang-Undang Penyiaran tidak
>> mewadahi siaran menggunakan medium internet itu.
>>
>> Langkah selanjutnya, kementerian akan berkoordinasi dengan para pemangku
>> kepentingan demi menyusun aturan baru. Netflix akan dianggap sebagai
>> penyelenggara sistem elektronik (PSE).
>>
>> Salam,
>> Hermanto
>> "God resists the proud, but gives grace to the humble"
>> On Jan 29, 2016 9:22 AM, "Rafe Firman" <cej.valkyr...@gmail.com> wrote:
>>
>>> Shoot the Duck & served with cold cocktail om... hahaha
>>> #ganyambung
>>>
>>> --
>>> ==========
>>> Toko Headphone & Earphone Terlengkap dan Terbaru
>>> Kunjungi  >> http://bassaudio.net
>>> ----------------------
>>> Kontak Admin, Twitter  @agushamonangan
>>> -----------------------
>>> FB Groups     :  https://www.facebook.com/groups/android.or.id
>>>
>>> Aturan Umum  ID-ANDROID >> goo.gl/mL1mBT
>>>
>>> ==========
>>> ---
>>> Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "[id-android]
>>> Indonesian Android Community" dari Google Grup.
>>> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
>>> kirim email ke id-android+unsubscr...@googlegroups.com.
>>> Kunjungi grup ini di https://groups.google.com/group/id-android.
>>>
>> --
>> ==========
>> Toko Headphone & Earphone Terlengkap dan Terbaru
>> Kunjungi >> http://bassaudio.net
>> ----------------------
>> Kontak Admin, Twitter @agushamonangan
>> -----------------------
>> FB Groups : https://www.facebook.com/groups/android.or.id
>>
>> Aturan Umum ID-ANDROID >> goo.gl/mL1mBT
>>
>> ==========
>> ---
>> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "[id-android] Indonesian
>> Android Community" di Google Grup.
>> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
>> kirim email ke id-android+unsubscr...@googlegroups.com.
>> Kunjungi grup ini di https://groups.google.com/group/id-android.
>>
> --
> ==========
> Toko Headphone & Earphone Terlengkap dan Terbaru
> Kunjungi >> http://bassaudio.net
> ----------------------
> Kontak Admin, Twitter @agushamonangan
> -----------------------
> FB Groups : https://www.facebook.com/groups/android.or.id
>
> Aturan Umum ID-ANDROID >> goo.gl/mL1mBT
>
> ==========
> ---
> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "[id-android] Indonesian
> Android Community" di Google Grup.
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke id-android+unsubscr...@googlegroups.com.
> Kunjungi grup ini di https://groups.google.com/group/id-android.
>



-- 
Insanity: doing the same thing over and over again and expecting different
results.
― Einstein

“Life is not like water. Things in life don't necessarily flow over the
shortest possible route.”
― 1Q84

-- 
==========
Toko Headphone & Earphone Terlengkap dan Terbaru
Kunjungi  >> http://bassaudio.net
----------------------
Kontak Admin, Twitter  @agushamonangan
-----------------------
FB Groups     :  https://www.facebook.com/groups/android.or.id

Aturan Umum  ID-ANDROID >> goo.gl/mL1mBT

==========
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "[id-android] Indonesian 
Android Community" dari Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke id-android+unsubscr...@googlegroups.com.
Kunjungi grup ini di https://groups.google.com/group/id-android.

Kirim email ke