Untuk sekedar sharing
..... Hindari Pemberian
Label "Malas" pada
Anak Banyak orang tua
acapkali memberi cap atau label "malas" atau "lelet" kepada anaknya. Sebutan ini bisa
jadi merugikan sebab membuat anak
kurang berusaha karena merasa upaya
yang dilakukannya tidak akan diperhatikan.
Bahkan mereka akan berlaku
sebagaimana diharapkan melalui label yang disandangnya itu. Pada gilirannya,
label itu akan
merusak pembangunan konsep diri anak
yang dibentuk sejak kecil. Yang penting
dilakukan justru membangun semangat anak. Hal ini bisa terbentuk melalui kepercayaan yang diberikan kepadanya, melalui kegiatan yang unik serta mengandung tantangan dan dorongan
lainnya. Kemungkinan alasan itu berbeda-beda pada setiap orang, namun
orangtua hendaknya mampu membangun semangat anaknya dengan merefleksikan diri atas pengalaman
masa kecilnya sendiri. Cara lain adalah
dengan memberikan tanggung jawab kepada anak, misalnya
memberi kesempatan utnuk menentukan sendiri jadwal kegiatan mereka. Kapan membereskan kamar, mengerjakan PR, menonton TV dll. Akan sangat baik lagi bila orangtua
mengetahui seluruh potensi yang dimilki oleh anak. Potensi ini bisa jadi
berlainan dengan hal-hal yang dianggap penting oleh orangtua,
namun setidaknya ada beberapa hal
yang dapat dikembangkan bersama. Malah Merusak Anak Ada beberapa kekeliruan besar yang
dipertahankan kebanyakan orangtua. Kekeliruan itu misalnya, orangtua dan guru
menyatakan anak sekolah cenderung malas belajar, pelajar sekolah harus rajin
belajar supaya pandai, tujuan pendidikan agar anak menjadi pandai. Padahal
tujuan pendidikan adalah membantu anak menjadi orang dewasa mandiri dalam
kehidupan masyarakat kelak. Orang kemudian mengenal dirinya sendiri, baik
keunggulan maupun kelemahannya, dan bertanggungjawab serta penuh perhatian
kepada sesamanya. Jadi peran sekolah adalah membantu anak memperoleh tingkat
kepandaian sesuai dengan tingkat kemampuan intelektualnya, yang diperlukan
untuk menunaikan tugasnya dikemudian hari sebagai anggota masyarakat. Jadi syarat mutlak untuk berhasilnya proses
pendidikan adalah bahwa orang tua harus
menerima anak mereka sebagaimana adanya, entah pandai, entah biasa, entah
lemah, cantik, cakep atau biasa-biasa saja. Masalah dalam pendidikan anak dimulai
ketika orangtua tidak menerima kenyataan itu. Sebagai contoh, banyak orangtua
menuntut anaknya agar di Taman Kanak-Kanak untuk diajarkan berhitung, membaca
bahkan jika perlu diajarkan bahasa Inggris. Orangtua menyuruh anak SD mengikuti
bimbingan belajar dan mencarikan guru les. Orangtua memaksa anak TK masuk les
tari atau les piano, padahal anak tidak memiliki bakat ke arah itu. Orangtua
seperti ini tidak mendidik, malah merusak anak. Yang lebih menyedihkan, ada lembaga
pendidikan yang memenuhi tuntutan orangtua yang justru merugikan anaknya. Mustahil
diperoleh anak yang memiliki kepribadian penuh, berharga bagi sesama, rendah
hati, pantang mundur kendati memiliki kekurangan, bila saat usia sekolah
mengalami salah asuhan. Kemampuan anak harus dikembangkan agar dia menjadi
orang yang memiliki rasa percaya diri. Jadi kalau anak dituntut terlalu berat
justru timbul rasa tidak percaya diri yang akhirtnya membawa kegagalan, dan
pada gilirannya, timbullah malasnya. ================================================================= "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 =================================================================
SPONSORED LINKS
YAHOO! GROUPS LINKS
|