Derita Tenaga Kerja Perempuan
di Singapura
Siapa yang tanggung jawab? Junito Drias,
13 Desember 2005
LSM pemerhati hak-hak asasi manusia
internasional Human Rights Watch menuduh Singapura menelantarkan hak-hak asasi
tenaga kerja perempuan. Mereka dipaksa kerja lembur, kadang-kadang tidak diberi
makan, tidak dibayar dan dilarang bergaul. Sudah 147 tenaga kerja perempuan
tewas dalam tahun-tahun belakangan di Singapura. Siapa harus bertanggung jawab?
Nirmala dari Pusat Tenaga Kerja Perempuan di Batam, perbatasan Singapura,
pertama-tama menjelaskan proses perekrutan tenaga kerja perempuan. Nirmala: "Biasanya kalau secara umum, mereka
lebih mendatangi ke pelosok-pelosok yang memang sama sekali tidak tahu
informasi tentang traficking. Informasi tentang cara-cara bekerja ke negara
yang lain. Mereka akan mengiming-imingi dengan gaji yang banyak dan pekerjaan
yang mudah. Jadi mereka lebih menyasar ke daerah-daerah." "Kemudian, kalau menurut prosedur, itu ada yang
tunggu sampai visa kerjanya selesai. Nah jadi sebelum masuk Singapura, dia
nunggu di Batam. Jadi sebelum masuk Singapura dia sudah tahu di mana ia
bekerja. Tapi pada umumnya mereka berangkat ke Singapura, di sana mereka sudah
ditampung oleh agen-agen tertentu. Agen-agen ini yang akan menyalurkan dan
tenaga kerja perempuan itu tidak tahu apa-apa." Faktor ketrampilan Nirmala: "Biasanya begini. Saya kasih contoh.
Saya pernah menerima korban tiga orang itu dari Bontang, Kalimantan. Saya tahu
mereka masih anak-anak di bawah umur. Ketika saya tampung, saya suruh, karena
dia pinjam strika sama saya, dia nyetrika tidak tahu. Bayangkan. Karena di
kampungnya dia tidak bisa nyetrika." "Nah kalau yang seperti itu kebanyakan dikirim ke
Singapura, otomatis ketika majikannya menyuruh A dan ia melakukan B, sementara
majikannya sudah letih dari pekerjaan, dan itu awal dari kekerasan yang
terjadi. Itu yang pertama. Yang kedua, mereka tidak dibekali akan hak-hak
mereka, sebagai tenaga kerja. Itu yang paling penting." Tanggung jawab Nirmala: "Saya masih agak ragu ya. Tapi saya tahu
juga ada usaha dari pemerintah Singapura. Contohnya kalau ada tenaga kerja
perempuan Indonesia yang ditahan, mereka berusaha menyediakan pengacara untuk
mereka. Walaupun tidak semua kasus diselesaikan dengan baik." "Saya pikir bukan hanya Singapura yang harus kita
kritik. Tapi juga Indonesia. Serius nggak menangani mereka. Yang paling penting
adalah adanya kesepakatan, paling tidak nota kesepahaman, antara pemerintah
Indonesia dan Singapura." RN: "Kalau
ditanya siapa sih yang sebenarnya harus bertanggung jawab?" Nirmala: "Semua mas. Karena traficking dimulai,
penipuan itu dimulai bukan ketika dia sudah di Singapura, tapi ketika calo-calo
itu datang ke pelosok-pelosok untuk menangkap calon-calon tenaga kerja perempuan.
Di situ diawali dengan penipuan. Dengan iming-iming mengatakan pekerjaan ringan
gaji banyak. Padahal kenyataannya tidak seperti itu." RN: "Menurut
pantauan anda apa yang paling tinggi terjadi dengan tenaga kerja perempuan di
Singapura?" Nirmala: "Jam kerja yang panjang, baru kemudian
saya pikir sembahyang adalah hak asasi karena sembahyang mereka juga tidak
boleh, dan tidak ada jaminan kesehatan, itu juga iya, dan mereka juga dikurung,
gaji yang tidak jelas, itu juga iya." Demikian Nirmala
dari Pusat Tenaga Kerja Perempuan di Batam, perbatasan Singapura. ================================================================= "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 =================================================================
SPONSORED LINKS
YAHOO! GROUPS LINKS
|