Melihat kandidat tersebut masuk ke ruangan, segera saya berpikir,"Hm, 
dia bukan kandidat yang cocok untuk pekerjaan ini". Secara logika, 
saya bisa menjelaskan pikiran saya. Kandidat tersebut, seorang fresh 
graduate dari sebuah sekolah teknik ternama di Indonesia, berjalan 
masuk dengan kepala sedikit menunduk dan bahu sedikit membungkuk. Di 
momen itu saya langsung memberi penilaian kepadanya. 

Interview dilanjutkan. Saya didampingi seorang staff senior dari 
departemen saya dan dua orang staff dari human resources department. 
Hanya sebentar saja interview dilakukan. Setelah kandidat tersebut 
keluar dari ruangan interview, kami saling membandingkan catatan 
kami. Walau ada beberapa kelebihan kandidat tersebut, tetapi kami 
memutuskan untuk memilih kandidat lain. 

Buat saya sendiri, interview itu bisa dikatakan hampir berakhir di 
saat kandidat tersebut masuk. Tidak mudah bagi saya untuk mengubah 
penilaian awal saya. Kesan yang saya dapatkan darinya membuat saya 
berpikir bahwa dia kurang percaya diri, satu karakter yang dibutuhkan 
untuk posisi yang sedang kosong itu.

Keputusan sekejap mata inilah yang dibahas dengan menarik oleh 
Malcolm Gladwell dalam buku terbarunya Blink - The Power of Thinking 
without Thinking. Malcolm adalah juga pengarang buku best seller "The 
Tipping Point".

Dalam bukunya yang juga menjadi best seller ini, Malcolm memberikan 
banyak contoh tentang keputusan - keputusan yang diambil berdasarkan 
perasaan tertentu atau "hunch" seseorang. Hunch tersebut bisa jadi 
benar atau tidak. Tapi kenyataannya, sering kali keputusan kita 
diambil berdasarkan perasaan itu.

Salah satu contoh yang menarik adalah kisah tentang sebuah patung 
yang dibeli oleh museum Getty di Amerika. Patung yang dibeli dengan 
harga hampir 30 juta dollar Amerika tersebut disebut oleh penjualnya 
sebagai patung Yunani yang berumur ribuan tahun. Museum Getty 
memanggil seorang ahli geologi untuk meneliti patung tersebut 
berdasarkan bahan marmer yang digunakan. Melalui suatu penelitian 
yang saintifik, ahli geologi tersebut memutuskan bahwa patung 
tersebut telah berumur ribuan tahun. Museum Getty kemudian memamerkan 
patung tersebut pada seorang ahli yang kebetulan adalah anggota dewan 
museum tersebut.

Di sinilah saat "blink" tersebut terjadi. Saat melihat patung itu, 
ahli tersebut, Frederico Zeri, mendapati dirinya memperhatikan bentuk 
kuku jari patung itu. Tanpa tahu apa yang salah, Frederico merasakan 
adanya keanehan pada patung itu. Beberapa ahli lain yang kemudian 
mendapat kesempatan melihat patung tersebut juga mempunyai perasaan 
aneh yang mirip. Thomas Hoving, mantan direktur Metropolitan Museum 
or Art di New York, mengingat saat pertama kali melihat patung itu 
dia berkata,"It was 'fresh'". 'Fresh' tentunya bukan gambaran yang 
cocok untuk sebuah patung yang diduga berumur ribuan tahun.

Melalui investigasi diketahui ada berbagai keanehan yang berhubungan 
dengan kepemilikan patung tersebut sebelumnya. Sayangnya museum telah 
mengeluarkan jutaan dollar dan terlambat untuk mengubah keputusannya.

Para ahli yang merasakan keanehan saat melihat patung tersebut tidak 
dapat menjelaskan perasaan mereka. Mereka hanya tahu ada yang tidak 
sesuai dengan patung yang mereka lihat. Dan mereka mendapatkan 
perasaan ini hanya beberapa saat setelah mereka melihat patung itu.

Apakah ini berarti bahwa kita harus mempercayai intuisi kita dalam 
mengambil keputusan penting? Justru sebaliknya. Malcolm menyatakan 
bahwa kita harus berhati-hati dalam membuat keputusan yang 
berhubungan dengan hunch itu. Keputusan yang diambil 
berdasarkan 'hunch' ini bisa menyebabkan kesalahan yang sangat besar. 
Contohnya yang nyata terjadi dalam sistem demokrasi Amerika Serikat.

Di negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi utama di 
dunia, pemilihan presiden menjadi puncak dari pesta demokrasi. Di 
awal abad kedua puluh, Amerika Serikat memilih Warring Harding 
sebagai presiden mereka. Harding kemudian hari menjadi salah satu 
presiden terburuk dalam sejarah negara tersebut.

Mengapa rakyat AS saat itu memilih Harding? Malcolm menunjukkan bahwa 
tidak ada prestasi khusus yang diperoleh Harding dalam karirnya 
sebagai seorang politisi. Bahkan, dalam dua perdebatan yang penting 
saat itu, Harding tidak hadir. Tetapi seperti dituliskan seorang 
wartawan di masa itu, Harding mempunyai bentuk fisik yang sangat 
bagus. Bahkan sering kali kata "menyerupai orang Romawi" digunakan 
untuk menggambarkan kelebihan fisiknya. Cara berbicaranya yang 
menggunakan tone yang rendah juga menambah ketampanannya. Hal-hal 
inilah menurut pengarang buku yang menghipnotis para pemilih saat itu.

Sekedar intermezzo. Membaca bagian ini saya teringat dengan SBY. 
Beberapa tahun sebelum dia mengikuti pemilihan presiden, saya 
menonton sebuah wawancara dengannya. Saat itu saya berpikir,"Inilah 
presiden Indonesia berikutnya". Saya yakin, banyak orang yang 
berpikir sama jika melihat cara SBY berbicara dan mengungkapkan 
pikirannya. (Kita perlu menunggu untuk menilai keberhasilan SBY 
sebagai presiden).

Menurut Malcolm, agar dapat menggunakan intuisi ini sebaik-baiknya, 
kita harus melatih diri kita. Malcolm tidak menjelaskan secara detail 
latihan yang harus dilakukan untuk meningkatkan intuisi ini. Tetapi 
dalam bukunya diceritakan tentang beberapa orang yang telah melatih 
kemampuan mereka sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menilai 
sesuatu secara tepat berdasarkan apa yang mereka rasakan.

Di sisi lain, Malcolm mengingatkan agar kita tidak terjebak dalam 
analisis yang terlalu luas. Sudah sering kita dengar 
adagium "paralysis by analysis". Dalam Blink diceritakan bagaimana 
Van Riper, seorang jenderal marinir, berhasil mengalahkan prajurit AS 
dalam simulasi perang terbesar di dunia. Simulasi yang dilakukan di 
awal abad ke-21 tersebut memberi kesempatan buat tentara AS untuk 
mencoba berbagai teknik pengambilan keputusan canggih yang belum 
pernah digunakan sebelumnya. Tetapi karena terjebak dalam prosedur 
dan kegiatan menganalisis data, mereka "kalah" berperang melawan 
prajurit Van Riper yang diberi ruang untuk berimprovisasi di lapangan.

Aplikasi hal ini tentunya sangat nyata dalam dunia kerja. Sering kali 
dalam mengambil suatu keputusan yang kritikal, kita terjebak untuk 
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Dalam bukunya Blink, Malcolm 
menegaskan bahwa yang terpenting adalah menggunakan data-data yang 
diperlukan saja. Seperti para ahli seni yang memperhatikan bentuk 
kuku patung Yunani tersebut. Atau seperti ahli lain yang hanya 
memperhatikan ke-'segar'-an patung tersebut. Data yang terlalu banyak 
malah tidak akan menolong dalam mengambil keputusan. Dengan 
memperhatikan data-data yang penting saja, keputusan yang diambil 
akan lebih berarti.

Baca artikel manajemen dan kepemimpinan lainnya di 
http://leadershipinfo.blogspot.com





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Tired of hearing the same songs over and over?
Listen to Internet Radio! Skip songs. Click to listen to LAUNCHcast!
http://us.click.yahoo.com/.mKGzA/HARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=================================================================
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke