Do it itu Duit Bicara duit atau uang adalah bicara dunia. Jarang orang menyelaraskan uang dengan urusan spiritual, walaupun dengan perantaraannya dibangun rumah tuhan ataupun sarana ibadah lainnya, melaluinya juga para manusia memperoleh pahala atau ganjaran. Uang adalah sarana pembayaran yang syah. Jaman dahulu kala sebagai sarana pembayaran adalah dengan pertukaran natura, jadi pertukaran barang berdasarkan kebutuhan masing-masing. Sebagai ilustrasi pertukaran natura
sebagai berikut, seorang petani yang memiliki barang komoditi hasil pertanian cukup datang ke pasar lalu pemilik barang industrial tertentu cukup menjaga barangnya. Dua pemilik ini bertemu di pasar, kemudian mereka saling menukarkan barangnya dengan nilai sesuai kesepakatan. Bisa saja komoditi tersebut masih dalam katagori yang sama, asal kedua belah pihak sama-sama saling membutuhkan. Pertukaran natura ini bisa jadi masih berlaku hingga kini untuk daerah-daerah terisolir, contohnya di Suku Badui Dalam, dan Suku Dayak di pedalaman Kalimantan. Pada era abad 21 ini, uang atau duit banyak adalah impian semua orang, dengan melakukan sesuatu (to do it) maka kita bisa memperoleh duit. Melakukan sesuatu itu memiliki dua kutub, kutub positip dan kutub negatip. Kutub positip ini melakukan sesuatu di wilayah yang positip (+) atau sesuai dengan fitrah atau ajaran agama, sedangkan kutub negatip (-) berlawanan dengan norma fitrah atau ajaran agama, di kutub negatip ini pencarian uang melalui jalur kegelapan. Pohon Uang Dulu semasa aku kecil (masih balita) pernah bertanya kepada kakekku, beliau adalah seorang petani yang akan pergi ke kebun kelapa miliknya yang lokasi jauh dari kampungku. Kebetulan selain sawah kakekku juga memiliki kebun kelapa. Pertanyaanku kepada beliau adalah tentang rencana kepergiannya. Jawabnya cukup singkat "Mau mencari duit...", dalam bayanganku di kebun kelapa tujuan kepergian kakekku di sana ada banyak pohon uang, uang bergantungan... dan kakekku tinggal mengambilnya. Waktu terus bergulir, aku sudah duduk di bangku Sekolah Dasar kelas dua, aku bertanya pada ayahku yang buruh salah satu perusahaan swasta, dengan pertanyaan yang sama, jawabnya sama dengan kakekku "Mencari uang...", saya betul-betul tidak tahu kalau yang dilakukan ayahku adalah menjadi juru tulis di suatu perusahaan, yang saya tahu beliau pergi pagi dan pulang petang, dengan membawa aroma keringat yang menyengat hidungku. Pada saat itu konklusi pada pikiranku membayangkan ayahku seperti pemulung sampah yang mencari uang yang terjatuh di muka bumi ini, sehingga para orang-tua itu berkeliaran ke sana ke mari hanya mencari uang. Duh.. pikiran kerdil masa kanak-kanak. Detik ini aku sendiri sudah berusia paruh baya, kakekku sudah tiada, ayahku pun sudah menyusul beliau juga. Demikianlah hidup, lahir, hidup, tumbuh, berkembang, dan kematian tak bisa kita hindarkan. Mereka kini sudah tidak mencari uang lagi, sudah tenang dalam haribaan Yang Maha Kuasa, dan kini giliranku mencari uang, saya akan menjawab pertanyaan keponakanku dengan jawaban yang sama seperti pendahuluku apa bila ada keponakanku bertanya serupa.. :) Kembali ke masalah pohon uang, ternyata uang itu bisa diibaratkan seperti pohon. Proses pencarian uang, pemilikan uang dan pembelanjaan (konsumerisme) uang pun sama seperti pohon, saya menyebutnya pohon uang. Dalam pencarian uang itu diibaratkan seperti akar pohon, dia mencengkeram tanah, mencari air dalam upaya untuk mewujudkan buah "uang", seiring dengan kuatnya pencarian maka batang pohon itu akan membesar dan meninggi, menancapkan diri di muka bumi, mengikuti fitrah, dan menghasilkan buah. Dari batangnya bermunculan ranting-ranting, dari ranting bermunculan daun-daun, dia tumbuh, hidup dan berkembang. Dari kembangnya kelak akan menghasilkan buah. Tentunya kalau putiksarinya sudah dibuahi. Ranting-ranting dan daun ini seperti konsumerisme, karena belum juga buah "uang" diterima, tetapi kebutuhan hidup sudah mendera. Demikianlah dalam kehidupan, uang yang kita peroleh 100 persen, maka kebutuhan di hadapan sudah menghadang 300 persen, sama dengan batang dan ranting itu. Mari kita tengok buah-buahan "uang" yang sudah siap untuk di petik, ada juga yang "matang pohon", yang jatuh tak jauh dari pohonnya. Buah itu tak jauh dari pohonnya, demikian menurut peribahasa. Demikian juga dengan uang, uang itu akan bergerak tidak akan jauh dari cara pemerolehannya. Uang yang diperoleh dari kutub negatip, yang berawal dari kegelapan, cara mengambilnya dengan menggelapkan, maka pengeluarannya juga tak bakalan jauh, akan memiliki isteri gelap, akan berhubungan gelap, akan dipakai dalam dunia kegelapan malam, walaupun ada listrik, mencari pengeluarannya untuk yang remang-remang.. dan seterusnya. Sebaliknya, proses pencarian uangnya dari yang jelas, halal, maka pengeluarannya juga akan hati-hati, sesuai dengan keperluan yang penting kebahagian rumah tangga di atas segalanya. Lagian, kalau bersih kenapa harus risih.. Ya-nggak-Sich! Salam, <http://ferrydjajaprana.multiply.com/>http://ferrydjajaprana.multiply.co m [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Listen to Internet Radio! Access to your favorite Artists! Click to listen to LAUNCHcast now! http://us.click.yahoo.com/_mKGzA/GARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> ================================================================= "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582. ================================================================= Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/