Titip 
Oleh TULUS SUDARTO
 
Tanpa dinyana pola dasar pergaulan sosial kita adalah titip-menitip.
Ketika mendaftar anaknya ke sebuah instansi, bapak sekadar berkata
kepada orang dalam berkedudukan strategis di lembaga itu: Aku titip si
Anu, ya. Si anak diterima. Aneka ujian jadi formalitas belaka. Setiap
partai menitipkan orangnya untuk menduduki posisi tertentu di suatu 
departemen atau BUMN. Ketika ada kenalan yang hendak pergi belanja,
dengan enak orang akan titip suatu barang untuk dibelikan.
 
Ada dua alasan mengapa orang menitip: memangkas biaya sosial yang
seharusnya dikeluarkan (alasan ekonomis) dan mencipta ruang longgar
untuk menancapkan kepekatan relasional (alasan ideologis). Sesering kita
dititipi orang lain, sesering itu pula kita menggemukkan Bank Budi yang
merupakan tabungan jangka panjang untuk satu saat kita berhak menangguk
bunga hasil titip-menitip itu.
 
Kata titip tetap akan mandul kalau kita meleset memahaminya sebagai
bahasa pergaulan sehari-hari. Ia bersifat sosial sebab tak bisa berdiri
sendiri sebagai kata selain diletakkan dalam pergaulan sosial. Tak ada
muatan arti apa pun dari titip selain merangkum pola hubungan antara
satu pihak dan pihak lain.
 
Titip ternyata terlalu sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Kamus John M Echols dan Hassan Shadily memberi definisi panjang 'entrust
something to someone for a short period'. Yang dipakai adalah kata
entrust. Oxford sendiri memberi rumusan entrust sebagai 'give something
to a person to look after'. Selebihnya diberikan contoh sana-sini untuk
menjelaskan. Kalau ke Indonesia nanti, saya titip oleh-oleh buat adik
saya (When you go to Indonesia, can I entrust a present for my sister to
you?) Seseorang yang minta titip dibelikan tiket akan berkata, Could you
pick up a 
ticket for me later? Yang hendak menitip tas akan berkata, I will leave
my bag here in your custody, okay? Kata benda titipan diterjemahkan
sebagai entrusted goods.
 
Terlalu banyak definisi mencirikan kata tersebut sulit 
dialihbahasakan. Selain nihil padanan yang persis, sangat mungkin kata
tersebut nyaris tak ada dalam kamus pergaulan sosial mereka. 
Budaya titip agaknya khas masyarakat kita saja.
Di Yogyakarta ada seorang guru besar dari Belanda yang tak bosan marah
saban mahasiswa mengumpulkan makalah hanya dengan menitipnya kepada
orang lain. Peragaan paling mencolok terjadi di lembaga pemerintahan.
Sudah lama sekali prosedur titip-menitip bersifat eksklusif sekaligus
intern. Di kalangan terbatas budaya titip sangat germinatif. Sebaliknya,
DPR cenderung alergi bila dititipi suara rakyat. Lingkaran intimitas
relasional memang sangat terjaga buat 
kebutuhan primordial saja. Yang semula bersuasana ekonomis bergeser
menjadi identitas kultural. 
Dalam lanskap inilah literatur Wittgenstein tentang permainan bahasa
afdal. Sosialitas menjadi variabel paling mumpuni dalam menentukan jenis
representasi budaya. Dan budaya titip merupakan representasi dari
sintaksis keluarga.
 
Dalam bukunya, Young Heroes the Indonesian Family in Politics, Saya
Sasaki Shiraishi menunjuk keluarga sebagai sintaksis masyarakat bangsa.
Indonesianis asal Jepang itu membuktikan bahwa ideologi keluarga dipakai
sebagai dasar bangunan bangsa. Bangsa tak lain sebuah keluarga besar.
 
Genealogi sintaks keluarga ini ditemukan pada Ki Hajar Dewantara yang
mendirikan pendidikan Taman Siswa. Slogan abadi dipakai: ing ngarso sung
tuladha ing madya mangun karsa tut wuri handayani. Dalam perjalanan,
salah tafsir terjadi atas filofosi tersebut. 

Distorsi paling gemilang dilakukan oleh rezim Orde Baru. Secara faktual
lingkaran kekuasaan begitu eksklusif. Mereka yang berada dalam kisaran
kekuasaan pasti makmur. Sistem kroni berkembang subur. Status sebagai
anggota keluarga dibuat dengan merentang sekian mata rantai relasi.
Secara ringkas, sintaksis keluarga dalam masyarakat bangsa memiliki
adagium populer demikian: untuk bisa hidup, tak boleh tak harus punya
relasi. Sintaksis keluarga menjadi sistem yang bersifat sosial.
Kesuburan praktik KKN berasal dari landasan ideologis ini.Dalam cara
tutur Stuart Hall, setiap ruang bertaraf kebudayaan. 
Representasi mengacu pada soal bagaimana dunia ini dikonstruksi dan
diejawantahkan kepada dan oleh masyarakat. Itu berarti budaya titip
menjadi representasi mentalitas pragmatisme masyarakat. Atau, lebih pas
bila dipakai istilah budaya malas. Titip-menitip lebih kuat mengarah
pada arti malas ketimbang muatan ideologis megah lainnya.
 
Tak perlulah tersinggung kalau kita disebut bangsa dengan penyakit
kemalasan akut. Terlebih lagi, kita telanjur ada dalam zona pemaknaan
leksikal: bahasa mencerminkan bangsa.
Penulis Seorang Rohaniman, Seminari Tinggi St Paulus, Yogyakarta
 
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0602/17/utama/2442966.htm
 


[Non-text portions of this message have been removed]






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Over 1 billion served! The most music videos on the web.
Click to Watch now!
http://us.click.yahoo.com/xmKGzA/IARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke