Esai ini awalnya sebuah diari, terus dimuat di Selisik Republika Jalan ke Rumah Buku Anwar Holid, pengunjung Rumah Buku WAKTU angkot Ledeng-Cicaheum penuh semua dan jalan Tamansari-Siliwangi lancar-terkendali, sementara aku kesulitan mendapat angkot, tiba-tiba aku memutuskan jalan kaki menuju Rumah Buku (Ruku). Sangat lama aku tak jalan kaki di Bandung. Dulu sekali aku dan Iwan cukup rutin jalan kaki setiap kali akhir pekan, dari Yodkali ke Sukajadi, tempat kosnya. Termasuk sangat jauh untuk sebuah jalan kaki. Aku sering juga pergi jalan kaki ke Ciumbuleuit, ke rumah kontrakan kawan-kawan di gang Rahayu I, nginap di sana. Jadi hari itu aku jalan dari Simpang, menelusuri Siliwangi, sambil memperhatikan mobil berantai mengukur jalan, perlahan-lahan, tampak gemulai menjelajahi kelokan. Di pertigaan Ciumbuleuit aku masuk ke gang Rahayu I, mencoba mengingat-ingat gang mana yang bisa membawa aku ke Hegarmanah, tempat Ruku berada. Sebenarnya aku lupa. Sudah sangat lama aku tidak pernah menelusuri jalanan bagian dalam Bandung. Aku masuk gang yang ditutupi rumah atau loteng. Sangat gelap dan kadang-kadang ternyata merupakan jalan masuk ke pintu rumah orang. Perumahan sangat padat dan gang sangat sempit. Memang ini lorong sempit, memisahkan rumah sekadar agar orang bisa jalan satu arah. Daerah itu ada di lereng, jadi gang pun makin turun, sampai aku menemukan sungai. Aku lupa nama sungai itu, yang pasti bukan Cikapundung. Dari situ aku mengikuti jalan berkelok-kelok sesuai arus sungai, kemudian naik. Aku yakin itu bukan rute yang dulu pernah aku tempuh. Rasanya aku dulu tidak menemukan jalan sungai, tapi langsung menemukan jembatan, entah di mana itu sekarang. Kini aku harus naik untuk mencapai Hegarmanah, dengan berkali-kali bertanya kepada penduduk, seperti orang tersesat. Tapi aku suka kesempatan ini. Aku berharap bisa langsung sampai di jalan bercabang yang mengapit taman sederhana, dekat gang Nataatmaja, biar jarak ke Ruku semakin dekat. Masuk Ruku, keadaan seperti biasanya: nyaman, tenang, kerap ditemani alunan jazz. Aku ingin membelanjakan uang setiap kali ke sana, entah dengan meminjam salah satu koleksi, memesan espresso, atau membeli roti. Kopi dan teh silakan bikin sendiri. Aku pikir apalah arti sedikit uang yang aku punya demi tempat sebagus ini. Aku rela, dan ingin membela. Maka meski sedikit aku selalu berusaha mengeluarkannya. Tempat ini ideal sekali untuk membaca, menulis, mendengar musik, memperhatikan obrolan, termasuk menonton dan bertemu kawan. Aku berharap tempat ini terus buka selama aku hidup dan aku bisa memberi sesuatu untuk itu. Aku mendapat banyak sekali dari sini: buku, musik, film, termasuk pertemanan, hiburan, pengetahuan, pendapatan. Yang paling sering aku lakukan di Ruku sekarang sebenarnya hanya buka-buka sembarang buku, lihat-lihat sleeve CD, menulis sesuatu. Tapi apa sebenarnya arti buku untuk diriku, yang kadang-kadang gelisah oleh persoalan kecil? Sepanjang perjalanan itu angan-anganku mengembara ke mana-mana. Tentang draft yang masih kacau dan belum selesai, rumah tangga, Ubing, Ilalang, persahabatan, kejengkelen. Bisakah semua itu aku renungkan di bangku atau sofa Ruku? Aku selalu merasa punya sedikit waktu di sana, sulit luruh dalam teks. Teks itu memang memberi aku makan, wawasan. Tapi hidup selalu lebih besar dari teks. Di sini ada banyak sekali pilihan, bahkan yang sangat asing. Aku sekadar ingin jadi bagian di tempat dalam dunia yang aku tempuh dengan sadar. Bahagia karena bisa merasakan segala fasilitas, nyaris disediakan gratis atas nama kebaikan dan layanan. Maka yang pantas aku lakukan adalah berterima kasih, bersyukur, ikut menjaga, memelihara minimal dengan yang aku bisa. Untuk tahap sangat sederhana, dengan segala kekurangan, aku perlahan-lahan melakukannya. Seperti inilah buku seharusnya dirumahkan, diperlakukan. Ruku sejauh ini merupakan tempat ideal bagiku, tempat segala hal kebutuhanku atas buku dan bacaan lain, juga seni dan musik, terpenuhi. Aku selalu ingin mengenalkan tempat ini pada siapa pun, mencoba mengasosiasikan diri dengannya, mentraktir orang--- meski jarang. Tapi dengan niat baik seperti itu pun ternyata masih kurang. Tepatnya malah keadaan itu dijadikan kesempatan orang untuk berbuat kejahatan. Sudah beberapa kali Ruku kecurian, termasuk CD player, hiasan, dan sebagainya. Aku sebal mendapati kenyataan itu. Ada begitu banyak buku di rumah ini, tapi di rumah kami pun buku yang belum dikunyah banyak sekali. Begitu juga dengan musik, ditambah film hasil kopian atau hadiah teman. Seseorang bilang semua itu ada gunanya. Ubing selalu bilang, 'Itu semua bakal ada hisabnya.' BIASANYA aku jalan kaki pulang dari Ruku ke rumah lewat Secapa---Sekolah Calon Perwira, kompleks sekolah TNI di samping perkampungan tempatku tinggal. Sebenarnya, Panorama, Hegarmanah, Ciumbuleuit, Secapa, adalah tempat main masa kecilku, tempat aku dan kawan-kawan menjelajahi setiap kemungkinan sudutnya; semua nyaris masih serupa selain tambah padat, sempit, tua, orang silih berganti datang dan mati. Kalau tidak jalan kaki aku harus kembali turun memotong jalan ke Setiabudhi lagi, buat naik angkot. Aku akan kembali menelusuri jalan naik atau turun, dibelah oleh sungai kecil lain. Bisa kurasakan naik-turun tanah ini, susunannya, karena aku adalah bagian tempat ini. Dari dahulu, tak ada tempat lain yang bisa aku katakan sebagai tempat kembali, pulang, rumah, selain di sini. Barangkali pada saatnya aku akan mati di mana saja, atau ditelan Bumi kapan saja, begitu saja, tapi selama hidup, di sinilah tempat tinggalku. Aku masih diikat secara fisik di sini, di tempat yang nyaman bagi seorang individu; tapi siapa yang tidak? Manusia bisa memilih terikat oleh apa pun, boleh terasosiasi dengan segala sesuatu, boleh nyaman dengan segala sesuatu, dan aku pikir itu sama saja nilainya. Kalau tidak, orang lain akan mengategorikannya---baik hati-hati atau sembarangan. Dengan apa orang tidak dikaitkan? Orang betul-betul hidup dalam dunia terkecilnya, dunia yang paling intim melekat pada dirinya. Lekatannya bisa yang material dan tidak. Aku begitu terikat dengan Staedtler 0.3., buku, perkawinan, tempat kerja, iman (betapapun rapuh), musik, komputer, dan kini ditambah 'Ruku'.[] dinukil dari diari, 18 Februari 2005, ditemani Miles David Quintett, Rumah Buku. Never underestimate people. They do desire the cut of truth. Jangan meremehkan orang. Mereka sungguh ingin kebenaran sejati. C Natalie Goldberg ---------------------------------------------------------------------- Esai, resensi, artikel, dan lebih banyak tulisan. Kunjungi dan dukung blog sederhana ini: http://halamanganjil.blogspot.com <http://halamanganjil.blogspot.com/>
[Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Music that listens to you. LAUNCHcast. What's in your mix? http://us.click.yahoo.com/8mKGzA/FARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> ================================================================= "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582. ================================================================= Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/