Gizi Buruk Itu Bencana!
   
  Semakin sering kita mendengar dan melihat kasus gizi buruk yang menimpa 
balita-balita di berbagai daerah. Boleh jadi, berita tentang kasus gizi buruk 
terus menerus menghiasi layar kaca televisi, sejak berita terpagi hingga berita 
tengah malam. 
   
  Sebagai gambaran, di Nusa Tenggara Barat (NTB), sepanjang tahun 2005 dinas 
kesehatan setempat mencatat 3565 kasus gizi buruk yang menimpa balita di 
Provinsi tersebut, 13 di antaranya bahkan meninggal dunia. Data lainnya 
menyebutkan, di provinsi tersebut terdapat 49.000 balita menderita gizi buruk. 
Sementara tetangganya, NTT, penderita gizi buruk sebanyak 463.370 balita. Dari 
jumlah tersebut, 51.547 balita dalam kondisi gizi kurang dan 10.897 orang dalam 
kondisi gizi buruk. Masih di Provinsi yang sama, per awal Juni 2005 terdapat 
119 kasus busung lapar yang tersebar di 12 kabupaten/kota. Jumlah tersebut 
terdiri dari 113 penderita marasmus (kekurangan karbohidrat), 5 orang penderita 
kwashiorkor (kekurangan protein), dan 1 orang penderita marasmus-kwashiorkor. 
   
  Tak hanya di dua Provinsi yang jauh di Timur, bahkan di wilayah yang dekat 
dengan pusat pemerintahan pun terdapat kasus gizi buruk, seperti di Jakarta dan 
Banten. Di Cilincing, Jakarta Utara, misalnya, lebih dari 4000 balita menderita 
gizi buruk, tak sedikit di antaranya yang sudah meninggal dunia. Belum di 
beberapa daerah lainnya di Jakarta. Banten, salah satu Provinsi baru yang 
letaknya tak jauh dari pelupuk mata pemerintah pusat pun terdapat banyak kasus 
gizi buruk. Yang lebih mencengangkan, disinyalir Banten merupakan wilayah 
dengan kasus gizi buruk tertinggi di Asia. Sehingga World Health Organization 
(WHO), badan kesehatan dunia harus menempatkan perwakilannya di Provinsi 
berpenduduk 6,5 juta tersebut. Kabupaten Lebak, salah satu kabupaten yang 
dianggap paling banyak ditemukan kasus gizi buruk di Banten. Kasus serupa juga 
ditemui di Jawa Barat dan Jawa Tengah. 
   
  Secara keseluruhan, sepanjang tahun 2005 di Indonesia tercatat 1,67 juta 
kasus gizi buruk. Meski data yang dikeluarkan Care International Indonesia 
menunjukkan angka yang lebih mengagetkan, yakni sepuluh kali dari angka yang 
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan itu. 
   
  Sayangnya, penanganan kasus gizi buruk ini terkesan lambat oleh pemerintah. 
Seolah gizi buruk bukanlah sebuah ancaman, boleh jadi gizi buruk dan busung 
lapar dianggap tak berbahaya dan bukan merupakan sebuah bencana. Sungguh ironi 
jika ternyata ada anggapan demikian, karena sesungguhnya gizi buruk bukan 
sekadar bencana, tetapi juga sebuah malapetaka yang akan berkepanjangan 
sekaligus mengancam masa depan bangsa. 
   
  Penanganan dan perhatian dari pemerintah terkesan tidak serius, kasus gizi 
buruk ini pun sedikit luput dari perhatian masyarakat kebanyakan. Sehingga 
ketika kasus ini berkali-kali muncul di televisi atau surat kabar, masyarakat 
baru tercengang, seolah tak percaya ada anak Indonesia menderita gizi buruk. 
Padahal, kasus ini sudah berlangsung sangat lama dan bertahun-tahun. 
   
  Tak seperti pengangan bencana alam yang serius, pemerintah dan segenap 
masyarakat begitu cepat mengirimkan bantuan bagi para korban bencana. Tidak 
demikian dengan kasus gizi buruk, tak terlihat iring-iringan kendaraan 
memberikan bantuan pangan, tak terlihat tim medis khusus layaknya yang 
dikirimkan ke lokasi bencana alam, tak nampak antusias masyarakat dan ribuan 
elemen masyarakat bahu membahu menyorongkan bantuan, baik melalui lembaga 
kemanusiaan atau datang langsung ke lokasi bencana. 
   
  Padahal, sebuah ancama lost generation terpampang jelas di depan kita. Bangsa 
Indonesia diyakini akan kehilangan generasi-generasi yang cerdas, mandiri, 
tangguh dan tak berketergantungan. Jika gizi buruk tak ditangani serius, 
sebagian generasi bangsa ini akan menjadi generasi yang loyo, memiliki 
keterbelakangan mental, tak mandiri dan selalu berketergantungan. Bahkan bisa 
disebut, generasi yang dihasilkan dari kasus-kasus gizi buruk ini adalah mereka 
yang kelak hanya akan menjadi beban negara. Sebuah harga mahal yang harus 
dibayar negeri ini, lebih mahal dari dari biaya penyelamatan yang sebenarnya 
bisa kita mulai sejak dini. 
   
  Masihkah kita tak menganggap kasus gizi buruk ini sebagai bencana? relakah 
jika negeri ini di masa depan akan banyak dihuni oleh generasi terbelakang? 
Sebelum semuanya terlambat, mari bahu membahu bersama ACT-Aksi Cepat Tanggap 
dalam program "Ayo Peduli Rawan Pangan 2006; Operasi Gizi Busung Lapar" dengan 
tema; "Selamatkan Balita Kita, Selamatkan Bangsa". 
   
  ***
  Bantuan Anda bisa disalurkan melalui rekening kemanusiaan ACT- Aksi Cepat 
Tanggap : 
  BCA  676 0 30 31 33, Mandiri 128 000 4593 338, Syariah Mandiri 101 0001 114, 
Muamalat 304 0023 015, BNI Syariah 009 611 0239 (semua rekening atas nama 
Yayasan Aksi Cepat Tanggap)
   
  Informasi: Bayu Gawtama (0852 190 68581), 021-7414482 ext 117 atau klik 
www.aksicepattanggap.com 
   

                
---------------------------------
Yahoo! Mail
Bring photos to life! New PhotoMail  makes sharing a breeze. 

[Non-text portions of this message have been removed]





=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke