apakah semua ibu di era millenium ini, yg gaul, yg funky, yg pinter dandan, yg 
karier, jdi bgini ...?
  memprihatinkan ... miris gw bacanya ....

Ida arimurti <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  SUARA PEMBARUAN DAILY 
  _____  


Agar Anak Tak Salah Asuhan 

"PAPA...Papa masih sama Mama, kan? Kenapa Papa nggak tinggal sama Mama?
Kok di rumahMama tidur sama Om Roy, nggak pakai baju?" 
  
Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut mungil Anastasia. Anak
lugu itu tak lagi dapat menyembunyikan keingintahuannya. Andre, sang
ayah hanya terdiam membisu. Pikirannya menerawang jauh. Berhadapan pada
dua pilihan sulit, Andre berada pada posisi terjepit. Bercerai, Andre
tak setuju. Jika anak telantar, dia pun tak mau. 
  
"Agama Kristen melarang keras perceraian. Tetapi saya berhadapan pada
dua pilihan pelik dan menyakitkan. Jika saya tidak bercerai, pendidikan
dan masa depan anak-anak saya akan telantar. Saya harus memilih dari dua
pilihan berat itu," kata Andre memberi kesaksian di tengah diskusi yang
diselenggarakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jakarta,
baru-baru ini. 
  
Anak-anak sering kali menjadi korban dari sengketa suami-istri. Demikian
pula, kasus Andre yang menikah dengan Nina (bukan nama sebenarnya, Red)
pada tahun 1991. Namun, setelah mengarungi rumah tangga bersama, tahun
1996, mereka berpisah karena orang ketiga. Meskipun belum resmi
bercerai, Andre dan Nina sudah pisah rumah. Dua anak mereka yakni
Anastasia dan Anatalia dirawat Nina. Tetapi, kemudian Anatalia diasuh
oleh kerabat sang istri. 
  
Setelah perceraian resmi pada tahun 2000, dampaknya pada anak-anak mulai
mengkhawatirkan. Dalam satu pertemuan, Anastasia mengadu kepada ayahnya.
Dia sering melihat sang ibu tidur bersama dengan pria bernama Roy. 
Bahkan tak jarang, Anastasia berada satu kamar dengan mereka. Sementara
itu, si bungsu Anatalia yang dititipkan di kerabat sang istri pun makin
terasing dari orangtua kandungnya. 
  
"Saya khawatir pendidikan mereka terabaikan. Jika terus bersama ibunya,
perkembangan jiwa anak saya akan terganggu karena berada di lingkungan
yang tidak baik. Saat ini saja, saya melihat Anastasia sudah jauh 'lebih
tua' dari usianya," ujar Andre yang pernah gagal mendapat hak asuh
hingga Mahmakah Agung (MA). 
  
Ketakutan 
Pengalaman nyaris serupa juga dialami Nirina (6, bukan nama sebenarnya,
Red). Bocah perempuan itu anak seorang artis dari mantan pengacaranya.
Seperti penuturannya kepada sang ayah, ia menyaksikan banyak hal yang
tidak senonoh saat bersama ibunya. Si ibu kandung begitu bebas
bergonta-ganti pasangan. Berinteraksi dengan banyak orang dewasa yang
asing membuat si anak kerap ketakutan. 
  
"Pernah satu kali, mereka bertiga tidur dalam satu kamar. Nirina sampai
tak berani bangun meskipun terpaksa harus menahan air kecil. Anak ini
sampai takut sekali ke kamar mandi. Kadang jika mereka sudah di dalam
kamar, Nirina terpaksa tidur di ruang tamu," tutur sang ayah. 
  
Meskipun diasuh ibu kandung, si ayah khawatir anaknya berada dalam
lingkungan keluarga yang tidak baik. Gaya hidup ibu kandung itu telah
mengabaikan perkembangan mental dan moral anak. Apalagi Nirina sering
mengeluh suasana gaduh karena rumah dipakai pesta judi dan narkoba. 
  
"Semula, hak asuh dibagi rata. Lima hari, ia dengan ibunya, dua hari
dengan saya. Lalu komposisi itu berubah menjadi enam -satu hingga malah
tujuh -nol. Bahkan akhirnya saya hanya bisa bicara di telepon. Untung
kemudian saya dibantu oleh KPAI sehingga pengadilan memutuskan hak asuh
ada di saya," ujarnya. 
  
Eksploitasi 
Sekalipun berprofesi pengacara, ayah si bocah itu mengeluhkan pula
kerumitan hukum hak asuh anak. Diakui, status hubungannya dengan si
artis yang tanpa ikatan pernikahan menjadi salah satu penyebab. Was-was
si anak bakal terpengaruh lingkungan dan gaya hidup bebas ibunya, ia pun
berusaha mendapatkan hak asuh. 
Alhasil tindakan itu memicu sengketa perebutan yang sempat menjadi
"santapan" banyak media hiburan. Kini setelah hak asuh si anak dipegang
sang ayah, si ibu kandung masih berniat merebutnya lagi. Kali ini, tidak
lagi melibatkan preman dan oknum tentara, tapi lewat sebuah pengadilan
negeri. 
  
"Bagaimana mungkin saya mempercayakan pendidikan anak saya kepadanya?
Kasihan Nirina, selama tinggal dengan ibunya, dia ketakutan terus. Suatu
hari, saya pernah tengok, saat harus berpisah ia malah terus memeluk
saya erat- erat dan menangis tidak ingin ditinggal," tuturnya. 
  
Di sisi lain, menurut pria itu, pengadilan cenderung memihak ibu sebagai
pemegang hak asuh. Padahal, sang ibu belum tentu layak mendapatkannya.
Apalagi dulu si ibu selalu mengeluhkan tunjangan yang dianggap kurang,
dan cenderung memanfaatkan si anak untuk mengeksploitasi para pria agar
diberi uang. 
  
Pada acara yang sama, seorang ayah bernama Teddy juga memberi kesaksian
memilukan. Setelah bercerai, dia tak dapat melihat anaknya karena dibawa
mantan istri ke rumah orangtuanya. Namun, dalam beberapa minggu saja,
Teddy mendapati kepala anaknya luka akibat dipukul gelas oleh ibu
kandung. Selain sering dimarahi, anak itu rupanya kerap dipukuli. Teddy
pun terpaksa mengadukan peristiwa itu ke KPAI. 
  
Hak Anak 
Mengomentari kasus perebutan hak asuh anak, pakar hukum yang juga
Anggota Komisi Ombudsman Nasional Erna Sofwan Sjukrie mengatakan hak
asuh anak memang hak mutlak orangtuanya. Tetapi kuasa asuh anak sama
sekali bukan hak mutlak orangtua. Jika orangtua dianggap tidak mampu,
negara akan mengambil kuasa hak asuh anak tersebut. 
  
"Kendala utama perlindungan anak adalah tidak ada kewenangan hukum pada
KPAI. Seorang anak tidak bisa mengajukan pengaduan atas tindak kekerasan
orangtuanya. Laporan hanya bisa dilakukan oleh orang luar. Tetapi
masalahnya anak itu mungkin sudah menderita dipukuli atau bahkan mati
seperti kasus Arie Hanggara beberapa tahun lalu," tambahnya. 
  
Erna mengatakan perceraian tidak ada hubungannya dengan hak asuh anak.
Bagaimanapun kedua orangtua tetap mempunyai hak untuk mengasuh. Namun,
sebaiknya, hak-hak anak jangan sampai terabaikan. Jika dianggap gagal,
negara mencabut kuasa asuhnya. Mungkin pengadilan cenderung melimpahkan
hak asuh anak kepada keluarga kerabat jika orangtua dianggap tidak
mampu. 
  
Sementara itu, Direktur Bina Pelayanan Anak Departemen Sosial Makmur
Sunusi memang mengaku perlindungan hak anak di Indonesia masih lemah
karena banyak persoalan. Salah satu yang termasuk penting adalah
ketiadaan Pengadilan Anak. Bahkan UU No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak nyaris tidak diaplikasikan. Depsos pun masih menerima
banyak pengaduan dan laporan atas tindak kekerasan pada anak dan
perdagangan anak. 
  
"Jika orangtua melalaikan kewajibannya, negara dapat mengatur bentuk
alternatif orangtua pengganti seperti orangtua asuh, wali atau
pengasuhan orangtua angkat. Selama dalam pengasuhan, anak berhak
mendapat perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi, penelantaran,
kekerasan, penganiayaan, dan ketidakadilan," tambahnya. 
Makmur menjelaskan jika orangtua, wali atau pengasuh anak melakukan
segala bentuk perlakuan yang melanggar, pelaku akan dikenakan hukuman
pemberatan. Ketentuan pidana telah diatur dalam pasal 77, 78,80-84 dalam
UU No 23 tentang Perlindungan Anak. 
  
PEMBARUAN/UNGGUL WIRAWAN 

                
---------------------------------
Yahoo! Messenger with Voice. Make PC-to-Phone Calls to the US (and 30+ 
countries) for 2ยข/min or less.

[Non-text portions of this message have been removed]





=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke