TEMPAT WISATA DI BANDUNG
OBSERVATORIUM BOSSCHA : "WISATA" ILMIAH ASTRONOMI
Sampai sekarang, keberadaannya tak dirancang sebagai tempat rekreasi.
Namun melalui perjanjian, kita dan anak-anak bisa masuk ke dalam
observatorium ini untuk menikmati wisata ilmiah astronomi. 
Dulu, sekitar tahun '20, pernah diadakan pertemuan perhimpunan ilmu
bintang Hindia Belanda (Nederlandsch-Indische Sterrenwacht) di lobi
hotel Savoy Homan, Bandung. Dalam pertemuan itu, diputuskan rencana
pembangunan sebuah observatorium bintang yang tangguh di Hindia Belanda.
Pencarian lokasi pun dilakukan. Pilihan jatuh di salah satu pegunungan
Anak Tangkuban Parahu, kurang lebih 15 km ke arah utara dari pusat kota
Bandung. 
Kala itu, lokasi tersebut dipilih karena jauh dari keramaian. Asal tahu
saja, keramaian yang biasanya ditingkahi cahaya lampu bangunan, lampu
mobil dan lampu jalanan bisa mengganggu proses pengamatan ke luar
angkasa. Selain bebas dari polusi cahaya, tempat ini pun dianggap
mempunyai ketinggian sangat ideal, yaitu 1300 m di atas permukaan laut.
Dari situ pemandangan ke arah timur, barat, utara dan selatan menghampar
luas sehingga pengamatan dapat dilakukan secara leluasa. 
Baru pada 1928, bangunan beratap kubah yang dirancang arsitek KCPW
Schoemaker ini, resmi berdiri. Bangunan itu dinamakan Observatorium
Bosscha untuk menghormati sang penggagas yang juga menyandang dana
pembangunannya, yaitu Karel Albert Rudolf Bosscha. Beliau seorang
pengusaha perkebunan teh di Malabar yang sangat mencintai ilmu
pengetahuan, terutama astronomi. Dengan uangnya, Bosscha membiayai
pembelian teropong yang saat itu sama modernnya dengan teropong-teropong
lain di luar Hindia Belanda. Kini, Observatorium Boscha dikelola
Departemen Astronomi ITB. 
PROGRAM OBSERVATORIUM BOSSCHA 
Selain digunakan untuk penelitian serta pengembangan keilmuan astronomi,
Observatorium Bosscha juga digunakan sebagai sarana pendidikan publik di
bidang astronomi. Makanya, tempat ini terbuka bagi siapa saja. Dari situ
diharapkan akan makin banyak orang Indonesia, khususnya generasi
penerus, yang tertarik menggeluti dunia astronomi. "Juga, sebenarnya
kegiatan pengabdian pada masyarakat sudah merupakan program kerja
Obeservatorium Bosscha sejak dulu," ujar Dr. Moedji Raharto, Direktur
Observatorium Boscha Departemen Astronomi FMIPA-ITB. 
Untuk melayani pengunjung awam, Bosscha menyediakan penerangan mengenai
ilmu astronomi secara global. "Penjelasannya dibantu dengan slide show
dan alat-alat peraga agar mudah ditangkap." Dengan begitu, pengunjung
bisa mendapat gambaran mengenai gugusan bintang, rasi bintang, tata
surya, hingga galaksi di jagat raya dan pergerakan-pergerakan anggota
tata surya serta bintang-bintang secara sederhana. Selanjutnya,
pengunjung diajak mengenal astronomi secara langsung dengan menggunakan
teropong. 
Yang terbesar adalah teropong Zeiss, beratnya mencapai 17 ton. Kita
boleh bangga memilikinya karena teropong refraktor ganda ini merupakan
salah satu teropong terbesar di dunia. Empat teropong lainnya yang lebih
kecil adalah teleskop Bamberg, teleskop Schmidt-Bimasakti, teleskop
Goto, dan teleskop Unitron. 
Pengunjung jangan takut pusing atau "bakal enggak nyambung", sebab siapa
pun yang mengajukan pertanyaan akan dijawab dengan penjelasan mendetail
yang disampaikan dalam bahasa populer. "Bahkan, supaya pengunjung lebih
puas, kami menyediakan note book tentang Observatorium Bosscha yang
isinya menerangkan sejarah hingga keterangan teropong yang terdapat di
sini," tambah Moedji. 
ANAK TK PUN BOLEH 
Tak hanya itu, Observatorium Bosscha yang open house dari Selasa hingga
Sabtu dengan program kunjungan siang dan malam, siap, lo, menerima
kunjungan anak TK. "Sudah tentu pendampingan dan penjelasan kepada
mereka tidak sama dengan yang dilakukan terhadap pengujung dewasa atau
remaja. Taraf pengetahuan mereka masih sangat terbatas, apalagi soal imu
astronomi," ungkap Moedji. 
Itu sebab, pendamping yang menemani anak-anak dipilih yang bisa dekat
dengan mereka agar seluruh informasi bisa diberikan secara efektif dan
mengena. Caranya, penjelasan dijabarkan secara sederhana dan benar-benar
konkret, hingga bisa ditangkap nalar anak. Misal, "Bintang terang karena
mempunyai atau mengeluarkan cahaya sendiri seperti matahari. Bulan
tampak bercahaya karena dia memantulkan cahaya dari matahari," demikian
Moedji memberi contoh. 
Rupanya, pihak observatorium menyadari betul, transfer ilmu astronomi
harus dilakukan kepada anak-anak TK sekalipun. "Dengan begitu informasi
akan tertanam dalam diri mereka yang nantinya bisa mendorong anak-anak
menggeluti dan mengembangkan ilmu astronomi. Bukankah pengenalan ilmu
pengetahuan lebih baik diberikan sejak dini?" lanjut Moedji. 
Bagaimana, Bu-Pak, tertarik? Jika ya, kita harus menghubungi dulu pihak
Observatorium Bosscha jauh-jauh hari sebelumnya. Kunjungan bisa terdiri
atas perorangan ataupun rombongan dengan jumlah maksimal 150 orang.
Untuk perorangan dikenakan biaya Rp 5.000-Rp 10.000, sedangkan rombongan
Rp 100.000-Rp 450.000. Pun kita bisa memilih mau ikut program siang atau
malam. Asyik, kan? 
Ditambah lagi, selain mengamati luar angkasa, kita pun bisa "menikmati"
arsitektur peninggalan pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang masih
utuh fisiknya. Hanya saja, seperti yang disesalkan Moedji, seiring
berkembangnya jaman, keberadaan Observatorium Bosscha semakin terdesak
oleh pemukiman penduduk. Tak pelak, langit yang menaungi kubah bangunan
bersejarah itu kini terpolusi oleh cahaya. 
Observatorium Bosscha-Departemen Astronomi ITB 
Lembang-Bandung 40391 
Telp/Fax: (022) 278 6001 
e-mail: [EMAIL PROTECTED] 
web-site: www.bosscha.itb.ac.id
Gazali Solahuddin.Foto: GZ(nakita) 
LITTLE FARMER: LAHAN AGROWISATA TEMPAT BERMAIN & BELAJAR
Di tempat ini, anak-anak tidak hanya bisa menikmati asyiknya bercocok
tanam dan beternak tapi juga segarnya susu murni dan ranumnya buah
stroberi. 

Sekilas tidak ada yang asing dari lahan agrowisata yang terletak di kaki
gunung Tangkuban Perahu ini. Seperti halnya lahan pertanian lain, Little
Farmer (LF) merupakan lahan perkebunan yang luas. Beragam buah-buahan
dan sayuran seperti wortel, selada, lobak, tomat, stroberi, anggrek, dan
arbei ditanam di lahan seluas 28 hektar ini. Sementara udara dingin yang
menusuk tulang membuat para pengunjung enggan melepas mantel tebalnya. 
Suasana wisata sudah mulai terasa saat memasuki gerbang LF. Aneka
tulisan warna-warni yang berfungsi sebagai penunjuk jalan, juga penataan
lahan dan fasilitas yang ada membuktikan LF bukan lahan pertanian biasa.

Fauzan Rahimi, salah seorang instruktur, menuturkan, LF dibangun tahun
1996 secara tak sengaja. Saat itu, perkebunan yang berada di bawah
perusahaan farmasi Bio Farma mendapat kunjungan dari salah satu TK yang
berlokasi di Bandung. "Pihak sekolah ingin mengenalkan anak didiknya
bagaimana tanaman tumbuh dan berkembang. Selain ingin melihat secara
langsung bagaimana memanen aneka tanaman dan buahan-buahan tersebut,"
tutur pria yang masih kuliah di Fakultas Pertanian UNPAD ini. 
Berangkat dari pengalaman itulah pihak Bio Farma melalui koperasi
karyawannya berniat mengubah lahan pertanian mereka menjadi lahan
edukasi pertanian bagi anak-anak. Akhirnya, pada bulan Oktober 2001
lahan agrowisata tersebut secara resmi dibuka untuk umum dengan nama
"Little Farmer". "Kami ingin membawa anak-anak mengenal sejak dini
proses bercocok tanam, beternak hewan dan memanen." 
WISATA TERNAK YANG MENGAGUMKAN
Saat ini LF memiliki 25 kandang sapi, 100 kandang kelinci, dan belasan
kandang hamster. Anak-anak yang berkunjung akan ditemani seorang
instruktur. Banyaknya instruktur tentu disesuaikan dengan jumlah
pengunjung. Biasanya seorang instruktur mendampingi 10-15 anak.
Kunjungan dimulai dengan mengajak anak-anak yang dibagi secara
berkelompok untuk melihat-lihat aneka ternak. 
Selama perjalanan, pengunjung cilik akan mendapat segudang informasi
mengenai ternak yang ada di kandang. Saat berada di area peternakan
sapi, contohnya, selain boleh mencicipi susu murni, instruktur akan
menerangkan bagaimana kehidupan hewan memamah biak ini, termasuk apa
makanannya dan bagaimana sistem reproduksinya. 
Mayoritas pengunjung menunjukkan antusiasme dengan ikut memberi makan
dan mengelus-elus sapi-sapi di situ. Meski ada juga yang terlihat
ketakutan saat baru mendekatinya. Bahkan ada pula yang langsung ingin
pulang hanya karena tak kuat mencium bau tak sedap kotoran sapi. 
Dari kandang sapi, mereka akan diajak menyaksikan dari dekat kehidupan
keluarga kelinci. Ada kelinci yang berbulu seperti singa, atau kelinci
amerika yang memiliki aneka warna menarik, dan ada kelinci belanda yang
berwarna abu-abu. Anak-anak umumnya tak bisa menyembunyikan kekaguman
mereka pada binatang imut ini. Terlebih saat diperlihatkan keluarga
hamster, spontan mereka berlomba-lomba ingin mengelus-elus binatang yang
mirip tikus ini. 
WISATA KEBUN YANG MENARIK 
Selain wisata ternak, anak-anak juga mendapat informasi lengkap tentang
bagaimana bercocok tanam. Di sini mereka akan diajak menelusuri lahan
perkebunan wortel. Menariknya, pengunjung bukan sekadar mendapatkan
teori, tapi juga turun langsung menanam bibit wortel yang diawali
menggali tanah, memasukkan bibit, kemudian kembali menguburkannya.
Bahkan diajarkan pula bagaimana agar bibit wortel tersebut bisa tumbuh
dengan baik, yakni dengan menyiram dan memberinya pupuk di lahan yang
ditanami wortel tadi. 
Anak-anak lantas diajak ke kebun wortel yang sudah siap panen. Di
hadapan tanaman wortel yang berjajar rapi, mereka mendapat penjelasan
mengenai daun, batang, dan akar wortel. Merasa tidak tahu harus berbuat
apa, mereka kemudian serentak menanyakan bagaimana caranya memanen
wortel. Apakah dengan dipetik, ditarik daunnya atau dicabut sampai ke
akarnya. 
Selesai memanen, bocah-bocah cilik itu kemudian dengan bangga memamerkan
wortel merah hasil cabutannya. Jepret...jepret... bidikan kamera poket
yang dibawa para guru segera mengabadikan momen tersebut. 
Usai berkeliling, pengunjung bisa menyantap olahan sayur mayur yang
ditanam di LF. Tentu saja selera makan mereka jadi tergugah karena makan
siang disajikan di sebuah saung terbuka dengan pemandangan alam air
terjun Curug Cimahi yang dikelilingi hutan pinus. 
AKTIVITAS MENANTANG
Tidak hanya itu. Di LF anak-anak juga bisa melakukan aktivitas lain yang
menantang seperti outbound. Salah satunya Flying Fox yang memungkinkan
pengunjung cilik meluncur dari satu pohon ke pohon lainnya hanya dengan
menggunakan tali. Anak-anak pun bisa menyusuri aliran sungai di kaki
bukit Tangkuban Perahu. Sementara jembatan goyang yang bisa membuat
anak-anak basah oleh percikan air membuat mereka semakin dekat dengan
alam. Kalau mau, anak-anak juga bisa menikmati indahnya pemandangan
sekeliling LF dengan berkuda.
Demi kelancaran kegiatan, pihak LF meminta peserta yang akan berkunjung
menghubungi petugas LF beberapa hari sebelum kedatangan. Perlu dicatat,
kantor LF buka setiap hari Senin sampai Jumat mulai pukul 16.00.
Sedangkan khusus Sabtu dan Minggu dari pukul 07.30 sampai pukul 14.00.
Saeful Imam. Foto: Ipoel/nakita
Alamat: Little Farmer
Jl. Kolonel Masturi 339, Cisarua, Cimahi Atau Contact Person Dandi
Budiman HP. 08122498955 dan 08122312926
BELAJAR EKSAKTA JADI MUDAH & MENARIK DI PUSPA IPTEK
"Belajar matematika, fisika dan kimia? Ogah, ah, pusing!" Begitu jawaban
sebagian besar murid yang terkesan "alergi" terhadap ilmu-ilmu eksakta
yang dianggap teramat sulit. 
Padahal boleh jadi penyampaian materi yang kurang menarik merupakan
salah satu penyebabnya. Bukankah selama ini murid lebih sering dicekoki
berbagai rumus fisika ketimbang melihat keajaiban alam yang ditimbulkan
oleh efek fisika tersebut. Berangkat dari keprihatinan semacam itulah,
perumahan Kota Baru Parahyangan (KBP) berinisiatif membangun sebuah
gedung yang mampu mengundang anak tertarik pada ilmu-ilmu eksakta. 
Dalam gedung yang dinamai Puspa Iptek tersebut terdapat beberapa
peragaan atraktif mengenai ilmu-ilmu alam. "Misi kami memang membuat
kota mandiri berwawasan pendidikan. Soalnya, pendidikan, kan, sangat
penting bagi setiap orang. Baik selagi ia masih kecil, setelah beranjak
dewasa maupun sudah memasuki usia tua," jelas Buddy Indrasakti, Chief
Promotion KBP. 
Di sektor formal KBP sudah membangun sarana-sarana pendidikan "resmi".
Di antaranya TK dan SD Al-Azhar Syifa Budi, TK St. Aloysius dan art
centre Bale Seni Barli pimpinan Barli Sasmitawinata. Sedangkan di sektor
nonformal, KBP membangun Pusat Peragaaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
atau yang disingkat dengan Puspa Iptek. 
Selain itu, gedung Puspa Iptek yang memiliki luas 700 M2 ini dinyatakan
MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai jam matahari pertama sekaligus
terbesar di Indonesia. Hanya dengan mengitari gedung tersebut dan
melihat bayangannya, kita bisa tahu jam berapa saat itu. Sementara jam
matahari itu sendiri merupakan jam tertua yang juga merupakan dasar
pemahaman mengenai astronomi. 
MEMUKAU PENGUNJUNG 
Menurut Indra, di komplek perumahan ini nantinya akan dibangun
taman-taman bertema yang mampu menambah wawasan anak. Contohnya taman
bertema transportasi yang memungkinkan anak mengenali alat-alat
transportasi seperti kereta api, perahu, mobil-mobilan hingga pesawat
terbang sebagai wahana bermain ataupun sekadar pajangan. Begitu juga
taman bertema astronomi di mana pengunjung bisa menjumpai pesawat
antariksa, astronom, bahkan makhluk planet seperti Alien. 
Menurut Koordinator Puspa Iptek Joko Santoso, di dalam gedung ini
setidaknya terdapat 65 alat peraga yang berkaitan dengan ilmu fisika dan
kimia, baik optik maupun mekanik. Yang pasti, lanjut Joko, alat-alat
yang ditampilkan rata-rata memiliki keunikan yang bisa membuat penasaran
pengunjung lalu selanjutnya menumbuhkan minat belajar ilmu-ilmu alam.
"Banyak siswa yang semula 'alergi' pada pelajaran ilmu-ilmu alam lantas
jadi suka setelah melihat-lihat alat-alat peraga ada di sini," ujar
Joko. 
Contohnya adalah pengunjung yang bisa dengan tenang dan merasa aman-aman
saja mengendarai sepeda. Padahal sepeda tersebut meluncur beberapa meter
di atas lantai melewati sebuah kabel yang tipis. Bak pertunjukan sirkus,
tentu saja adegan tersebut jadi amat memukau pengunjung. Lalu pemandu
akan menjelaskan bahwa hal itu bisa terjadi akibat pengaruh gaya fisika.
Menurut Joko, selama beban pengendara lebih kecil dari beban di bawah
sepeda, maka sepeda tersebut akan meluncur dengan aman tanpa si
pengendara takut terjatuh karena titik pusat berat berada di bawah
sepeda. 
Bukan cuma itu. Lewat Puspa Iptek pun, para pelajar bisa memperdalam
keilmuan eksakta yang didapatnya di sekolah. Kalau di sekolah mereka
hanya mendapat teori- teori yang abstrak, di sini mereka bisa
berinteraksi langsung dengan contoh-contoh konkret. "Umumnya siswa
datang ke sini berbekal tugas sekolah lalu di sini aktif mengerjakan
tugas-tugas tersebut." 
Agar pengunjung dapat mencoba alat-alat yang tersedia, pihak pengelola
telah menyediakan petunjuk penggunaan alat beserta dasar teori mengapa
alat tersebut bisa berjalan. Makanya, di sisi masing-masing alat peraga
terdapat petunjuk "tekan tombol ini" lalu "tekan tombol" dan seterusnya.
Kalaupun masih mengalami kesulitan, pengunjung bisa menghubungi pemandu
yang selalu siap membantu. Biasanya, lanjut Joko, "pengunjung kita
tertibkan dulu dalam barisan lalu kita beri pengarahan dan petunjuk
bagaimana menggunakan alat-alat peraga tersebut." 
JAUHKAN KESAN SERIUS 
Sambutan masyarakat terhadap Puspa Iptek yang terbuka untuk umum ini
diakui Indra maupun Joko cukup luar biasa. Dengan jam kunjungan Sabtu
dan Minggu mulai pukul 09.00 sampai 16.00 WIB, Puspa Iptek telah
mencatat 22.000 pengunjung selama 8 bulan sejak dibuka 11 Mei 2002 lalu.
Dengan harga tiket masing-masing sebesar Rp 4.000 untuk anak-anak dan Rp
5.000 untuk dewasa, Puspa Iptek mampu menyedot pengunjung dari berbagai
kota di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Salatiga, Jambi, bahkan
Ambon. 
Joko berharap di tahun-tahun mendatang, Puspa Iptek yang diresmikan
Mendiknas Prof. Malik Fajar dan Menristek Ir. Hatta Rajasa ini lebih
banyak dikunjungi. Apalagi Mendikbud sudah mencantumkan pelajaran Wisata
Iptek dalam kurikulum sekolah. "Setidaknya sekolah-sekolah akan
mewajibkan siswanya mengunjungi museum wisata iptek semacam ini." 
Puspa Iptek pun rencana ke depannya akan selalu mengembangkan diri.
Termasuk menambah alat peraga, mengadakan lomba cipta alat peraga,
disamping mengadakan event-event berwawasan iptek. "Akhir Februari, kami
akan menyelenggarakan Parahyangan Fun Science untuk anak-anak SD kelas 4
hingga 6. Meski merupakan lomba iptek, acara ini dikemas semenarik
mungkin hingga jauh dari kesan serius." 
Pusat Peragaaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Jl. Raya Padalarang No. 427 Bandung 40553 
Telp. (022) 680 7777 
Saeful Imam. Foto-Foto Istimewa 
 
SAUNG ANGKLUNG MANG UDJO : BISA MAIN LAGU POP
Buktinya, lagu-lagu Sherina dan Joshua pun bisa dimainkan dengan
angklung. 
Ternyata angklung bukan cuma milik orang desa, lo. Salah satu buktinya,
kini banyak anak termasuk anak-anak bule yang belajar di Saung Angklung
Mang Udjo (SAMU). Sanggar yang merupakan tujuan wisata di Bandung itu,
kini dikelola Syam Udjo, salah seorang pewaris SAMU. Ia sendiri sibuk
mengajar ke berbagai sekolah yang mengundang dirinya untuk mengajar
angklung. "Hampir seluruh SD di Bandung dan sebagian Jabar punya
pelajaran khusus musik angklung. Guru-guru dari luar Jawa pun banyak
yang belajar di sini," ujar Syam Udjo. Bahkan ia sering diminta mengajar
angklung di Jakarta International School (JIS). "Minat anak-anak belajar
musik angklung sangat tinggi." 
Padahal, di tahun 70-an kebanyakan peminat hanyalah orang dewasa.
Anak-anak merasa malu jika belajar angklung. Soalnya, permainan angklung
identik dengan pengamen jalanan yang suka memanfaatkan angklung sebagai
alat mencari uang sehingga anak-anak lebih suka main gitar. "Tapi
setelah diadakan inovasi terhadap musik angklung, termasuk pengubahan
nada, mereka mulai tertarik." 
DARI PEMBUAT KE PENGAJAR 
Menurut Syam Udjo, SAMU berdiri secara tidak resmi tahun 1959-1960.
Awalnya, keluarga Mang Udjo hanya membuat angklung saja. "Sejak kecil,
kami diajari ayah bagaimana mengubah batangan bambu menjadi alat musik
tradisional. Lambat laun kami pun ingin belajar memainkannya. Kan,
enggak lucu, bisa membuat alat musik, tapi tidak mampu memainkannya,"
papar Syam Udjo 
Akhirnya, sang ayah, Mang Udjo (alm.) pun belajar angklung ke Daeng
Sutigna yang memiliki sekolah angklung di Bandung. Bahkan saat Daeng
pergi ke Australia, Mang Udjo-lah yang mengambil alih pengelolaan
angklung di sekolahnya. 
Daeng pulalah yang mengubah angklung dari musik pengiring atau backsound
hingga menjadi sebuah lagu tunggal, seperti lagu yang dibawakan Sherina
atau Joshua. Nadanya pun sudah bisa ke oktaf lebih tinggi. 
Mulailah, kesenian yang mulanya hanya dimainkan di dalam keluarga,
menarik perhatian para tetangga. "Mereka pun antusias bergabung bermain
bersama kami. Memang angklung lebih semarak jika dimainkan bersama-sama.
Kadang-kadang setelah berlatih, kami menyusuri jalan raya untuk
memainkan angklung biar lebih semarak," kenangnya. 
Walaupun kini sibuk mengajar seni angklung, keluarga Mang Udjo tetap
membuat alat musiknya, bahkan kini diekspor ke mancanegara.
"Bahan-bahannya didatangkan langsung dari Jampang Kulon, yaitu bambu
hitam. Pemilihan bambu ini hanya pertimbangan estetika saja. Sebenarnya
bambu biasa pun bisa, kok." 
Yang jelas, pembuatan angklung hanya bisa dilakukan orang-orang dewasa
saja. "Anak-anak hanya diterangkan dari aspek teoritis, berupa tahapan
pembuatan angklung." Sebab, tuturnya, disamping memerlukan ketelitian,
pembuatan angklung cukup rawan jika dikerjakan anak-anak. Pasalnya,
pembuatannya menggunakan pisau sangat tajam. "Jadi cukup berbahaya buat
anak-anak." 
MELESTARIKAN SENI TRADISIONAL 
Menurut Syam Udjo, motif pendirian SAMU bukan semata-mata bisnis, tapi
lebih untuk melestarikan kebudayaan tradisional angklung. "Setiap sesi
'kursus' hanya dipungut bayaran 50 ribu rupiah." Bila ingin menikmati
pertunjukan angklung dipungut bayaran Rp 25.000 (turis lokal) dan Rp
35.000 (turis asing). Pertunjukan ada setiap hari pukul 09.00 dan 16.00
WIB. 
Jika ingin belajar, anak-anak akan bergabung dengan pemain-pemain lama
yang sudah mahir. Selain belajar cara membunyikan, anak juga belajar
memegang, membaca dan melihat angka nada angklung. 
Hanya saja, untuk bisa menggetarkan angklung dengan baik, menurut Syam,
baru bisa dilakukan setelah kelas 4 SD. "Anak TK hingga kelas 3 SD,
kemampuan tangannya masih sulit untuk menghasilkan bunyi angklung dengan
bagus." Jadi untuk mereka, sekadar mengenalkan dan mencintai budaya
angklung saja. "Prinsipnya baru belajar bermain terlebih dahulu,
memahirkannya nanti saja." 
Untuk anak-anak ini, pengajaran yang dilakukan memang berbeda dengan
orang dewasa. "Dunia anak adalah dunia bermain, maka mereka tidak bisa
belajar serius, tapi harus lewat cara bermain. Konsentrasinya juga
terbatas. Belajar belum terlalu lama, eh, mereka langsung kabur atau
mengobrol dengan teman-temannya." Karena itu, Syam berusaha menghibur
anak-anak dengan cara membiarkannya bermain beberapa saat. Setelah puas
barulah diajari angklung lagi. 
Saung Angklung Mang Udjo,
Jl. Padasuka no. 118 Bandung,
Telp. (022) 727 1714
Saeful Imam. Foto: Ipoel/nakita 
MUSEUM GEOLOGI BANDUNG: MEMAJANG KERANGKA T-REX
Setinggi apakah T-Rex, mengapa gunung bisa meletus, atau bagaimana jalan
tol bisa terbelah dua? Temukan jawabannya di Museum Geologi Bandung
(MGB). 
Di museum MGB kita akan menemukan berbagai koleksi benda-benda geologi.
Kurang lebih, ada 60.000 koleksi fosil, dan 250.000 koleksi batuan serta
mineral. Untuk menambah daya tariknya, MGB juga memajang kerangka tiruan
T-Rex (Tyranosaurus Rex) yang dibuat di Kanada tahun 1998. Reptil
bertinggi lebih dari lima meter tersebut sampai kini cukup menyedot
banyak pengunjung, terutama anak-anak yang tertarik pada dinosaurus. 
Tak terkecuali, fosil-fosil hewan maupun manusia purba yang ditemukan di
tanah air juga menjadi koleksinya. "Tapi kebanyakan fosil yang terdapat
di sini merupakan replika, karena fosil aslinya masih digunakan untuk
bahan penelitian para ahli. Seperti fosil kerbau yang ditemukan di
sungai Bengawan Solo atau fosil manusia yang ditemukan di Sangiran,"
papar Drs. Dwi Agoes Herryanto, staf informasi MGB. 
MENJAWAB PERTANYAAN 
Sebagai tempat belajar yang menarik, MGB menjawab segala pertanyaan
seputar kegiatan bumi, berikut bahan dan sisa makhluk hidup yang
tersimpan di dalamnya. Mengapa gunung meletus? Mengapa tanah longsor?
Mengapa ada gempa bumi? Atau, mengapa pergeseran lapisan bumi bisa
membelah jalan tol, meruntuhkan gedung-gedung, serta mengguncang
daratan? Materi pengetahuan ini juga berguna bagi orang tua. Siapa tahu,
anak bertanya kepada kita di lain waktu. 
"Tanpa terasa, sebenarnya hidup kita tak lepas dari unsur geologi ini.
Dari gelas untuk minum, komputer yang kita pelototi setiap hari, juga
mainan yang banyak kita berikan pada si kecil, semua ternyata mengandung
unsur geologi. Semua bahan gelas, plastik, atau bahan bakar berasal dari
bahan-bahan yang terdapat di dalam bumi," tutur Dwi yang bermaksud
menggambarkan betapa dekatnya kita dengan disiplin ilmu ini. 
Untuk menunjukkan bahan-bahan yang dikandung bumi, MGB memamerkan
berjenis-jenis batuan dan mineral yang diambil dari bumi pertiwi.
Sebagian, dijual sebagai suvenir museum dalam bentuk pernak-pernik
hiasan. Kalau mau, pengunjung dipersilakan mengambil foto koleksi
museum. Numpang difoto juga boleh. 
Tak cuma itu, di sini kita juga bisa mendapatkan cerita tentang
perkembangan sejarah bumi. Dimulai dari pembentukan bumi hingga
munculnya berbagai makhluk hidup, seperti dinosaurus, manusia kera,
hingga manusia seperti kita sekarang ini. Untuk menjelaskan semuanya,
MGB menyediakan tenaga pemandu. 
Pengunjung yang berstatus pelajar disediakan lembar kerja berisi
pertanyaan tentang museum. Siswa bisa minta bantuan kepada pemandu dalam
menjawab pertanyaan. Dengan adanya lembar kerja siswa ini, anak-anak
digiring mengeksplorasi museum dengan tertib, tidak berlari-larian atau
banyak bercanda. 
PENGUNJUNG TK DITERANGKAN GURU 
Khusus untuk rombongan TK, pihak museum biasanya hanya akan menjelaskan
materi kepada guru-guru. Selanjutnya guru-gurulah yang akan menjelaskan
ke anak didiknya, bukan pemandu museum. "Terus terang, kami punya
hambatan dalam berkomunikasi dengan anak-anak TK, apalagi kalau harus
mengatur mereka. Guru, kan, lebih mengenal anak didiknya. Mereka juga
lebih tahu metode menjelaskan yang terbaik," aku Dwi. "Topik yang
diberikan umumnya juga sebatas pengenalan umum dinosaurus dan gunung api
yang meletus." 
Mengenai tarif, museum yang diresmikan tahun 1929 oleh pemerintah Hindia
Belanda ini menerapkan biaya Rp 2.000 untuk umum dan Rp 1.500 untuk
pelajar. Bila datang dengan rombongan, pelajar hanya dikenai Rp 1.000. 
MGB buka dari Senin hingga Kamis antara jam 09.00-15.00 WIB, sedangkan
Sabtu dan Minggu setiap pukul 09.00-13.00 WIB. Khusus hari Jumat dan
hari libur nasional tutup. "Museum ini tutup karena kami juga perlu
merawat benda-benda koleksi di sini." 
Museum Geologi Bandung 
Jl. Diponegoro 57 Bandung 40122 
Telp. (022) 720 3205 
nakita 
 


[Non-text portions of this message have been removed]





=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke