Keamanan Pangan pada Sayuran

Sayuran sebagai produk pertanian mempunyai rantai perjalanan yang
panjang dari tempat produksi hingga siap dikonsumsi. Selama dalam
perjalanan tersebut terdapat pengaruh lingkungan yang memungkinkan
terjadinya ketidakamanan pangan.
Sayuran umumnya dikonsumsi dalam bentuk sudah dimasak, namun banyak pula
yang dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan. Penyajian lalapan
mentah relatif mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Lalapan mentah
juga mempunyai cita rasa khas yang mungkin tidak tertandingi oleh
lalapan masak. Suku Sunda di Jawa Barat bisa dikatakan penggemar lalapan
mentah nomor satu, sehingga restoran-restoran Sunda selalu menyediakan
lalapan mentah sebagai menunya.
Sayuran komersial saat ini sering disemprot pestisida untuk mencegah
gangguan hama. Kalau penyemprotannya dilakukan menjelang panen tentu
akan membahayakan konsumen lalapan mentah. Oleh karena itu mencuci
lalapan mentah dengan air mengalir sebelum dikonsumsi mutlak diperlukan.

Lalapan mentah mempunyai risiko besar untuk terkontaminasi jasad renik,
misalnya telur cacing gelang. Kontaminasi ini dapat membawa dampak
kesehatan yang kurang menguntungkan. Sayuran yang kelihatan bersih dan
segar belum tentu suci dari jasad renik. Ada sebagian masyarakat yang
menganut prinsip bahwa sayuran yang mempunyai tanda-tanda bekas dimakan
ulat lebih aman daripada sayuran yang mulus. Sayuran yang mulus berarti
mengandung cukup pestisida sehingga ulat tidak berani menempel, dan
pestisida ini jauh lebih berbahaya daripada ulat ataupun telur ulat.
Tetapi bagi restoran atau perhotelan, sayuran bekas dimakan ulat tentu
saja akan merusak citra menu yang disajikan.
Pencucian dapat mengurangi atau bahkan menambah jasad renik (telur
cacing gelang) tergantung pada cara pencucian, jenis sayuran dan mutu
air pencuci. Sayuran daun mempunyai permukaan yang berlekuk daripada
sayuran buah sehingga telur cacing gelang yang menempel pada sayuran
daun lebih sulit dibersihkan. (Tabel 1) Terlihat bahwa sampel kubis
ternyata lebih banyak yang terkontaminasi telur cacing gelang
dibandingkan pada ketimun. Permukaan ketimun yang lebih halus daripada
kubis mengurangi kemungkinan ketimun terkontaminasi telur cacing gelang.

Sementara itu meskipun telah dilakukan pengupasan pada daun terluar
kubis, ternyata masih ada kecenderungan bahwa kubis mengandung
kontaminan telur cacing gelang lebih banyak.
Di Jakarta dengan semakin banyaknya industri membuka peluang
tercemarinya tanah dan sungai, sehingga air sungai tidak dapat
dimanfaatkan lagi untuk keperluan hidup sehari-hari. Limbah industri
seringkali sulit dalam pengelolaannya karena polutan yang terkandung di
dalamnya terdiri dari berbagai unsur, termasuk logam berat dan
kadang-kadang bersifat toksik. Logam berat seperti Hg, Pb, Cd, dan Cr
sebenarnya tidak dikehendaki keberadaannya dalam tubuh organisme.
Petani sayuran di Jakarta dengan keterbatasan sumberdaya lahan dan air
terpaksa memanfaatkan lokasi yang sudah tercemar untuk menanam sayuran
komersial. Logam berat dari lahan dan air tercemar akhirnya menempel
pada sayuran dan selanjutnya kita konsumsi.
Umumnya tanaman secara alami mengandung logam berat dalam jumlah yang
sangat kecil. Variasi konsentrasi ini tergantung pada bagian tanaman
yang dianalisis dan faktor lingkungan.
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kandungan timah hitam (Pb) pada
sayuran yang ditanam di Jakarta ternyata lebih tinggi daripada yang
ditanam di luar Jakarta (Tabel 2). Hal ini karena petani sayuran di
Jakarta menanam sayuran di tanah yang kontaminasi Pb-nya tinggi demikian
pula air penyiramnya.
Sayuran yang terkontaminasi Pb dan kemudian dikonsumsi secara
terus-menerus menyebabkan terakumulasinya Pb di dalam tubuh. Keracunan
Pb akan terjadi apabila kandungannya dalam darah mencapai 100-120 ug/dl
darah. Gejala khas keracunan Pb adalah konstipasi, gangguan pencernaan,
paralisis pada lengan dan kelesuan.
Sayuran adalah sumber vitamin dan mineral. Sayuran berdaun hijau tua
kaya akan mineral dan vitamin A. Meskipun zat besinya tergolong
nonheme-iron yang tidak mudah diserap tubuh, namun bagi masyarakat
menengah ke bawah, sayuran menjadi andalan dalam memberikan kontribusi
mineral bagi tubuh. Masyarakat menengah ke bawah ini umumnya tidak mampu
mencukupi kebutuhan gizinya dari sumber pangan hewani yang konon kaya
pada zat besi heme-iron yang mudah diserap tubuh.
Anjuran gizi menyebutkan agar kita mengkonsumsi minimal lima porsi
sayuran dan buah setiap hari. Ini berarti sayuran sebaiknya selalu
tersedia pada waktu sarapan, makan siang, maupun makan malam.
Manfaat sayuran bagi kesehatan telah terdokumentasi secara baik. Sayuran
golongan crucifera seperti kubis, sawi, dan brokoli berguna untuk
mencegah kanker. Ketika mantan Presiden AS George Bush mengatakan, I
hate brocoli, maka dia segera mendapatkan protes dari sebagian
masyarakatnya yang telah sadar gizi. Namun, di samping sisi baiknya, kol
(kubis) juga dikenal sebagai sayuran yang menghasilkan gas sehingga
menimbulkan rasa kembung perut apabila mengonsumsinya terlalu banyak.
Demikian pula diketahui bahwa kol juga dapat menyebabkan gangguan
penyerapan yodium. Jadi, bisa dikatakan bahwa beberapa jenis sayuran
ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi sangat bermanfaat bagi kesehatan,
dan di sisi lain dapat mendatangkan gangguan kesehatan (terutama bila
dikonsumsi berlebihan).
Manfaat lain dari konsumsi sayuran adalah kandungan seratnya yang
tinggi. Serat sering disebut the forgotten nutrient (zat gizi yang
dilupakan) karena pada awalnya kita tidak mengetahui fungsi serat yang
umumnya tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan manusia. Baru ketika
diketahui bahwa serat berguna untuk melancarkan pembuangan, menurunkan
kolesterol, mengurangi risiko penyakit jantung, dan mencegah kanker
colon, maka serat semakin disadari sebagai sesuatu yang sangat
dibutuhkan oleh manusia.
Hasil penelitian Puslitbang Gizi Bogor menyebutkan bahwa konsumsi serat
rata-rata orang Indonesia adalah 10,5 gram. Anjuran gizi menyarankan
asupan serat 20-30 gram per hari. Jadi, benar kalau dikatakan bahwa
orang Indonesia kurang serat. Padahal, sayuran dan buah-buahan sumber
serat tumbuh subur di Indonesia. Harganya pun tidak terlalu mahal
dibandingkan dengan pangan lain seperti pangan hewani. Jadi, tampaknya
masyarakat perlu mendapat informasi lebih banyak tentang manfaat sayuran
sehingga konsumsi seratnya bisa ditingkatkan.
Dalam hal konsumsi sayuran ini, maka kesadaran gizi mutlak diperlukan.
Masyarakat Indonesia rasanya tidak mempunyai kendala ekonomi untuk
mengonsumsi sayuran lebih banyak. Hanya pola budaya dan kebiasaan makan
yang harus diperbaiki sehingga sayuran akan menjadi menu sehari-hari
bagi seluruh anggota keluarga.
Kesadaran gizi perlu ditunjang dengan pemahaman tentang masalah sanitasi
sehingga cara pengolahan sayuran di tingkat rumah tangga bisa lebih aman
dan memenuhi syarat kesehatan. Membiasakan mengonsumsi sayuran mentah
sebagai lalap sebenarnya masih berisiko untuk mengalami gangguan
kesehatan. Mencuci pada air mengalir kemudian mengukus atau merebus
sayuran adalah cara aman untuk mengonsumsi sayuran secara sehat. Pihak
industri saat ini juga sudah memproduksi cairan pencuci sayuran yang
dapat membunuh kuman. Pada dasarnya semua pihak, baik petani maupun
konsumen, harus waspada bahwa sayuran bisa menjadi salah satu pemicu
gangguan kesehatan, kecuali sayuran tersebut ditanam, dipanen, dan
diolah dengan baik sehingga memenuhi syarat-syarat keamanan pangan.

Prof Dr Ali Khomsan Dosen Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga IPB



[Non-text portions of this message have been removed]






=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================




SPONSORED LINKS
Radio stations Station


YAHOO! GROUPS LINKS




Reply via email to