Renungan : Mementingkan Diri 

( KH Abdullah Gymnastiar )

 

Saudaraku, hidup akan terasa nikmat, ringan, dan bahagia tatkala kita
memahami 

tiga prinsip utama dalam hidup. Prinsip pertama, kita hidup di dunia hanya 

sementara tidak untuk selamanya. Dunia hanya sarana, bukan tujuan utama. 

Akhiratlah tujuan utama kita. Prinsip kedua, kita terlahir ke dunia tidak 

membawa apa-apa, dan saat kembali pun kita tidak membawa apa-apa (selain
amal). 

Semua yang kita miliki hanya sekadar titipan, yang sewaktu-waktu bisa
diambil pemiliknya.

 

Prinsip ketiga, setiap perbuatan akan kembali pada pembuatnya. 

Tidak akan pernah tertukar. Inilah yang akan kita bahas. 

Kita tidak akan mempertanggungjawabkan perbuatan orang lain. 

Kita hanya akan mempertanggungjawabkan perbuatan kita sendiri.

 

Saudaraku, ketika kita mampu menghayati prinsip ini, maka kita akan 

lebih mudah mengetahui nasib kita di kemudian hari. Saat melakukan
keburukan, 

maka keburukan pula yang akan kita peroleh. Saat melakukan kebaikan, 

maka kebaikan pula yang akan kita dapatkan. 

Imam Ibnu Atha'ilah menuliskan dalam kitab *Hikam*, 

"Tidak berguna bagi Allah taatmu dan tidak mudharat pada Allah maksiat 

(dosa)mu, dan sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat taat dan melarang 

kamu dari maksiat (dosa), sebab semuanya adalah untuk kepentinganmu
sendiri".

 

Kemahamuliaan Allah pun tidak akan berubah sedikit pun dengan ketaatan 

atau pun kemaksiatan yang kita lakukan. Kita sendiri yang akan merasakan
akibatnya. 

Dalam hadis qudsi Allah SWT berfirman, "Wahai hamba-Ku, andaikan orang yang
pertama 

hingga terakhir dari kamu, para jin dan manusia semua bertakwa, maka yang
demikian 

itu tidak menambah kekayaan-Ku sedikit pun. Dan sebaliknya jika kamu
melakukan 

sejahat-jahat perbuatan, maka yang demikian itu tidak mengurangi kekuasaan 

kerajaan-Ku sedikit pun, kecuali sebagai kurangnya air laut jika diambil
dengan jarum.".

 

Maka, yang terpenting dalam hidup adalah diri kita sendiri. 

Semuanya harus diawali dari diri sendiri. Sebelum memikirkan orang lain, 

pikirkan diri kita terlebih dulu. Sebelum mengubah orang lain, 

ubahlah diri kita terlebih dulu.

Sebelum mencerdaskan orang lain, cerdaskanlah diri kita terlebih dulu. 

Saat kita lebih fokus kepada orang lain, dan mengabaikan diri sendiri, 

maka semua yang kita lakukan tidak akan maksimal, bahkan bisa mencelakakan.

 

Dalam konteks ini, mengutamakan bukan berarti egois. 

Justeru untuk mengikis sikap egois diri. Egois adalah berbuat sesuatu 

untuk kepentingan diri, walau harus merugikan atau mengorbankan orang lain. 

Kita memperbaiki diri, memperhatikan diri, mencerdaskan diri kita tujukan 

untuk kemanfaatan orang lain. Kita mencari sebanyak mungkin harta, 

bukan untuk memuaskan nafsu, tapi untuk mendistribusikannya bagi banyak
orang. 

Kita belajar mati-matian, bukan untuk membodohi diri, tapi untuk mengajar
orang 

lain agar bisa pintar. Pun juga, kita memperbaiki diri, bukan untuk
kebanggaan, 

tapi agar bisa mengubah orang lain jadi lebih baik.

 

Saudaraku, inilah kesuksesan yang hakiki. Sukses kita bukan sukses sendiri, 

tapi bisa menyukseskan orang lain. Bukankah, *khairunnaas anfa'uhhum linnaas
*; 

sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain?

Semoga kita termasuk jenis manusia ini. Amin.

 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke