Harusnya himbauannya jadi seperti ini :
"Pemuda/i Muslim kembalilah ke Masjid!!"
tanpa harus mengkotak-kotakkan NU, Muhammadiyah dll.

Walaupun saya bukan pengurus atau partisipan partai yg dimaksud, tapi saya 
melihat partai itu adalah yg terbaik aktivitas dan kepeduliannya, juga 
aktivisnya.

M Tri Agus 
YM! tri_agus38
Skype agustri10
http://tsuga.multiply.com
http://vnettri.blogspot.com
  ----- Original Message ----- 
  From: dimas bagus 
  To: idakrisnashow@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, November 29, 2006 11:03 AM
  Subject: Re: Ida Arimurti Anak Muda NU, Kembalilah ke Masjid ?


  Saya anak muda NU, saya bangga dengan parpol yang telah "membajak" mesjid 
saya. Mereka orang Islam, saudara seakidah. Ternyata mereka itu terorganisir , 
tidak tradisional, tidak hanya sholat melulu, tidak hanya dzikir dimesjid 
melulu, mereka sholat di tempat musibah-musibah sambil membantu para korban, 
mereka berdzikir dalam karya nyata. 
  Mereka bukan NU bukan Muhamaddiyah, tidak Shiah , tidak Sunni, mereka orang 
Islam. Bukan jamannya lagi membanggakan golongan2, tidak jamannya lagi 
menyebut2 masih keturunan darah biru. Siapa saja yang berjuang untuk kebaikan 
dan masih sesuai Al Quran dan Sunnah, mari kita dukung !

  Kalaupun ada orang yang mengatakan mereka telah "membajak" mesjid, itu hanya 
istilah yang dibuat agar berkesan negatif terhadap kegiatan sosial mereka, 
bukankah Rasulullulah SAW mengatur kegiatan masyarakatnya dari mesjid ?
  Kalau kesan "membajak" sudah melekat di kepala anda maka orang itu dengan 
mudah akan mengeluarkan statement berikutnya "rebut kembali mesjid kita, 
hancurkan mereka !!" nah tercapailah tujuan orang itu tanpa kita sadari karena 
kita bangga dengan golongan kita bukan mengutamakan Islam.

  "Radikalisme" kata yang tepat untuk mengesankan bahwa Islam itu konyol, tidak 
kompromi, pake ransel isinya bom ! hua hahaha ....
  Ingat kisah Bilal (semoga Rahmat Allah besertanya), dia tidak mau menukar 
imannya walaupun disiksa, dijemur,ditindih batu . Mana mungkin dia mampu 
seperti itu, kecuali dia punya akidah yang kuat.
  Pembinaan akidah Islam yang kuat merupakan dakwah Rasulullah SAW yang paling 
utama. Mereka yang tidak menginginkan Islam menyebutnya "radikalisasi" biar 
kesannya seram dan menakutkan.

  Saya anak muda NU, saya tidak merasa mesjid saya di "bajak", saya justru 
merasa mesjid saya "dimakmurkan" dengan kegiatan sosial yang nyata, itu yang 
saya rasakan, dan saya akan dukung itu.
  Kecuali nanti bila ada kegiatan mereka keluar dari Al Quran dan Sunnah maka 
saya akan tegas menolak mereka.

  Mohon maaf bila ada kata-kata yang tidak berkenan.

  perdamaian perdamaian 
  perdamaian perdamaian
  banyak yang cinta damai
  tapi perang makin ramai ... (lagi nyanyi nih ! ) 

  Anak Muda NU, Kembalilah ke Masjid!

  Masjid tidak hanya tempat bersujud kepada Sang Pencipta. Lebih dari itu
  masjid juga berfungsi sebagai ruang publik bagi umat Islam di sekitarnya
  untuk bersilaturahmi, bertukar gagasan dan bahkan mengembangkan kemandirian
  ekonomi umat.

  Di pojok-pojok desa dan gang-gang kecil tengah kota, kehadiran masjid
  merupakan sebuah oase yang memberikan kesegaran ruhani bagi masyarakat
  sekitarnya. Para musafir yang ingin beristirahat sejenak pun dapat singgah
  sebentar di masjid.

  Saya teringat masa kecil dulu di pinggiran Jakarta dimana setiap selesai
  maghrib, suasana musholla di dekat rumah saya pun ramai oleh celotehan
  bocah-bocah cilik yang sedang mengeja alif ba ta didampingi seorang ustadz
  muda.

  Namun pada bulan ramadhan, saya dan sejumlah teman selalu teliti melihat
  daftar imam shalat tarawih. Ada seorang imam tua yang tidak bisa cepat dalam
  memimpin shalat tarawih, maka kami pun pasti "hijrah" ke masjid atau
  musholla lain yang imam tarawihnya terkenal "express". Maklumlah, shalat
  tarawih di daerah saya tidak ada yang 11 rakaat, semuanya 23 rakaat yang

  -mungkin- jadi penanda bahwa masjid atau musholla tersebut berkultur NU.

  Jadi, satu-satunya pilihan hanyalah teliti mencari musholla atau masjid yang
  imamnya "express".

  Pada setiap peringatan hari besar Islam, kami, para remaja masjid tampak
  bersusah payah menyelenggarakan peringatan tersebut. Pada hari ahad,
  biasanya kami berkeliling kampong untuk memohon sumbangan kepada warga untuk
  kesuksesan acara tersebut. Tidak lupa, kami bersama-sama kerja bakti
  membersihkan musholla.

  Pusat aktivitas kami, para remaja adalah di sekitar musholla. Setiap sore,
  para remaja bermain bola sampai ketika adzan maghrib berkumandang
  menggantikan peluit tanda pertandingan harus berakhir.

  Namun, itu dulu, ketika "politik" hanya boleh sampai di Daerah Tingkat II.

  Kini, ketika sejumlah partai politik "turun ke bawah", suasana itu
  pelan-pelan hilang.

  Sebuah partai politik yang melabeli dirinya sebagai "partai dakwah" pelan
  tapi pasti berusaha "menduduki" musholla kami. Sekitar tahun 1999, saya
  terhenyak melihat lembaran jadwal imsakiyah ramadhan yang ditempel di
  musholla kami berlabel partai dakwah tersebut. Rupanya ada teman saya yang
  menjadi aktivis partai tersebut.

  Ketika banjir besar melanda Jakarta tahun 2002 dan daerah saya juga terkena,
  musholla kami tersebut dijadikan posko banjir oleh partai dakwah tersebut.

  Spanduk besar warna putih berlogo partai tersebut tampak menghiasi pagar
  musholla kami.

  Itulah sekelumit ingatan tentang sebuah musholla kecil di dekat rumah saya
  di pinggiran Jakarta. Terus terang, sejak mulai berkuliah di UI dan menjadi
  kaum urban di Depok sejak 1995, saya sudah jarang berjamaah dan
  bersilaturahmi di musholla tersebut.

  Pada 2004, kembali saya terhenyak ketika si partai dakwah meraih suara
  mayoritas di Jakarta tidak terkecuali di daerah saya mengalahkan partai lain
  yang secara tradisional mempunyai konstituen setia.

  Tulisan ini tidak bermaksud menyebarkan kebencian terhadap si partai dakwah
  tersebut. Saya hanya mencoba introspeksi seberapa besar kesalahan saya
  sehingga musholla kami sebagai tempat ibadah yang seharusnya menaungi
  segenap aspirasi umat bisa "dibajak" oleh sebuah partai.

  Mungkin karena saya terlalu sibuk beraktivitas di Depok, maka musholla dan
  umat di sekitar rumah saya abai dan luput dari perhatian.

  Fenomena musholla di dekat rumah saya ternyata terjadi juga di daerah lain.

  Masdar F. Mas'udi mensinyalir bahwa sejumlah masjid dan musholla dengan
  kultur NU telah "dibajak" oleh kelompok Islam lain yang notabene tidak
  sesuai dengan sikap moderatisme yang diusung NU. Kiai Masdar dalam beberapa
  komentarnya di NU Online menjelaskan fenomena "pembajakan" masjid dan
  musholla sebagai bagian dari usaha "meradikalisasi" umat Islam Indonesia
  yang sebagian besar berkultur NU (Baca: *ahlus sunnah wal jamaah*)

  Walhasil, pikir saya -sesudah membaca komentar kiai Masdar- tentu bukan
  salah para aktivis Islam radikal tersebut bila mereka mencoba "merebut"

  masjid dan musholla berkultur NU. Yang paling bersalah jelas adalah
  orang-orang seperti saya yang dengan bangga melabeli dirinya dengan julukan
  anak muda NU namun hanya sibuk berwacana, berpolitik, ber-LSM namun abai
  terhadap masjid dan musholla di sekitar rumahnya. Ya Allah. Ampunilah kami,
  anak muda NU. WaLlahu a'lam.

  (Alfanny)

  [Non-text portions of this message have been removed]


  ---------------------------------

  Real people. Real questions. Real answers. Share what you know.

  [Non-text portions of this message have been removed]



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to