Salah Penggunaan, Fatal 
Tidak semua orang tahu bahwa antibiotik tidak boleh
dikonsumsi sembarangan. Tak semua orang tahu bahwa
bila hal itu dilakukan, akibatnya justru fatal,
apalagi hanya untuk penyakit-penyakit ringan.
Ibaratnya, ingin membunuh satu orang mestinya cukup
dengan pistol, tapi digunakan bom yang bisa
menghancurkan penduduk satu kota. Selain tidak tepat
penggunaan, dampak yang lebih jauh adalah bakteri
dalam tubuh justru menjadi kebal.

Pengamalan Veronika mungkin bisa jadi pelajaran.
Perempuan 30 tahun itu suatu ketika menderita penyakit
infeksi saluran pencernaan. Oleh dokter, dia diberi
antibiotik. Dua minggu kemudian, kondisi Veronika
berangsur membaik. 

Satu bulan kemudian, penyakitnya kambuh. Namun, dia
enggan periksa ke dokter. Dia pun memutuskan membeli
antibiotik yang sama dengan resep yang diberikan
dokter sebulan sebelumnya. "Penyakitnya sama. Jadi,
saya pikir obatnya juga sama," ujarnya.

Bukan sembuh, perut Veronika justru semakin sakit dan
mual. Setelah dua hari tidak kunjung membaik, akhirnya
dia memutuskan pergi ke dokter. Benar saja, antibiotik
yang diminumnya tidak sesuai untuk pengobatan
penyakitnya yang sekarang. "Kata dokter, bila penyakit
saya sembuh dan kambuh lagi, bukan berarti obatnya
harus sama," ujar wanita yang bekerja di sebuah
perusahaan asuransi itu.

Mungkin saja, pengalaman Veronika pernah terjadi pada
yang lain. Sebab, masyarakat kerap tidak menyadari
bahwa antibiotik tidak boleh digunakan secara
sembarangan. Sedikit kena penyakit flu, minum
antibiotik. Kena demam dihantam dengan antibiotik.
Gatal-gatal diberi antibiotik. Sakit kepala juga
ditangkal dengan antibiotik.

"Padahal, tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik.
Antibiotik hanya digunakan untuk infeksi," ujar Prof
Dr Kuntaman SpMK, ahli mikrobiologi RSU dr Soetomo.
Misalnya, infeksi saluran kemih, sinusitis berat, atau
radang tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus
(salah satu jenis bakteri). 

Kuntaman menjelaskan, bahan antibiotik pertama
ditemukan Alexander Fleming pada 1928. Kemudian, pada
1940-an antibiotik mulai digunakan secara luas. Waktu
itu, ahli scientist dunia memprediksi, dengan
ditemukannya antibiotik, pada 1960-an dunia diprediksi
bersih dari penyakit infeksi. 

Namun, bukannya penyakit infeksi teratasi, justru
jenis bakteri baru muncul akibat resistensi terhadap
penggunaan antibiotik. Bahkan, pada 1990, kata
Kuntaman, di beberapa belahan dunia pernah terjadi
post antibiotika era. Suatu keadaan yang antibiotik
tidak berfungsi lagi. "Waktu itu, di antara 20 jenis
antibiotik yang ada, hanya satu yang bisa mengobati
penyakit infeksi,"jelasnya.

Pada 2001, World Health Organization (WHO)
menyampaikan keprihatinan yang tinggi terhadap
perkembangan bakteri resisten. WHO pun menyatakan
global alert atau perang melawan bakteri resisten. 

Kuntaman juga mengungkapkan, penelitian di dua rumah
sakit besar di Jawa Timur dan Jawa Tengah pada 2001
menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik secara tidak
bijak mencapai 80 persen. Kasus di RSU dr Soetomo,
lanjut Kuntaman, angka resisten terhadap antibiotik
lini pertama (penyakit infeksi ringan) bisa mencapai
90 persen dan lini kedua (infeksi sedang) mendekati 50
persen. Dalam disertasinya yang dirilis beberapa waktu
lalu, Kuntaman juga menyebutkan, angka bakteri
penghasil extended spectrum beta lactamase (ESBL,
jenis bakteri yang sulit diobati) mencapai 29 hingga
36 persen. "Bandingkan dengan Belanda yang angkanya
kurang dari satu persen," sebut pria yang bekerja di
laboratorium mikrobiologi RSU dr Soetomo itu.

Karena itu, bila antibiotik tidak digunakan secara
tepat, post antibiotika era diprediksi bisa terjadi
pada masa depan. "Bayangkan saja, bila tidak ada satu
pun obat yang mampu mengatasi penyakit infeksi,"
ujarnya. 

Menurut Kuntaman, tingginya penggunaan antibiotik di
rumah sakit akan meningkatkan angka resistensi bakteri
di tempat itu. "Yang pada akhirnya menyulitkan
terapi," tegasnya. Bahkan, bakteri lebih mudah mutasi,
yang berarti lebih cepat resisten terhadap berbagai
antibiotik. 

Prof dr R Bambang Wirjatmadi MS MCN PhD SpGK, pengajar
gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair,
menjelaskan, antibiotik adalah obat yang dapat
digunakan untuk membunuh kuman, virus, cacing,
protozoa, dan jamur. "Biasanya, jika mengalami sakit
dan disebabkan beberapa hal tersebut, obatnya
antibiotik," ujar Bambang. 

Tidak hanya itu. Antibiotik dibutuhkan saat seseorang
sakit disertai demam. Jika sakitnya tidak disertai
demam, belum tentu mereka membutuhkan antibiotik. 

Agar tidak sembarangan dalam penggunaannya, sebaiknya
masyarakat mengetahui jenis antibiotik. Di antaranya,
tetracyclin yang digunakan untuk infeksi, sakit gigi,
dan luka. Jenis chloramphenicol digunakan untuk
penyakit tifus. Jenis griseofulfin digunakan untuk
membunuh jamur serta combantrin untuk membunuh cacing.


Ada juga narrow spectrum,yang berguna untuk membunuh
jenis bakteri secara spesifik. Antibiotik yang
tergolong narrow spectrum adalah ampicillin dan
amoxycilin. Jenis kedua ialah broad spectrum untuk
membunuh semua jenis bakteri di dalam tubuh.
"Dianjurkan untuk menghindari mengonsumsi antibiotik
jenis ini," jelasnya.

Sebab, jenis antibiotik itu juga membunuh bakteri
lainnya yang sangat berguna untuk tubuh. Antibiotik
yang termasuk kategori itu adalah cephalosporin.
Penyakit yang disebabkan virus tidak dapat diberikan
antibiotik. Misalnya, sakit flu atau pilek. Sebab,
antibiotik tidak dapat membunuh virus karena virus
dapat mati sendiri, asal daya tahan tubuh penderita
meningkat atau membaik. Meski begitu, dalam
perkembangannya, saat ini ada antibiotik yang
dikembangkan untuk membunuh virus. 

Menurut Bambang, penggunaan antibiotik tidak pada
tempatnya dan berlebihan dapat membahayakan kesehatan.
Misalnya, mengakibatkan gangguan saluran pencernaan
(diare, mual, muntah). "Efek samping ini sering
terjadi," ujar alumnus FK Unair itu. 

Selain itu, penderita bisa mengalami reaksi alergi.
Mulai yang ringan seperti ruam dan gatal hingga berat
seperti pembengkakan bibir, kelopak mata, sampai
gangguan napas. "Karena itu, apabila memiliki alergi,
sebaiknya hati-hati dalam penggunaan penycillin.
Sebab, bisa jadi dia juga alergi dengan antibiotik
tersebut," ujar pria asal Wonogiri, Jawa Tengah, itu.

Efek yang terjadi bisa ringan hingga berat. Pasien
bisa mengalami anaphylatic shock atau shock karena
penggunaan antibiotik tersebut. Lebih berbahaya lagi,
obat itu juga bisa mengakibatkan kelainan hati.
Seperti diketahui, antibiotik memiliki bahan dasar
kimia. Selain berfungsi membunuh kuman, bahan kimia
tersebut harus dinetralkan tubuh supaya aman. Caranya
adalah dengan memecah bahan kimia itu. 

Nah, hati atau lever bertugas memecah bahan kimia
tersebut. Namun, bila diforsir terus-menerus, hati
bisa rusak. 

Pemakaian antibiotik yang berlebihan (irrational) juga
dapat menimbulkan efek negatif yang lebih luas (long
term). Irrational use, lanjut Bambang, dapat membunuh
kuman yang sebenarnya baik dan berguna di dalam tubuh.
Akibatnya, tempat yang semula ditempati bakteri baik
akan diisi bakteri jahat. 

Kemudian, pemberian antibiotik yang berlebihan akan
mengakibatkan bakteri-bakteri yang tidak terbunuh
mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resisten
terhadap antibiotik. Kejadian itu biasa disebut
superbugs. "Jenis bakteri yang awalnya dapat diobati
dengan mudah oleh antibiotik ringan, apabila
antibiotiknya digunakan secara irrational, jadi
memerlukan antibiotik yang lebih kuat," jelasnya.

Karena itu, saran Bambang, masyarakat harus paham soal
antibiotik. Selain itu, sebelum mengonsumsi, harus
tahu aturannya. Baik waktu pemakaian maupun dosis.
Dengan demikian, pemakaian bisa dilakukan secara tepat
dan rasional.

Menurut dia, hal itu harus mendapat perhatian dari
kalangan medis. "Termasuk, upaya pemerintah dalam
melakukan pengawasan di lapangan supaya antibiotik
tidak beredar secara bebas," ujarnya.

Pemakaian antibiotik yang tidak benar kerap dipicu
dengan dijualnya obat tersebut secara bebas di pasar.
"Inilah yang mesti dikendalikan pemerintah," tegasnya.
(titik andriyani/ratih pramita)



 
____________________________________________________________________________________
Do you Yahoo!?
Everyone is raving about the all-new Yahoo! Mail beta.
http://new.mail.yahoo.com

Kirim email ke