Renungan Ida Arimurti : 

Self Esteem, Self Confidence, Pride

 

Dua orang lelaki yang datang bertamu ke rumah seorang bijak tertegun

keheranan. Mereka melihat si orang bijak sedang bekerja keras. Ia mengangkut

air dalam ember kemudian menyikat lantai rumahnya. Keringatnya deras

bercucuran. Menyaksikan keganjilan ini salah seorang lelaki ini bertanya,

"Apakah yang sedang engkau lakukan hai orang bijak?"

 

Orang bijak menjawab, "Tadi aku kedatangan serombongan tamu yang meminta

nasihat kepadaku. Aku memberikan banyak nasihat yang sangat bermanfaat bagi

mereka. Merekapun tampak puas dan bahagia mendengar semua perkataanku.

Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba aku merasa menjadi orang yang hebat.

Kesombonganku mulai bermunculan. Karena itu, aku melakukan pekerjaan ini

untuk membunuh perasaan sombongku itu."

 

Para pembaca yang budiman, sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi

kita semua yang benih-benihnya sering muncul tanpa kita sadari. Di tingkat

terbawah, sombong sering disebabkan karena faktor materi. Kita merasa lebih

kaya, lebih cantik, dan lebih terhormat daripada orang lain.

 

Di tingkat kedua, sombong sering disebabkan faktor kecerdasan. Kita merasa

lebih pintar, lebih kompeten, lebih bijaksana dan lebih berwawasan

dibandingkan orang lain.

 

Di tingkat ketiga, sombong sering disebabkan faktor kebaikan. Kita

seringkali menganggap diri kita lebih berakhlak, lebih bermoral, lebih

pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

 

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan ini, semakin sulit pula

kita mendeteksinya. Sombong karena materi akan sangat mudah terlihat tetapi

sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit

terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih yang halus di dalam

hati kita.

 

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan dan tidak pada

tempatnya. Pada tataran yang wajar, ego menampilkan dirinya dalam bentuk

harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence) . Namun,

begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada

sangat dekat dengan kesombongan. Bahkan, seringkali batas antara bangga dan

sombong tak terlalu jelas.

 

Diri kita sebenarnya terdiri atas dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan

diri sejati di lain kutub. Pada saat dilahirkan ke dunia, kita sepenuhnya

berada dalam kutub diri sejati, kita lahir dalam keadaan telanjang dan tak

punya apa-apa. Kita sama sekali bebas dari materi apapun. Tetapi, seiring

dengan berjalannya waktu, kita mulai memiliki berbagai kebutuhan materi.

Bahkan, lebih dari sekedar yang kita butuhkan dalam hidup, kelima indra kita

selalu mengatakan bahwa kita membutuhkan yang lebih banyak lagi.

 

Perjalanan hidup seringkali mengantarkan kita menuju kutub ego. Perjalanan

inilah yang memperkenalkan kita kepada kesombongan, kerakusan, serta iri dan

dengki. Ketiga sifat ini adalah akar segala permasalahan yang terjadi dalam

sejarah umat manusia.

 

Perjuangan melawan kesombongan sebenarnya adalah perjuangan menarik diri

kita ke kutub diri sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala

bentuknya ada dua perubahan paradigma yang perlu Anda lakukan. Pertama, Anda

perlu menyadari bahwa hakikat manusia adalah diri sejati, kita bukanlah

makhluk fisik tetapi makhluk spiritual.

 

Diri sejati kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah syarat

kita untuk hidup di dunia. Kita lahir tanpa membawa apa-apa, dan kita mati

pun tanpa membawa apa-apa. Pandangan seperti ini akan membuat Anda melihat

siapapun sebagai manusia yang sama. Anda tidak akan lagi tertipu oleh

penampilan, kecantikan, dan segala "tampak luar" yang lain. Yang kini Anda

lihat adalah "tampak dalam." Pandangan seperti ini sudah pasti akan

menjauhkan Anda dari berbagai kesombongan.

 

Kedua, Anda perlu menyadari bahwa apapun perbuatan baik yang Anda lakukan,

semuanya itu semata-mata adalah untuk diri Anda sendiri. Anda menolong orang

untuk kebaikan Anda sendiri. Anda memberikan sesuatu kepada orang lain

adalah untuk Anda sendiri.

 

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi: Energi yang Anda berikan

kepada dunia tak akan pernah hilang. Energi itu akan kembali kepada Anda

dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang Anda lakukan pasti akan kembali kepada

Anda dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, perasaan bermakna maupun

kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik pada orang lain,

kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu,

apalagi yang harus kita sombongkan?

 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke