Republik Mimpi Karton - Singapore Mau ngomong apa ya? Bukan ngomong sih sebenarnya, cuman ngungkapin uneg2 aja. Baru baca dari salah satu situs berita lainnya tentang ribut2 soal Republik Mimpi... Oalah rek, lagi2 pejabat ribut2 gara2 ada parodi2 soal Presiden dan anggota kabinetnya... Ayolah rek, Presiden dan anggota kabinet2nya itu bukan orang2 suci, bukan nabi, cuman manusia biasa, apakah mereka sesuci itu sehingga tidak boleh jadi guyonan?
Alasan lain lagi, alasan usang sih, katanya rakyat itu belum well-educated untuk nerima ginian... Nah sekarang siapa yang salah kalo rakyat, katanya, belum well-educated? Mereka juga kan, gak bisa ngasih sistem pendidikan nasional yang murah dan terjangkau semua rakyat... Terus apa bener rakyat belum well-educated? Menurut saya, tidak! Rakyat sekarang lebih educated dan bisa lebih mencerna kehidupan bernegara di masa kini bila dibandingkan dengan masa pak pejabat yang bilang ini masih pake celana kolor... Contoh kecil, coba liat aja sekeliling, bila mungkin di tahun 80-an banyak tukang becak yang sibuk ngrames nomor buntut kalo lagi gak narik penumpang, sekarang mereka pasti lagi asyik membaca koran kalo lagi gak narik... Apa pak pejabat ini gak tau toh?? Dikiranya rakyat kecil masih goblok apa? Sekarang pake logika anak kecil aja deh, misal, murid SMA, gak dikasih pelajaran sama sekali tentang integral dan turunan, terus gimana mereka bisa ngejawab soal yang pake integral sama turunan? Gurunya bilang, jangan, jangan dikasih soal integral sama turunan, mereka belum well-educated... Lha terus bisa well-educated gimana kalo sama sekali gak dikasih pelajaran tentang integral sama turunan? Apa mau belajar rumus ABC terus2an? Kan harusnya juga dikasih pelajaran integral sama turunan yang tingkat dasar dan akhirnya meningkat ke yang lebih sulit, dan seterusnya... Apa pak pejabat ini mikirnya Republik Mimpi itu integral rangkap 3 yang belum boleh diberikan kepada murid SMA? OK, integral rangkap 3 mungkin sudah jelas tingkat kesulitannya, lain halnya dengan menangkap makna tersirat dari Republik Mimpi, yang tingkat kesulitannya berbeda-beda di tiap orang, gak peduli orang itu professor atau buruh tani, terus pak pejabat ini gebyah uyah nganggap and berkata, ah itu sulit buat kamu ngerti, jangan nonton... Wah-wah, bener2 ngremehin nih si pak pejabat... Atau jangan2 pak pejabat ini yang sebenarnya gak ngerti sama sekali, jadi dia pingin acara itu dihapus saja diganti dengan Doraemon yang lebih bisa dimengerti? Tingkat kedewasaan manusia itu salah satunya diukur juga dari kemampuannya menertawakan diri sendiri dan bereaksi terhadap kritik yang diterimanya. Apalagi ya, maaf, sebenarnya apa sih istimewanya pejabat2 itu, termasuk pak pejabat ini? Kalian semua adalah wakil rakyat, orang yang harus bekerja untuk kita, terima gaji dari kita, jadi itu liat, sepatu yang dipake sama anak kamu itu adalah dari hasil keringat kita jualan kayu bakar...!! Jangan sombong, ingat, pertanggungjawaban menjadi pemimpin/pejabat sangatlah tinggi di akhirat nanti... Bahagialah jadi rakyat kecil yang cuman memimpin diri sendiri dan keluarganya... Itulah salah satu penyakit di Indonesia, atau mungkin juga di seluruh dunia, pejabat nganggap dirinya adalah raja kecil, padahal sebenarnya, dia adalah wakil rakyat, kasarnya adalah, babu-nya rakyat. Dia harus kerja untuk majikannya, dalam hal ini, rakyat. Oalah, wong cuman wakil aja minta diistimewakan, gak mau disinggung, lha wong kerjomu sik gak bener, tak singgung sithik, durung tak lokno, opo gak oleh rek?? Inget2 aja: 1. Pejabat semuanya bukan nabi atau orang suci yang lepas dari kesalahan 2. Pejabat adalah CUMA wakil rakyat 3. Ada kritik (yang disetujui oleh rakyat, buktinya, rating Republik Mimpi tinggi) berarti ada yang masih gak benar di antara apa yang telah (dan akan) dikerjakakannya. Kalo kerjanya bener, kritik gak akan ada, walaupun ada, pasti gak disetujui sama rakyat dan dibuktikan dengan rating yang turun. 4. Yang paling penting, jangan remehkan kecerdasan rakyat, pernah baca gak sih, kalo Nabi Besar Muhammad SAW itu malah gak bisa baca nulis? Terus apa mentang2 bisa baca nulis jadi sombong dan meremehkan kecerdasan orang lain, bilang gak well-educated-lah... 5. Ngantuk... mau tidur... :) `BERMIMPI` PUN KENA SOMASI Adin - Somewhere at Gorontalo menjelang akhir week-end kemarin kan santer banget tuh zev, Menkominfo Sofyan Jalil mau mensomasi tayangan `Republik Mimpi` nya pakar komunikasi politik UI. Aduh zev, saya kok jadi bingung nih Zev, sekelas Effendi Gazali yang pakar komunikasi politik, yang ambil sekolah nya overseas, yang dengan bahasa `sopan dan halus` sesuai dengan etika politik modern aja, mengkritik pemerintah dengan cara yang `cerdas` masih nggak boleh, bagaimana kita yang notabene sangat awam dengan Ilmu Komunikasi Politik. Saya, dan mungkin banyak pemirsa News.dotcom lainnya di Metro TV, menganggap bahwa ini salah satu media `pembelajaran politik` yang dikemas dengan gaya santai oleh sang pakar komunikasi politik. Tapi sang pakar `lainnya` dari Depkominfo (Departemen Komunikasi dan Informasi) yang jelas-jelas juga memiliki `kewajiban` berkomunikasi politik dengan masyarakat, malah menaruh logika akademis jauh di bawah meja birokrat populis nya (waduh, ribet banget bahasanya) Saya pribadi sih senang2 aja dengan acara ini, walaupun setelah pindah kerja ke `somewhere at Gorontalo` malah jarang nonton, karena beda waktu satu jam lebih cepat sebab Gto masuk wilayah WITA. Kalo maksain nonton, bisa2 bangun kesiangan dan nggak fresh besok paginya. Tapi...saya juga ada sedikit kritik juga buat pembuat `Republik Mimpi` karena mereka terkadang hanya memberikan komparasi dengan negara lain tanpa memberikan solusi riel yang bisa diterapkan di Republik Mimpi. Kalo acara ini bisa memberikan `hal` semacam itu, apalagi telah melalu survey dan kajian analitis, saya yakin acara ini malah dilihat dan jadi rujukan sama pembantu-pembantu presiden menjelang mereka rapat/sidang kabinet pemerintahan. Kalau di luar negeri, komedi/parodi politik itu bagaimana sih ? Barang kali para KOKIERS punya perbandingan dan cerita yang menarik. Mudah2an bisa jadi masukan buat sang pakar Komunikasi Politik yang mengelola `Republik Mimpi` supaya maju terus pantang mundur, karena jiwa yang antikritik dizaman modern ini cuma membawa kita ke lembah `ketertinggalan`. Disaat negara2 lain sudah gemah ripah loh jinawi, negara kita masih bingung soal `harga diri`. Saya salut dengan bung Efendi Gazali; Menuntut Ilmu dan Mengamalkannya untuk kepentingan orang banyak. Beliau punya kontribusi berarti bagi ilmu komunikasi politik di negara Indonesia. Kalau banyak dari pakar Ilmu Politik kita lebih senang masuk ke dalam sistem, Effendi Gazali malah bermain di luar sistem. Dukungan dari berbagai pihak mengalir, baik dari mantan presiden asli, mahasiswa beliau (walau tidak semuanya tentu) dan masyarakat yang ingin melihat pemerintahan tebar kinerja dibanding tepar pesona melulu. Bagaimana nggak tebar pesona, setelah kejadian Levina I beberapa hari yang lalu, baru deh Administrasi pelabuhan dan Kantor Pelabuhan memeriksa mobil-mobil truk yang dicurigai membawa barang yang `flammable`. Mengapa tidak memutasi semua personil adpel dan kanpel dengan orang2 baru yang freshgraduate, sehingga selalu ada penyegaran metode kerja di sana. Orang2 lama yang nggak becus dikasih pilihan pensiun dini atau nonjob dan perlu ujian `fit and proper test` ketat lagi kalau ingin menduduki jabatan struktural yang diinginkan. Setelah banyak kejadian kereta terguling, baru ada wacana KA Wakil Presiden... mengapa tidak memperbaiki angkutan transportasi massal lainnya sehingga orang-orang tidak perlu menunggu KA sebagai satu-satunya alternatif. Wacana pemindahan ibukota pemerintahan yang sempat Presiden dengungkan setelah banjir besar bulan Februari lalu juga berlalu begitu saja, tidak ada penelitian lanjutan dari pembantu-pembantunya. Padahal multiplier effect yang akan terjadi bila ibukota dipindahkan sangat luar biasa. Akan terjadi Akselerasi pembangunan kota dan sektor sektor lainnya, misalnya; perumahan, transportasi, supply energi dsb. Nah kalo para KOKIERS punya pengalaman atau perbandingan cerita tentang ibukota pemerintah dan ibukota bisnis yang terpisah, monggo diceritakan. Banyak lagi yang mau aku ceritakan, tapi entar malah melebar keman-mana. Kayaknya sekian aja dulu, saya berharap kritik-kritik seperti `Republik Mimpi` terus ada dan menjadi sarana pembelajaran politik buat orang awam seperti saya. Jangan sampai nanti sekedar mimpi (mengkritik) sudah di somasi...repot banget kan... [Non-text portions of this message have been removed]